Ps : Di part ini akan di jelaskan bagaimana awal mula dari kelainan mental Maretta. Setelah membaca part ini, jangan langsung self diagnosis. Mohon dibaca dengan bijak :)
Happy Reading
____________________________Memberi selalu sejalan dengan menerima, begitupun dengan memiliki selalu juga sejalan dengan kehilangan.
Aku Sachy, gadis mungil nan periang. Orang-orang selalu mengatakan bahwa aku anak yang manis. Hidup di keluarga harmonis yang membuat diriku selalu ceria, senyum manisku selalu tergambar di bibir mungilku.
Sore itu, ketika aku akan genap berumur 9 tahun. Ayah mengajakku jalan-jalan di kota Yogyakarta, kota kelahiranku. Aku hidup, tinggal dan besar dikota ini mungkin akan mati di kota ini juga.
Sore itu juga, aku meminta kepada ayah agar ulang tahunku kali ini dirayakan di puncak dan ayah menyanggupinya walaupun bunda dan ayah sedikit berdebat. Bunda tidak ingin mengambil resiko karena puncak yang kuajukan sangat jauh dari tempat tinggalku dan pasti akan memakan banyak waktu. Tapi karena aku masih belum mengerti maksud dari bunda yang tidak meng-iyakan, Aku tetap ngotot untuk dirayakan di puncak.
Seandainya aku tahu saja apa yang akan terjadi selanjutnya, sumpah demi apapun aku tidak ingin pergi ke puncak itu. Aku menyesal demi apapun.
Pukul 22 : 00
Aku beserta ayah dan bunda sudah berada di dalam mobil, kudengar lagi suara bunda yang mengatakan 'apakah tidak bisa ditunda besok?' sesekali dia mengusap puncak kepalaku agar aku mengerti bahwa perasaannya kali ini tidak enak. Tapi aku tidak peduli. Aku merengek untuk segera sampai disana dan ingin menikmati keindahan kota Yogyakarta.Ayahku sangat sayang kepadaku, sangat-sangat-sangat. Apapun yang ku minta pasti akan di kabulkan, apapun itu. Termasuk sesuatu yang membahayakan dirinya. Hinga sesuatu itu terjadi.
BRAK
Sesuatu itu menghantam mobilku, Aku mendengar suara bunda yang berteriak dan ayahku yang menggenggam erat tanganku.Aku merasakan mobilku terbolak-balik, kepalaku terbentur di seluruh sisi mobil. Air mata itu keluar bersamaan dengan darah yang mengalir di pelipisku.
Yang terakhir kulihat tubuh ayah yang sudah dipenuhi darah, kemeja biru dongkernya full akan darah dan bundaku? Aku tidak melihatnya.
Setelah itu, semuanya gelap.
---
Aku membuka mata yang pertama kulihat adalah tante Naomi, adik bungsu ayah. Setelah aku mengedarkan pandanganku, ternyata ruangan bernuansa putih ini full akan manusia.
Tunggu dulu, kenapa ini? semua menggunakan pakaian polos berwarna putih, ada apa ini?
Ku rasakan usapan lembut di kepalaku, setelah itu pelukan keras itu menghantam tubuhku yang masih terbaring lemah diatas brangkar.
Setelah aku bertanya apa yang terjadi, betapa Shock-nya aku ketika mendengar apa yang dikatakan tante Naomi.
Seketika kurasakan hampa di dalam diriku. Sesuatu yang kumiliki itu diambil paksa dariku. Aku masih terlalu kecil untuk mengekspresikan rasa dukaku, kasih sayang dan cinta. Bahkan jenazah orang tuaku tidak sempat kulihat.
Tante Naomi selalu menyemangatiku dengan mengatakan bahwa ayah ingin aku menjadi seorang dokter di kemudian hari. Katanya, aku harus penuhi keinginan ayahku itu, aku harus menjadi seorang dokter yang dapat menolong semua orang, aku harus jadi anak yang periang dan melanjutkan hidupku. Beribu-ribu kata yang diucapkan tante Naomi untuk menenangkanku, tapi semua perkataannya hanya masuk di telinga kanan dan keluar di telinga kiriku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Maretta's Mental Disorder
Fiksi Umum"Maaf, kau tidak bisa sembuh secara total. Kelainan mentalmu ini, bukan kelainan mental ringan. Ini berat," ucap Psikiater Jun dan memijit pelipisnya. "Apa saya tidak bisa disembuhkan?" tanyaku sekali lagi. "Bipolar tidak bisa sembuh total, hanya bi...