V2 ー CH 29 : Gadis Elf.

14 2 0
                                    

"Baiklah saatnya kita bersenang senang. Sekarang buka bajumu, aku akan menunggumu di atas tempat tidur"

Mendengar kata Tamil, Emilia mulai merasa geram. Nafas miliknya sudah menjadi sangat berat karena menahan dirinya untuk menyerang Tamil. Emilia kali ini mengerti, bahwa Tamil salah paham akan sesuatu disini. Tapi walau begitu, Emilia tak menyangka pendeta dari agama terbesar juga menggunakan jasa distrik lampu merah. Emilia sekarang menyesal tidak menduga kesalahpahaman ini sebelum masuk ke kamar penginapan Tamil.

"Tuan Tamil, sepertinya anda salah paham akan pekerjaanku." Kata Emilia.

Tamil sekarang baru hendak membuka bajunya kini mengerutkan keningnya. " Apa maksudmu?. Kau tak perlu banyak bicara dan!!..."

Emilia langsung memotong. " Aku ini adalah mercenary , bukan pegawai distrik lampu merah.." Dengan nada tenang.

Walau suara Emilia terdengar tenang, Dia sudah hampir naik pitam. Dia berusaha keras menahan dirinya. Walau bagaimanapun, Tamil adalah pendeta Elios. Sekarang identitas Emilia sebagai tuan putri Lorena merupakan rahasia, tetap saja Emilia harus berhati hati untuk tidak membuat Elios sebagai musuh Lorena.

Tamil yang sedikit mabuk terdiam sesaat untuk memproses kata kata Emilia.

"Oh.. begitu.." Tamil mendecakkan lidahnya. " Cih,  pada akhirnya mereka tidak mengirimkanku gadis hari ini."

Tamil kemudian jalan mendekat ke Emilia. Dia melihat tubuh kecil Emilia dan tersenyum.

"Gadis ini walau dia bukanlah pelacur, sayang sekali kalau di biarkan. Dia mercenary katanya?. Paling dia hanyalah bocah yang ikut ikutan berparty. Di lihat dari manapun, gadis ini masih berusia lima belas tahun."

Tamil kemudian dengan cepat mencekam tangan kiri Emilia. Itu dia, aksi itu sudah melewati batas. Dengan cepat juga Emilia mencekam balik tangan Tamil dan tampa pikir panjang menendang perut Tamil dengan lututnya. Tamil jatuh tersungkur kesakitan memegangi perutnya. Emilia menatap sinis Tamil sambil mendecakkan lidahnya.

"Cih.. apa yang ingin kau lakukan hoi pak tua!!.. kau kira karena aku masih muda aku tidak dapat melawanmu huh?. Jika saja kau bukanlah pendeta Elios, aku sudah mematahkan lehermu dari tadi."

Tamil melihat wajah Emilia yang melihat dirinya dengan pandangan jijik. Mata Emas Emilia yang berkilauan terlihat dingin dan terlihat dapat membekukan jiwa Tamil kapanpun juga. Tubuh Tamil gemetaran hingga ke tulang rusuk melihat mata dingin itu. Dia salah mengira Emilia adalah korban yang mudah untuk taklukan.

"Ah.. aa no.. nona muda, ku.. kurasa anda salah paham.. a.. aku hanya..." Tamil kemudian membuat alasan dengan terbata bata.

"Tak usah kau jelaskan. Itu satu satunya serangan yang akan ku berikan padamu."

Tamil menggertakan giginya, dia merasa terhina di perlakukan seperti ini oleh bocah lima belas tahun. Namun dia tak bisa berbuat apa apa saat ini.

"No.. nona.. maafkan aku , aku.. aku benar benar tak bermaksud." Sebelum Tamil menyelesaikan kata katanya. Pintu penginapan Terbuka.

Yang membuka pintu itu adalah gadis kecil yang berumur kisaran sepuluh atau duabelas tahun. Telinga panjang miliknya menunjukan kalau dia adalah seorang Elf. Rambut miliknya serupa dengan milik Emilia, perak panjang dan terurai. Mata milik berwarna biru langit dan terlihat cerah. Namun tak seperti warna cerah di matanya, tak terlihat adanya harapan di mata itu, hanya keputusasaan. Namun gadis itu tetap berusaha tersenyum menyembunyikan rasa putus asanya. Tapi mata tajam Emilia dapat melihat jelas senyum itu merupakan senyum palsu. Gadis itu mengenakan gaun tipis dan transparan. Kulit putih serta dalaman miliknya benar benar dapat terlihat jelas. Emilia mengingat jelas Tamil mengunci pintu kamar ini sebelumnya, namun gadis itu membuka pintu dengan mudahnya. Itu artinya gadis ini adalah..

Gadis itu kemudian kembali menutup pintu lalu berkata. "Se..selamat siang, Aku dari Reimi Red Club siap melayani Tuan Tamil."

Gadis itu kemudian melihat pemandangan yang terjadi di dalam kamar tersebut. Pria yang bertekuk lutut memegangi perutnya dan seorang gadis remaja yang memiliki rambut perak yang sama dengan dirinya berdiri di depan pria itu. Gadis itu bingung dengan apa yang terjadi di hadapannya. Namun sebelum dia dapat memproses kejadian tersebut. Gadis remaja itu melihat ke dirinya dan bertanya.

"Hei gadis kecil, siapa namamu." Kata Emilia.

"A.. anu.. na.. namaku Noreya kak." Jawab gadis itu.

"Apa kau berada di industri prostitusi karena kemauanmu sendiri?."

Pertanyaan Emilia begitu tiba tiba. Dia sesekali melirik ke arah Tamil dan menelan ludahnya sendiri.

"A.. Aku.. Aku."

"Jawab saja dengan jujur.. aku ingin mendengarnya."

Noreya bingung apa dia harus menjawab jujur atau tidak. Pertama dia tidak tahu siapa gadis remaja yang menanyainya. Ini bisa jadi jebakan, tapi kemungkinan juga merupakan harapan untuk dirinya. Tapi Noreya sudah beberapa kali terjatuh pada jebakan serupa dengan ini. Noreya sama sekali tidak ingin kembali menjalani hukuman di tempat itu lagi. Emilia dengan sigapnya melihat kekhawatiran Noreya.

"Tenang saja ini bukanlah jebakan. Tapi kurasa kau tak perlu menjawabnya lagi. Dari reaksimu, sepertinya itu bukan kemauanmu sendiri."

Emilia kemudian melambaikan tanganya menyuruh Noreya mendekat. "Kemarilah."

Noreya kemudian berjalan mendekat ke arah Emilia.

"Katakan, siapa yang memaksamu menjadi seperti ini dan bekerja di usaha prostitusi?."

Noreya hanya terdiam, namun matanya sesekali melirik Tamil. Tamil tentu saja tak diam saja, dia mencoba melumpuhkan pergerakan Emilia dan melompat ke arah Emilia. Namun Emilia hanya menghindar dengan satu langkah kebelakang. Itu membuat Tamil terjatuh sendiri.

Emilia kemudian membaca mantra sihir. "Binding." Seketika, tali sihir mengikat tangan dan kaki Tamil. 

"Sorcerer?..ah tidak.. kau pasti seorang Witch yang terlihat mudah. Sial.. harusnya aku tidak menilai penampilanmu itu. Tidak mungkin kau berusia lima belas tahun dengan skill sihir itu. " Kata Tamil.

"Sayangnya aku bukanlah Witch. Tapi hanya beberapa langkah lagi, aku bisa mendapatkan gelar itu. Tapi aku masih belum mendapatkannya."

"Eh.. Apa?!."

Emilia kemudian menendang wajah Tamil, lalu berkata. "Kau diamlah!!."

Emilia kemudian menghela nafas untuk menenangkan diri. " Noreya, katakan.. apa pak tua ini yang memaksamu?."

Noreya yang melihat aksi Emilia tadi saat ini sedang gemetaran. Dia menelan ludah sendiri dan dengan ragu menganggukan kepalanya.

"Bisa kau jelaskan dengan lebih detail?." Kata Emilia.

"A.. aku berasal da...dari bagian utara Seriana. Aku tinggal di desa kecil di sana, dengan damai. Sa.. sampai gerombolan bandit datang dan menyerang de.. desa. Mereka menyerang desa bukan mengincar bahan pokok, ta.. tapi mere.. mereka menculik warga de..desa dan menjualnya sebagai bu.. budak." Kata Noreya.

"Begitukah?, apa perang pak tua ini dalam gerombolan bandit itu."

"Tu.. tuan Tamil, di.. dia merupakan pemimpin dari bandit tersebut."

"Hooh.. mabuk mabukan, menyewa pelacur, dan menculik warga untuk menjadikan mereka budak. Aku tak tahu itu ajaran Elios."

Emilia kemudian mencekik dan mengangkat Tamil dengan tangan kirinya.

"Katakan, apa itu adalah ajaran Elios ataukah..."

Api kemudian menyala di tangan kanan Emilia.

".. Kau adalah pendeta palsu?."

Sebelum Emilia mendapatkan jawaban dari pertanyaan itu. Pintu kamar tiba tiba terdobrak. Orang yang mendobrak pintu itu adalah Viani.

"Nona Emilia!."

"Viani.. tenanglah."

"Nona Emilia, kenapa kau.."

"Akan ku jelaskan, jadi tolong tenanglah Viani." Kata Emilia sambil tersenyum.

Emilia The WitchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang