❝ Keep going with him, maybe that is the right thing to do. ❞
—Ferral.Hari ini adalah salah satu hari yang penting, jadi mereka harus mengikuti upacara. Semua mengeluh, terutama Dira, kakinya sudah baik-baik saja dan Bu Reni tau itu. Jadi ia dipaksa untuk mengikuti upacara dan bila sudah tidak kuat, ia bisa keluar dari barisan.
Apalagi Rena dan Kezia yang dua hari lalu sudah mengikuti upacara. Saat ini mereka sedang menggerutu kesal sembari melindungi wajahnya dari sinar matahari dengan telapak tangan mereka.
Sebenarnya bukan upacara yang membuat mereka malas ataupun sinar matahari pagi yang menyengat. Tetapi karna ocehan dari pembina yang terbilang cukup lama membuat mereka semua mengeluh kesal. Dira mengipas-ngipas wajahnya yang sudah mulai memerah akibat sinar matahari yang menerpa kulit wajahnya.
Di tambah Devan tidak datang ke sekolah dengan alasan sakit padahal ia hanya malas karna belum mengerjakan tugas minggu lalunya. Dira menyenggol lengan temannya. "Masih lama?" tanyanya dengan nada judes membuat siapapun yang ditanya dengan nada itu ikut emosi.
Tapi yang Dira tempati bertanya, tidak akan ikut emosi karna ia terkenal sebagai orang paling sabar di SMA Garuda ini. Perempuan itu tersenyum. "Masih lama kayaknya Ra."
Dira melirik barisan di sampingnya, lebih tepatnya barisan yang bersebelahan dengan kelasnya, Bahasa. Ada salah satu Anak Bahasa yang lumayan menurut Dira, wajahnya sempat masuk ke dalam kriteria laki-laki idamannya. Dira sempat mendekati laki-laki itu tapi harapannya sirna saat tau bahwa laki-laki itu sudah mempunyai kekasih. Orang itu, Aqsa.
Senyumnya merekah saat mendapati punggung lebar itu. Dengan gerakan cepatnya, Dira sudah berpindah barisan tanpa ada yang menyadari. Dira bergerak dengan pelan-pelan tanpa membuat keributan seperti biasanya.
Karna ia tau, mantan gebetannya tidak suka dengan keributan. "Hai," sapanya saat ia sudah berdiri di depan mantan gebetannya.
"Kenapa ke sini?"
Dira menampilkan deretan gigi rapihnya. "Aqsa, Dira berdiri di depan Aqsa ya? Panas," pintanya dengan wajah yang sudah ia buat sedemikian rupa agar Aqsa berhati dingin itu luluh.
Tanpa menjawab, Aqsa hanya menghela nafasnya kasar. Walaupun risih diganggu oleh Dira, tapi Aqsa sama sekali tidak pernah membentak ataupun menyuruh Dira jauh-jauh darinya. Walaupun hatinya sedingin es batu, tapi Aqsa juga tidak berani menyakiti hati seorang perempuan.
Itu yang membuat Dira ragu melepas Aqsa.
Walaupun sudah tidak panas karna ia berada di depan tubuh Aqsa—dimana itu adalah satu-satunya tempat yang bagus untuk menghindar dari sinar matahari, karna tubuh Aqsa yang tinggi menghalangi cahaya itu. Dira menghela nafasnya berat, berbalik dan mendonggakkan kepalanya menatap kedua mata Aqsa dan tersenyum lebar. "Aqsa," bisik Dira membuat Aqsa mengalihkan pandangannya menatap Dira.
KAMU SEDANG MEMBACA
falling | on hold
Novela JuvenilMungkin seharusnya semua ini berjalan sesuai dengan apa yang kita bayangkan. Tapi kamu menghancurkan apa yang sudah kita bangun bersama-sama. Meninggalkanku sendirian dengan perasaan yang semakin lama semakin dalam. Jangan mengatakan seakan-akan aku...