37. Ezard Wattson

1.2K 122 10
                                    


⁠۝ ͒ ⁠⁠۝  ⁠⁠۝ ͒

"Rasa puas dan rasa bosan itu dua hal yang berbeda. Sekalipun kau memberikan semua hal mewah di dunia ini padaku, tentu aku tidak bisa memastikan diriku terhindar dari rasa bosan. Ya, meski aku merasa puas telah menikah dengan pria royal sepertimu. Meskipun kau selalu menyuruhku menghabiskan uangmu di mall dan berbelanja sesukaku dan membeli semua barang yang menarik mataku tanpa menghitung tagihannya. Tetapi tetap saja ketika kembali ke rumah aku bosan lagi. Dan kau pasti tahu kalau aku tidak suka berbelanja hal-hal yang tidak penting. Aku tidak terlalu normal untuk ukuran wanita pada umumnya. Berlian dan permata tidak bisa menyilaukan pandanganku." Ia mengibaskan tangannya di udara. Ia selalu merasa bangga dengan kalimat terakhirnya.

Aku hanya mengangguk-angguk. Paham betul kalau ia memang wanita aneh. Makhluk semacam Naima mungkin hanya ada 1% di bumi. Wanita sejenis Naima ini benar-benar langka dan harus dilestarikan. Lain kali jika ada waktu, aku akan mengumumkan pada dunia bahwa wanita-wanita yang tidak tertarik pada berlian harus segera dikandangi! Hhhh!

"Dan kau selalu menyuruhku bergabung dengan istri-istri rekan bisnismu untuk sekedar minum teh. Pernah beberapa kali, dan kau tahu apa yang mereka bicarakan? Perhiasan terbarunya, tas Hermesnya, sepatu dan baju Guccinya, topi Pradanya, jam tangan Diornya, bahkan aku tidak habis pikir ketika mereka juga membicarakan pakaian dalamnya yang bermerek, Calvin Klein! Gila! Hal yang tidak menarik minatku sama sekali. Orang-orang seringkali melebih-lebihkan brand ternama itu. Padahal tidak ada bedanya dengan pakaian yang di jual 100 ribu di pasar tradisional menurutku. Mahal atau tidak, bermerek terkenal atau tidak, tetap saja akhirnya akan dicuci dengan sabun dan dijemur di bawah matahari."

"Kau tidak boleh seperti itu. Setiap orang punya minat dan seleranya sendiri-sendiri. Mana yang lebih nyaman akan sering dibeli dan dipakai."

"Selera? Semua orang itu tidak peduli dengan selera! Dia hanya memikirkan; apakah aku sudah kelihatan glamor hari ini?! Apakah bajuku sudah menjadi yang paling mahal?! Apakah aku sudah membuat dunia terkesan?! Terkesan! Terkesan! Memangnya siapa yang memikirkan gaya hidup hedonnya setiap hari?! Orang buta tetap saja tidak akan bisa membedakan mana baju 100 juta dan 10 ribu! Aku tidak iri karena aku mempunyai suami yang bisa memberikanku semua itu. Hanya saja itu terlalu berlebihan!"

"Sudah-sudah, kau terlalu sering mencaci mereka. Lagian mereka juga tidak memakai pakaian mahal untuk ditunjukkan pada orang buta. Itu hanya salah satu cara mereka membahagiakan diri sendiri."

"Hedonis kau sebut cara membahagiakan diri! Tidak waras!"

Disaat-saat seperti ini ia akan sangat marah padaku. Biasa, ibu rumah tanggaku ini memang seringkali meributkan hal-hal yang kurang penting. Ia seringkali menarik topik-topik gila ke meja makan dan berapi-api sendiri ketika membayangkannya.

Dan aku, lagi-lagi hanya bisa diam dan tersenyum menikmati tingkah horornya setiap waktu. Setidaknya, aku masih bisa tersenyum memandang wajah cantiknya ketika bercerita dengan ratusan ekspresi yang tercipta secara alami.

Wanita memang begitu, lebih banyak mengeluarkan kosa kata perharinya ketimbang lelaki.

"Penyakit ingin dilihat merupakan tanda-tanda ada virus kemiskinan dalam diri seseorang. Dia butuh orang-orang untuk mengatakan kata-kata pujian hingga membuatnya tersanjung dan terbang ke langit paling tinggi. Mereka baru merasa bahagia ketika ada orang yang memujinya dan memujanya seperti dewa! Karena itulah aku benci para penguasa dan tentara di belahan bumi manapun! Kau tahu, mereka bertingkah seperti setengah dewa! Memangnya kelebihan apa yang mereka miliki di dunia yang panas ini? Uang? Kekuasaan? Oh ya Tuhan! Aku bisa saja menginjak kepala mereka dan melupakan kekuasaan yang mereka punya! Belum lagi para gadis, aku tidak tahu kenapa mereka begitu fanatik pada laki-laki berbaju loreng itu! Kalau melihat orang yang berseragam, mata mereka langsung nyalang seperti mata ikan teri di pasar!"

Lihat-lihat! Istriku yang cantik ini bercerita padaku seperti akulah pelaku utama penyebab kekesalannya!

"Ketika mati para manusia yang berlagak seperti dewa itu pun tidak akan bisa mandi dan menggali kuburannya sendiri! Sekarang coba kau katakan padaku, memangnya orang kaya mana yang bisa menggali kuburannya sendiri? Kalau kau menemukannya segera beritahu aku, aku akan langsung bersujud di kakinya dan menyembahnya sepanjang waktu."

Dia menepuk-nepuk tangan, menghela napas lega. Kemudian membenarkan ikat rambutnya yang melorot karena terlalu bersemangat membicarakan kehidupan orang lain sepagi ini.

Rambut Naima panjang, tidak terlalu panjang juga. Agak bergelombang kalau ia sampai tidak keramas dalam tiga hari. Teksturnya lembut dan halus.

Kelihatannya dulu ia punya poni, tapi sekarang sudah sepanjang dagu. Kalau ia mengingkat rambutnya pasti beberapa poninya tertinggal. Poni itu tidak sepenuhnya bisa diikat bersama yang lainnya. Tapi aku selalu suka melihat wajahnya yang begini.

Lembut dan teduh.

Pemandangan yang tidak akan ada di tempat lain selain di wajahnya. Aku berani bersumpah! Tidak ada yang bisa menandinginya.

"Sudah selesai?" Aku menghela napas dan mengulum senyum ketika memperhatikan ia sudah benar-benar berhenti mengoceh seperti burung beo.

"Belum."

Ya Tuhan, aku benar-benar akan melemparnya ke sarang ikan mujair, setidaknya ia hanya akan menggerutu karena tidak terima, mengerucutkan bibir dan merajuk seharian dan pasti akan mogok bicara. Sengaja, biar telingaku bisa istirahat sehari saja dari mulutnya yang berisik itu.

Tidak berani juga mengurungnya di kandang gorila. Aku kan sangat menyayanginya, tidak mungkin membiarkan diriku hidup tanpa omelannya setiap pagi atau senyumnya sepanjang malam. Meski aku bisa pastikan kalau aku bisa hidup tanpanya di bumi yang gersang ini. Tapi aku sudah memutuskan untuk terus membawanya bersamaku. Seumur hidup.

"Aku benar-benar bosan dengan acara belanja ke mall dan dilirik dengan tatapan mereka yang menyanjungku. Aku bosan dengan acara minum teh bersama istri rekan bisismu itu. Aku juga bosan berdiri di sebelahmu menghadiri pesta-pesta penting dan mendengarkan mereka menanyakan kabarku untuk kesekian kalinya, padahal mereka juga menanyakan kabarku satu hari yang lalu di pesta yang lain. Dan aku sangat bosan sekali menonton acara televisi yang tidak ada gunanya dalam hidupku ketika menunggumu yang tak kunjung pulang."

Oh, ia mulai ke topik yang lebih serius. Topik awal yang seharusnya ia katakan sedari tadi, bukan malah merembet ke pakaian istri-istri orang kaya itu, penguasa, tentang lelaki berseragam loreng, manusia setengah dewa, ataupun mayat yang bisa menggali kuburan sendiri dan berniat menyembahnya jikalau ada.

Huh!

Agaknya istriku ini terlalu memikirkan banyak hal di dalam kepalnya yang kecil itu. Aku tidak yakin kalau ia akan tetap sehat sampai tua. Dia pasti terserang penyakit serius kalau terus-terusan memikirkan hal-hal yang tidak penting.

"Sementara kau? Sibuk dengan bisnismu yang tidak ada habisnya! Perusahaan yang katanya perlu mendapatkan perhatian lebih. Kau bahkan memperhatikan dua hal itu seperti merekalah kekasihmu yang sebenarnya! Memangnya dua hal itu bisa menemanimu saat kau sakit? Bisa berjaga untukmu sepanjang malam? Bisa menyiapkan makan malammu? Memasangkan dasimu? Tersenyum padamu dan mengelus kepalamu jika kau merasa pusing? Mandi berdua denganmu? Ah tidak! Mana bisa gedung tinggi diajak mandi!"

Memangnya siapa juga yang mau mandi dengan gedung? Sekalipun aku meminum pil penguat, aku tidak sebar-bar itu sehingga mau mandi bersama gedung perusahaanku!

Ada-ada saja isi kepala wanita ini!

Sekarang aku benar-benar tidak bisa berfikir, aku ini menikahi manusia atau makhluk lain yang wujudnya sama? Masalahnya, banyak hal aneh dari diri Naima yang kutemui.

Bukan banyak lagi, ia selalu aneh.

Sepanjang waktu.

Sepanjang hari.

Sepanjang minggu.

Sepanjang bulan.

Sepanjang tahun jika hubungan kami masih terus berlanjut.

"Tidak, Ezard kau tidak bisa melakukan apapun dengan mereka! Sekarang lihat, aku!"

Aku melihatnya, bahkan sedari tadi. Sedari awal ia mengomeliku di depan pintu kamar hingga membuatku terduduk mendengarkannya di tepian ranjang sampai detik ini masih berlangsung.







.......

Season With You || Lee Jeno [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang