Chapter 1

28 2 0
                                    

Jumat siang yang terik.

Kotaku yang terkenal dingin udaranya ini rasanya tak mampu mendinginkan otakku. Otakku rasanya seperti rantai sepeda yang los. Tak mau bergerak saat ku kayuh. Mengapa harus saat seperti ini? Saat deadline harus terkejar 2 minggu lagi.

Yaah, benar. Seperti pikiran kalian, aku seorang penulis. Jangan bayangkan aku seorang penulis terkenal. Dengan buku best seller dimana-mana. Walaupun itu mimpi besar ku, tapi sepertinya jalanku masih panjang menuju kesana.

Aku hanya penulis serabutan di salah satu penerbit buku di kotaku. Serabutan dalam arti sebenarnya, menulis buku anak, menyusun buku resep masakan, buku tentang tips mencari kerja atau bahkan menerima job sampingan menulis artikel review buku baru. Kadang juga aku menulis berita berita politik dan ekonomi dengan topik yang sedang ramai dibicarakan. Tergantung pesanan sebenarnya. Apa saja asalkan bisa membawa penghasilan buatku.

Kalau aku sendiri sangat suka dengan sejarah. Aku suka membaca buku buku tentang sejarah, dongeng ataupun mitos. Sayang nya tema seperti itu kurang ada peminatnya, sehingga aku tak banyak menerima pesanan cerita atau artikel dangan tema sejarah.

Sejak kecil aku sering sekali mendengar cerita tentang wayang dan cerita cerita rakyat dari Eyang Kakung ku. Eyang Kakung atau Kakek ku adalah seorang dalang dulu di desanya. Setiap aku berkunjung ke desa mbah kung selalu mendongengiku cerita cerita wayang dan cerita rakyat lainnya. Dan aku selalu yang paling semangat mendengarkannya. 

Perkenalkan namaku..

"Mbak Rinjani.." yeah, itu namaku. Dimas yang memanggilku. Dia pegawai di cafe langgananku. "wah, kok tumben pagi sekali mbak.."

Aku tersenyum menghampiri Dimas yang membawa kain lap di tangannya. "iya, butuh inspirasi pagi Dim. Baru buka yaa? Tempat biasa yaa.." kataku.  "pesanannya juga seperti biasa, 3 orang yaa, Riana sama Oki bentar lagi nyusul" potongku sebelum Dimas bertanya.

Riana dan Oki teman ku sejak kuliah. Kami berjanji bertemu siang ini sambil makan siang. Walaupun kita bertiga sama sama sibuk tapi hari ini kita sempatkan berkumpul sebentar, biasa nya mereka bisa memberiku suasana baru di sela hiruk pikuk deadline yang mencekik.

"Mbak Rinjani lagi bikin cerita apa kali ini?" Dimas tiba tiba sudah muncul di depan ku sambil membawa teko es teh manis dan 3 gelas kosong. Aku dan teman temanku sudah sangat sering ke café ini, sampai hampir semua pegawai di café ini kenal dengan kami. Terutama Dimas. Umurnya 2 tahun lebih muda daripadaku. Dimas tau profesiku sebagai penulis dan Dimas lah salah seorang yang selalu rajin membaca tulisanku. Walaupun kadang dia tidak mengerti dengan tema yang kutulis. Tetapi Dimas selalu rajin memberiku semangat setiap kali kita bertemu, seperti ini.

"iya nih Dim, disuruh bikin cerita romance, cerita cinta. Pusing belum dapat ide." ceritaku sambil menata satu gelas kosong itu di depanku dan mulai menuang sendiri teh manis di dalam teko.

Dimas yang berdiri di depanku malah tertawa. "cerita cinta? Saya jadi penasaran, gimana jadinya cerita mbak Rinjani nantinya. Soalnya tulisannya mbak Rinjani saya rasa ndak pernah yang melow melow begitu" Aku hanya melirik sebal pada Dimas, yang dibalas tawa nya yang makin nyaring.  Walaupun kata-kata Dimas benar.

Romance adalah genre yang susah aku tulis. Rasanya setiap cerita romance yang aku tulis tidak pernah memuaskanku. Mungkin karena aku sendiri sebagai penulis belum merasakan jatuh cinta yang sebenarnya. Aku tidak pernah punya kisah cinta yang rumit dan penuh emosi.

Kali ini si Bos menantangku menulis genre romance dewasa. Bukan teenlit remaja seperti biasa. Dengan iming iming bayaran yang lumayan. Bukan untuk buku yang diterbitkan atas namaku sendiri yang pasti, aku hanya Ghost Writter saat ini. Atau penulis bayangan, hasil tulisanku nantinya akan diterbitkan bukan dengan namaku tapi dengan nama penulis lainnya yang lebih punya nama dibanding aku.

RINJANITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang