-prologue

233 16 10
                                    

Menu makanan hari ini masih sama seperti hari-hari yang telah berlalu sebelumnya. Sebuah ramen instan cup yang berhasil ku curi dari sebuah toko kelontong tanpa CCTV. Setidaknya satu cup ramen ini bisa mengganjal perutku untuk seharian, begitulah doa yang selalu kupanjatkan setiap sebelum makan

Aku bersyukur karena pemilik toko kelontong itu adalah seorang pria renta dengan kacamata plus tebal serta koran yang selalu ia baca, anggap saja pria tua tengah berbaik hati pada gelandangan seperti aku

Seperti halnya bulan-bulan sebelumnya, hari ini tanggal 12, tanggal dimana para volunteer yang datang dari Seoul memberikan bantuan pada wilayah kumuh bertajuk Guryong ini. semua orang tampak antusias menyambut bantuan yang diberikan pada masing-masing mereka, sedangkan aku hanya mengamati dari jauh

Aku sama sekali tidak mengharapkan bantuan apapun, karena percuma saja, para preman itu akan selalu mengambil milikku, namun kini netraku menangkap seorang gadis dengan rambut hitamnya yang diikat tinggi tengah memandang kearahku yang telah menghabiskan seluruh ramenku

Dari kejauhan, aku dapat melihat gadis itu menyunggingkan senyuman, entah dia menujuannya kepada siapa, yang jelas, kini ia berjalan kearahku dengan sebuah box ditangannya. Ketika kini ia telah sampai dihadapanku, lagi-lagi ia tersenyum lebar

“Untukmu, Tuan.”

Ia membalikkan badan tanpa menunggu jawaban apapun dariku, pun aku tidak akan berterimakasih padanya, karena sudah pasti ia dari kalangan berada, sudah sepatutnya dia memberikan bantuan pada gelandangan sepertiku. Kubawa benda itu masuk kedalam rumahku yang tak kalah kumuh. Sampah-sampah soju kaleng dan cup ramen memenuhi ruang tengah yang bahkan belum sempat kubersihkan

Dengan berat hati kuambil kantung hitam disudut ruangan, memasukkan segala macam sampah termasuk tagihan hutang-hutang ibu dan ayahku kedalam. Kuikat kantung hitam itu dan membawanya keluar menuju tempat pembuangan yang nyatanya cukup jauh dari pemukiman ini

Sekembalinya aku dari tempat pembuangan, ternyata hari sudah mulai gelap, jalanan yang hanya selebar dua meter itu kini diterangi oleh lampu-lampu seadanya. Aku tau lampu-lampu temaram tidak cukup terang untuk sekedar menerangi jalanan kumuh ini, tapi aku bisa melihat kini seorang laki-laki jangkung tengah berdiri didepan rumahku, dari penampilannya aku dapat menyimpulkan bahwa mungkin saja ia berasal dari Gangnam, sebuah distrik mewah diseberang pemukiman ini

 Aku tau lampu-lampu temaram tidak cukup terang untuk sekedar menerangi jalanan kumuh ini, tapi aku bisa melihat kini seorang laki-laki jangkung tengah berdiri didepan rumahku, dari penampilannya aku dapat menyimpulkan bahwa mungkin saja ia berasa...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku tidak mempedulikan laki-laki itu, kemudian beranjak masuk kedalam rumahku yang tak terkunci, oh ayolah aku tak punya harta benda apapun untuk dilindungi, namun sebuah panggilan darinya membuatku membalikkan badan

“Chasper?”

Aku mendongak, mendapati kini laki-laki dengan jas rapi itu tersenyum kearahku, aku diam menunggu ia melanjutkan kata-katanya, karena nyantanya hanya orang-orang tertentu saja yang tau mengenai panggilan itu

“Kau Casper, benar?”

“Apa maumu?”

“Bisa kita bicara didalam? Aku clientmu.”

••


Sudah sepuluh menit lamanya aku membawa laki-laki itu masuk, tapi ia masih sibuk mengedarkan pandangannya kesegala penjuru rumahku yang terasa sesak dan penuh

“Cepat katakanlah, aku tidak suka bertele-tele.” Ujarku

“Wow, apa kau selalu tidak sabaran seperti ini, Chasper-ssi?” ia menyunggingkan satu sudut bibirnya kearahku yang kini menutup kepalaku dengan tudung hoodie hitam yang aku gunakan

“Baik, biar aku langsung saja pada intinya. Aku punya misi untukmu.”

62 Days ChallengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang