05 : sisi lain

41 10 11
                                    


Gara yang slengean ternyata anak mama juga
Andin, 2020.

"Maaf." 

"Lo nggak capek apa,dari tadi ngomong maaf?"

Gara menggeleng, pandangannya masih tertuju pada ibu jari Andin yang terluka.

"Dari pada lo tonton, mending bantuin gue masang hansaplast, susah kalau pake satu tangan." Andin menyerahkan hansaplast pada Gara.

Walaupun nggak menjawab permintaan Andin tapi Gara melakukannya apa yang diminta oleh Andin. Setelah luka di ibu jari Andin tertutup sempurna Gara kembali mengucap kata maaf.

"Lo kenapa sih? Kenapa jadi sopan gini? Lagian salah gue juga nggak mindah tangan waktu lo gunting."

Melihat respon Gara yang hanya diam Andin memilih untuk tidak membahasnya lebih lanjut dan mengajak Gara kembali ke aula untuk menyelesaikan pekerjaan.

***

Andin menyipitkan matanya saat cahaya matahari sudah sampai di kasurnya. Matanya melihat jam di atas nakas yang menandakan pukul tujuh. Ya, ini hari minggu dan Andin berjanji akan menikmati hari minggu ini dengan baik. Contohnya melanjutkan tidur pagi setelah salat subuh seperti pagi ini. Dan dia sangat berterimakasih kepada mamanya yang dengan baik hati membiarkan dia melanjutkan tidurnya.

"Yash, gue bakal mempergunakan hari minggu ini dengan baik ya Allah." Andin menengadahkan tangannya layaknya berdoa, senyum terus merekah di bibirnya, di sudah membayangkan bahwa dia akan memasak makanan untuk amunisi dan membeli beberapa camilan untuk nanti dia maraton film.

Tapi tidak lagi saat kakaknya datang ke kamarnya dan menyuarakan sebuah berita, membuat semua kegiatan yang ada di tata oleh Andin terhampar begitu saja dari imajinasinya.

"Dek, dicari Belin. Katanya mau ngerjain tugas, turun cepet, mentang-mentang libur ngebo!"

Andin segera keluar kamar menemui Belin, nggak cuci muka, nggak sisir rambut. Semua nggak penting, karena yang paling penting menurut Andin saat ini adalah menanyakan tugas apanya dimaksud Belin.

"Bel, tugas apa lagi sih ini!?"

"Astaga, Ndin. Lo bener-bener baru bangun?"

"Iya, dan lo ganggu."

"Lah, terserah deh apa kata lo. Sekarang cepet mandi kita ke rumah Dimas." Belin mendorong Andin untuk segera mandi.

"Ngapain anjir ke rumah Dimas?"

"Mau lamaran." Jawab Belin enteng.

"Apa?!"

"Lo pasti nggak baca grup ya? Kebiasaan."

Ya, Andin memang malas untuk membuka percakapan di WhatsApp. Toh, nggak ada yang nge chat dia. Sekali nya ada cuma di grup kelas, dan udah ketumpuk banyak. Dan Andin jelas males nge-scroll .

"Nih!" Belin menyerahkan ponselnya pada Andin.

Andin membaca dengan khidmat. Dan kemudian ia berteriak frustasi.

"Nggak cukup apa buatnya di sekolah aja, ngapain hari minggu ngurusin begituan." Lalu Andin melenggang pergi untuk segera mandi.

***
Yap, di sinilah Andin terdampar di rumah Dimas mengerjakan dekor untuk pensi persahabatan bersama anak-anak yang lain. Andin benci? Jelas, tapi nggak papalah. Hari minggu ini biarkan Andin menjadi orang yang berguna.

"Ndin, ambil makanan mau nggak?" Gea duduk di samping Andin yang lagi kesusahan gunting kardus karena ibu jarinya yang kena gunting kemarin.

"Dari pada gunting begituan, ntar biar gue terusin." Tambah Gea.

THE CONNECTIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang