23 // PDKT

4.6K 378 11
                                    

A/n : Vote dan komen yang banyak dong!^^

🐁🐈

Langit perlahan mulai menggelap, Rangga tengah santai di ruang keluarga.

"Chaaaa," teriak Rangga kencang. Tiba-tiba perutnya terasa keroncongan.

Tidak ada balasan dari orang yang namanya dipanggil. Rangga berniat memanggil sekali lagi dengan suara yang lebih kencang dari sebelumnya.

"Ochaaaaa."

"Apaan sih berisik banget," sahut Ocha sambil menuruni tangga.

"Laper," balas Rangga memelas.

"Ya makan lah."

"Masakin."

"Gue masak apa? Sayur batu? Bahan-bahan aja gak ada," ucap Ocha sekenanya.

"Aelahh, Cha. Belanja sana, kan udah gue kasih uang bulanan."

"Kenapa lo gak pesen makanan di luar aja sih? Ribet banget, ini tuh udah malem. Oh iya sekalian buat gue satu, eh jangan, dua aja deh."

Rangga mendecak. "Ayo keluar deh."

"Eh, ngapain?"

"Cari makanlah. Sekalian belanja, ini kan masih jam tujuh."

"Mager, yaampun." Ocha langsung cepat-cepat merebahkan tubuhnya di atas sofa depan tv. "Udah pewe nih, Ga."

"Cha, gak gue empanin nih," ancam Rangga saat melihat Ocha yang pura-pura memejamkan matanya.

"Empanin lo kira gue ayam?" sahut Ocha yang langsung bangun dari posisi tidurnya. Terpaksa mau ikut keluar dengan Rangga, karena cacing diperutnya terus saja mendemo.

"Pake nih jaketnya." Rangga langsung melempar jaket milik Ocha yang berwarna ungu. Entah sejak kapan cowok itu memegangnya.

"So sweet banget sih," kata Ocha berkelakar, lalu mengenakan jaketnya. "Yaudah, yuk."

Setelah keluar dari rumah, mereka berdua menaiki motor milik Rangga. Tujuan utamanya adalah mencari makan. Butuh waktu setengah jam untuk menunggu pesanan dan menghabiskan seporsi nasi goreng.

Lalu keduanya lanjut menuju supermarket. Ocha bagian mendorong troli, sedangkan Rangga hanya membuntuti di belakang cewek itu dengan terus bersikap jail.

Kembali Rangga menarik rambut panjang Ocha dari belakang, membuat cewek itu mengomel. Tapi bukannya meminta maaf, Rangga malah terkekeh tanpa rasa bersalah. Rasanya, hal seperti ini sudah menjadi mood booster banget buat Rangga.

Mengabaikan cowok kurang kerjaan yang berada di belakangnya, Ocha memilih lanjut berjalan ke tempat bermacam merek susu. Berniat untuk membeli rasa cokelat, karena apapun yang berbau cokelat Ocha sangat menyukainya.

"Ga, lo mau juga?" tanya Ocha.

"Boleh deh," sahutnya asal, karena fokusnya masih menjaili Ocha.

"Ga, stop dulu! Narikin rambut gue mulu nih, awas ya nanti di rumah gue jambak-jambak lo!" kesal Ocha membuat Rangga kembali terkekeh.

"Yaudah cepetan, mau rasa apa?"

"Rasa sayang ada?" tanya Rangga balik. "Soalnya gue kurang kasih sayang nih dari lo."

Ocha bergidik. "Idih, geli."

Rangga lalu tertawa, tidak memikirkan keberadaan mereka berdua sekarang dan mengabaikan tatapan aneh dari orang sekitar.

Ocha dengan cepat menyikut Rangga, rasanya detik ini seakan tidak mau kenal cowok itu. Seakan ingin melontarkan kata Mohon maaf, gak kenal, bukan suami saya. Namun sayangnya, itu percuma karena Rangga terus mepet pada dirinya.

"Rangga diem, lo bikin malu!"

"Iya iya, diem nih."

"Yaudah cepet pilih mau rasa apa?" tanya Ocha kembali.

Hening. Tidak ada sahutan dari cowok di sampingnya.

"Ga," panggil Ocha sambil menoleh.

Diam, masih tidak ada jawaban.

"Rangga! Bodoamat deh." Ocha tidak memperdulikan Rangga, tangannya terulur hendak mendorong troli, tapi terhenti karena Rangga menarik ujung rambutnya pelan.

"Lo yang nyuruh gue diem, terus gue yang salah gitu?" tanya Rangga serba salah.

"Iya!" ketus Ocha.

Rangga tersenyum geli, tapi tidak berniat untuk meminta maaf.

"Cha, mau susu cokelat ini?" tunjuk Rangga pada salah satu kotak susu, membuat Ocha mendelik tajam.

"Bagus buat bumil," kata Rangga sekenanya, lalu meringis saat Ocha langsung menyentil dahinya.

"Udah sana jauh-jauh. Lo cari apa kek, jangan terus ngintilin gue bisa kan?" kesal Ocha.

"Oke, oke."

Ocha berjalan untuk membeli yang lain, dan Rangga sudah tidak lagi mengekorinya. Setelah cukup lama dan troli sudah terisi penuh, Ocha mencari keberadaan cowok tengil itu. Namun tak kunjung menemukan.

Ocha memilih menuju kasir untuk membayar belanjaannya terlebih dahulu, baru akan menelepon Rangga. Tapi langkahnya terhenti saat detik itu juga matanya menangkap sosok yang sedari tadi dicarinya. Ocha menggelengkan kepala, ternyata lagi asik mengobrol dengan seorang cewek berbando biru.

"Gladis." Cewek itu mengulurkan tangannya. Rangga malah menyambut dengan senang hati. Dasar cowok buaya, batin Ocha.

Namanya sangat tidak asing ditelinganya. Ocha berusaha mengingat, tidak butuh waktu lama sampai tahu betul siapa cewek itu. Cewek yang pernah memberi Rangga cokelat, dan berstatus sebagai mantan Kafka.

Seorang mantan dari cowok yang dikaguminya. Ocha menatap lekat Gladis, memandangi dengan tatapan menyelidik. Dilihat dari penampilannya, cewek itu bersikap sok anggun. Jadi tipe cewek Kafka seperti itu?

Ocha kembali menajamkan pendengarannya.

"Oh boleh," sahut Rangga dan menerima ponsel milik Gladis.

"Mau ngapain tuh?" tanya Ocha pada dirinya sendiri. Masih menatap dua manusia yang berinteraksi itu. "Hah, minta nomor telepon? Rangga apa-apaan sih, main ngasih aja. Dasar cowok kurbel. Cakep dikit, pepet terus."

Ocha tidak lagi memperdulikan hal itu, lebih memilih melanjutkan langkahnya yang tertunda untuk menuju kasir. Sepertinya pulang sendiri lebih baik, daripada mengganggu suami dadakannya itu yang sedang asik pdkt. Sangat menyebalkan.

🐁🐈


Bekasi, 13Jul20.

Married with Enemy [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang