24 // Interogasi

4.5K 353 0
                                    

Vote🌟 and comment💬

Happy Reading, guys!💕

🐁🐈

Ocha baru saja turun dari motor gede milik Rangga, lalu melepas helm yang dipakainya. Keduanya sudah sampai di parkiran kafe R-Lova. Ocha menatap bangunan yang ada di samping kirinya, masih tidak yakin bahwa kafe itu milik Rangga. Masih meragukan kemampuan cowok itu untuk mengurus sebuah bisnis.

Dan tak dipungkiri bahwa kafe yang dikelolanya itu sangat memikat daya tarik masyarakat. Keadaan kafe yang selalu ramai. Memang perlu diacungkan jempol karena konsep kafe yang sangat kekinian, dan menu-menu terbaru serta terjangkau di kantong pelajar sepertinya.

Kini tatapan Ocha beralih pada Rangga, mengingat kembali tujuan mereka datang ke sini untuk menemui sahabatnya masing-masing. Dan sangat diyakini, para sahabatnya sudah menyiapkan rentetan pertanyaan untuk dilontarkan pada mereka berdua.

"Lo masuk duluan deh, Ga." Ocha mendorong pelan bahu cowok itu. Memilih mengalah dan membiarkan Rangga masuk kafe terlebih dahulu.

"Barengan ajalah." Rangga menyahut sambil merangkul pundak Ocha dengan tangan kirinya. Seolah tidak ada hal yang perlu dipermasalahkan.

Ocha segera menepis tangan Rangga. "Heh curut! Inget ka-"

"Curut-curut! Dosa loh Cha, ngatain suami kayak gitu," potong Rangga, sepertinya sekarang dirinya sudah bisa berkuasa atas Ocha. "Surga lo sekarang ada ditelapak kaki gue nih, nih." Rangga menggoyang-goyangkan kaki kirinya penuh peringatan.

"Iya, iya. Suami!" balas Ocha ketus. "Pokoknya gue bakal marah sama lo dalam jangka waktu yang cukup lama, kalau sampe mereka tau kita udah nikah."

"Buat apa dirahasiain kalau ujung-ujungnya mereka bakal tau? Mending dari sekarang." Rangga tidak mau memusingkan perihal sepele ini.

"Buat apa lo kasih tau mereka? Kalau ujung-ujungnya kita bakal pisah," tandas Ocha tajam.

Rangga sangat tidak suka dengan perkataan Ocha. Memang dirinya belum bisa mencintai cewek itu sepenuhnya, tapi pernikahan bukanlah perihal main-main.

"Cha, pernikahan bukan main-main ya. Dan gue cuma mau nikah sekali seumur hidup," kata Rangga serius.

"Oh ya? Mana percaya gue sama ucapan lo itu. Yakin seumur hidup? Sekalipun lo gak cinta sama gue?" tanya Ocha dengan senyum meremehkan.

"Yakin. Lagian emang lo bakal tau perasaan setiap orang gimana nantinya? Ya siapa tau, lo malah jatuh cinta sama pesonanya seorang Rangga, sebagai suami tampan nan setia pada Ocha Calista, istri satu-satunya." Rangga menyilangkan kedua tangannya di dada, menyombongkan diri atas ketampanannya yang di atas rata-rata.

"Hihh, geli. Suka-suka lo deh gimana, gue tunggu aja janjinya." Ocha menantang cowok itu. "Sampe lo ingkar, gue cincang lo."

Rangga langsung menyemburkan tawanya, geli. "Uuu atut, galak banget sih istrinya Rangga."

"Geli tau gak sih! Jangan sebut-sebut gue istri lo." Ocha langsung berjalan cepat untuk masuk ke dalam kafe, meninggalkan Rangga yang masih tertawa.

Rada sinting suaminya itu, tidak tahu tempat, padahal tidak ada hal lucu untuk ditertawakan. Memang sih tertawa itu gratis, tapi ketawanya Rangga itu loh buat Ocha malu.

Berbicara dengan Rangga hanya bisa menguras tenaga. Buang-buang waktu untuk mendengarkan omong kosongnya. Ocha terus berjalan tanpa mau menoleh. Hingga dirinya masuk ke dalam kafe, dan menemukan keberadaan sahabatnya.

"Ochaaa!" teriak Meyka tak tahu malu. Ocha sampai heran, kenapa dirinya didekatkan dengan orang-orang yang urat malunya mungkin sudah putus.

"Wowowo ... Kok ke sininya bisa barengan sih?" Pahlevi menaik turunkan alisnya, berniat menggoda.

Ocha mendecak kesal karena Rangga malah mengekorinya. Seharusnya cowok itu tunggu beberapa menit, untuk memberi jeda setelah ia menginjakkan kakinya di dalam kafe. Agar tidak ada yang curiga dengan mereka yang sebenarnya berangkat bareng dari rumah.

"Heh, lo berdua ke mana aja?" tanya Awil yang sudah kepo abis.

"Iya, Cha. Gue ke rumah lo kemarin tapi sepi banget." Cara menyahut.

"Lo berdua tuh ya, kalau kata pepatah, hilang bak ditelan bumi. Seminggu bener-bener susah dihubungin dan gak ada kabar. Gue jadi curiga nih, masa ngilangnya barengan gitu sih." Awil melayangkan tatapan menginterogasi.

"Hayoo ... Lo berdua ngapain aja seminggu ini?" timpal Pahlevi yang mendapat anggukan semuanya kecuali Ocha dan Rangga tentunya. "Datengnya barengan gini lagi."

"Yaelah, dateng bareng bukan berarti berangkat bareng! Lo semua paham kata kebetulan kan?" Ocha mengangkat sebelah alisnya. Tanpa perlu menunggu reaksi semuanya, cewek itu kembali melanjutkan ucapannya. "Gue sama Rangga ya cuma kebetulan. Lagian lo semua kenapa sih? Masalah kayak gini aja dikepoin."

"Santuuyy, ngegas aja sih Mbaknya, heran." Pahlevi terkekeh.

"Ke mana lo seminggu ini? Sok sibuk amat, heran." tanya Awil yang juga menambahkan kata heran di akhir kalimatnya, mengikuti ucapan Pahlevi sebelumnya.

Rangga tersenyum pongah. "Biasa ... Bos sibuk ngurus nih kafe."

"Halah," balas Awil malas.

"Iya iya gue mah percaya, asal gratisan tetep ngalir," timpal Pahlevi si kaum gratisan.

"Terus lo ke mana seminggu ini?" tanya Cara kembali pada topik, pertanyaan yang ditujukan untuk Ocha.

"Gue ngurus keponakan, pol seminggu."

Jawaban yang tentunya membuat semua mengernyitkan dahi heran. Lalu mereka saling tatap satu sama lain, seperti ada yang salah dengan jawaban Ocha.

"Bang Satria sama Kak Ratna emang ke mana?" tanya Meyka.

Meyka dan Cara, kedua sahabat Ocha itu memang sudah akrab dengan semua keluarganya. Dikarenakan mereka berdua sering main ke rumah Ocha di saat jam pulang sekolah atau hari libur. Jadi, tak heran bila keduanya mengenal kakak iparnya.

"Ya itu ... Bulan madu lagi," sahut Ocha sekenanya.

"Hah? Lo aja udah punya keponakan, yekali bulan madu, dikira pengantin baru," balas Awil sambil terbahak. Kocak juga musuh dari sabahatnya itu.

"Keponakan lo tuh umur berapa bulan?" tanya Meyka.

Ocha berdehem sebentar. "8 bulan."

Kini Pahlevi yang tertawa, bahkan sampai menggeleng-gelengkan kepalanya. "Umur segitu baru bisa merangkak, udah mau dibikinin adek aja. Hebat Abang lo, perlu gue tiru," celetuknya.

Ocha meringis lalu memohon ampun dalam hati, karena sudah menumbalkan nama Satria dan Ratna. Yang terpenting sekarang adalah statusnya dengan Rangga tidak terbongkar. Ocha belum siap jika sampai sahabatnya tahu.

"Ya udah sih, intinya gitu." Ocha perlu mengalihkan pembicaraan. "Ini juga gara-gara lo semua!"

"Salah apa kita?" Cara mewakili.

"Ya salah karena ngebuat gue sama Rangga satu mobil waktu ke puncak. Akhirnya kan jadi-"

Ocha menggantungkan ucapannya. Hampir. Hampir saja keceplosan dan semuanya pasti terbongkar sebelum waktunya.

Ocha menghela napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Berusaha menetralisasi rasa paniknya, sebisa mungkin agar semuanya tidak menaruh rasa curiga. Cepat-cepat mencari alasan.

"Jadi?"

"Jadi berantem terus tiap saat," sahutnya cepat. "Oh iya, gue mau pesen makanan dulu deh."

Lalu Ocha pergi meninggalkan semuanya, berjalan memesan makanan untuk dirinya dan Rangga. Sebelum rentetan pertanyaan kembali menghunjamnya.

🐁🐈

Bekasi, 24Jul20.

Married with Enemy [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang