Sachy : 8

146 31 41
                                    

Semalam setelah aku diantar pulang oleh Psikolog Zayan, Aku menyendiri di dalam kamar yang sepi. Aku sudah terbiasa menikmati ini, sekarang adalah masa dimana aku mengalami Fase Depresi.

Keputus-asaanku setelah mendengar penuturan Psikiater Jun sangat mendalam, aku sangat kecewa pada diriku sendiri. Bagaimana bisa diriku seperti ini? Kadangkala aku bingung mau seperti apa dan bagaimana dengan kondisiku sekarang.

Apalagi ketika mengetahui bahwa Bipolar Disorder tidak bisa sembuh secara total, seketika ketakutanku membuncah begitu saja. Apakah benar, Bipolar tidak bisa disembuhkan?

Psikiater Jun mengatakan, "Kamu harus benar-benar peduli sama kesehatan mentalmu, dan berhentilah untuk membenci diri sendiri."

Tapi percayalah sangat sulit menerima diri sendiri setelah di Diagnosis Bipolar. Aku tidak bisa menerima mentalhealth ini.

Rasanya baru kemarin aku merasakan kebahagiaan yang berlebihan yang disebut Fase Mania, tapi dengan sangat cepat moodku langsung berganti ke Fase Depresi. Percayalah, ini melelahkan bahkan memuakkan.

Dan kamar sepi inilah yang sudah menjadi temanku selama 17 tahun aku hidup, entah sampai kapan aku akan terpuruk seperti ini. Rasanya aku ingin Tuhan untuk mempercepat kematianku.

Aku sangat lelah dengan dunia yang fana' ini, aku melirik ke arah cermin yang memantulkan bayangan diriku yang sangat kacau.

Gelap. Itulah yang kulihat. Hanya ada sedikit cahaya yang masuk ke dalam kamarku, bahkan lampu kamar tidak ku-nyalakan.

PRANG
Aku melempar cermin yang memantulkan bayangan diriku, aku muak melihat diriku sendiri. Awalnya aku ketakutan melihat beling-beling kaca itu, tapi rasa ingin melukai diriku sendiri sudah menggebu-gebu.

Aku mengambil pecahan kaca itu dan mulai melukai diriku sendiri, keadaan seperti ini sering disebut Self harm.

Rasanya tenang sekali ketika aku melihat pergelangan kiriku yang mulai tersayat-sayat membentuk garis panjang. Aku sangat suka lukisanku.

Malam itu aku habiskan dengan melukai diriku sendiri, hingga aku terjun ke alam bawah sadarku.

•••

Hari ini aku kembali masuk ke sekolah setelah dua hari aku absen. Satu hari aku habiskan di Rumah Sakit Jiwa dan satu hari lagi aku habiskan di dalam kamar yang sepi.

Aku berjalan di koridor sekolah dengan kepala tertunduk dan rambut yang terurai hingga menutupi wajahku. Aku juga menggunakan Hoodie hitam andalanku, untuk menutupi bekas sayatan di tanganku.

Hari ini rasanya badanku sangat lelah, bahkan untuk berkedip saja aku tak sanggup. Mataku sayup, tubuhku melemah, suhu badanku mulai panas. Otakku rasanya tidak berjalan dengan semestinya, rasanya sangat berat.

Biasanya pagi-pagi begini Meria sudah ada di depan kelasnya atau berjalan-jalan mencari target Bullyan-nya, tapi kali ini aku tidak mendengar suaranya yang berteriak. Kemana dia?

Aku memasuki kelas dan langsung menduduki kursi, teman-temanku semua melihat diriku dengan tatapan berbeda. Ah iya aku melupakan sesuatu, hari dimana ketika tiba-tiba aku berada di Rumah Sakit Jiwa. Bagaimana bisa?

Aku mendatangi meja Regina dengan sisa-sisa tenagaku untuk bertanya apa yang terjadi, tapi dia malah menunjukkan respon yang tidak baik. Tidak biasanya dia seperti ini.

"Regina!" Sentakan itu keluar begitu saja. Aku menoleh ke sumber suara yang baru saja masuk kelas, dia memberi kode pada Regina untuk menjauhiku. Orang itu adalah Regal.

"Masokis, mending lo jauh-jauh dari pacar gue. Ntar si Regina ketularan gila lo!" Dia mengatur meja Regina dengan mejaku agar berjauhan.

Semua siswa menjauhiku dan tidak ada yang ingin berdekatan dengan ku, walaupun sebelumnya sudah seperti ini tapi kurasa ini lebih buruk dari yang sebelumnya. Aku dijauhi, Aku diam.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 01, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Maretta's Mental DisorderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang