|“Aku baru saja memulai semuanya, dan kecelakan yang suamimu alami saat ini, hanya sebuah awalan kecil. Akan ku beri kau keringanan, kau masih bisa merubah pemikiranmu, Jihoon.”
Jihoon menggeleng tak percaya mendengar perkataan yang baru saja Guanlin lontarkan.
Jika akan seperti ini, ia menyesali keputusannya menerima ajakan mengajar di sekolah ini. Sangat menyesal.
Namun, ia bisa apa? Nasi sudah menjadi bubur. Menyesal pun tak ada gunanya.
Jihoon baru saja akan menolak mentah-mentah penawaran yang Guanlin ajukan, sebelum dengan cepat lelaki berdarah Taiwan itu kembali berujar, membuat ia terdiam.
“Dan dari kejadian ini pun kau tahu bukan jika aku tidak akan main-main atas ucapanku?”
Ya. Jihoon melupakan fakta bahwa Guanlin sangat berambisi menjadikan ia sebagai miliknya, dan segala cara sudah pasti akan ia lakukan untuk menyingkirkan suaminya tersebut.
“Tiga hari lagi. Tiga hari lagi aku akan menerima bagaimana keputusan akhirmu.”
Ia melirik sekilas pada Guanlin yang masih menatapnya lekat, dan tanpa mengucap sepatah kata pun ia berjalan meninggalkan muridnya itu.
Guanlin sendiri pun diam membiarkan, ia tahu pasti Jihoon butuh waktu untuk berpikir.
⭐️°⭐️
Semilir angin sore yang berhembus dengan lembut menerbangkan helaian rambut lelaki manis yang sedari tadi terdiam di rooftop rumah sakit tempat sang suami di rawat.
Ya, Jihoon, si manis sudah berada si sana sejak dua jam yang lalu.
Menenangkan pikirannya yang kacau sekaligus mencari jalan keluar dari— permainan(?) bisakah kita sebut kejadian yang sedang ia alami ini adalah permainan?
Permainan yang dibuat oleh anak muridnya sendiri atas dasar obsesinya.
Ya seperti itulah.
Kembali pada si manis, ia masih terdiam sama sekali belum mendapat titik terangnya.
Karena bagaimana pun, ia dalam posisi yang sulit.
Namun, jika di pikir secara logika, mudah saja. Ia hanya tinggal memilih Guanlin maka suami dan bayinya itu akan aman dan semuanya selesai.
Tapi, bagaimana pandangan mertuanya tersebut jika ia meninggalkan suaminya di saat keadaan seperti ini? Meskipun yang ia lakukan adalah semata-mata menyelamatkan suaminya dari kegilaan sang murid.
Tapi— ah tentu kalian mengerti jika berada di posisi Jihoon benar?
“Yah, Bun... Apa yang harus Jihoon pilih?”
⭐️°⭐️
Dua hari kemudian. . .
Kelas 12 Sosial 4 akan selalu menjadi kelas ter-rusuh. Ditambah dengan absennya si guru manis dari jadwal mengajarnya.Suasana kelas yang berisik ditambah beberapa meja dan bangku yang tak berada si posisinya menambah kekacauan yang ada.
Seperti dejávu, kelas yang sebelumnya ramai bagaikan pasar bertambah kacau sebelun semua kembali tertata pada tempatnya saat seorang Mr. Vernon memasuki kelas.
“Selamat siang semuanya. Saya hadir membawa satu berita baik dan satu berita buruk.” ujarnya menatap satu-persatu anak kelas tersebut.
“Berita buruknya adalah— Pa Jihoon, guru muda yang menjabat sebagai wali kelas sementara kalian mengundurkan diri dari sekolah, dan berita baiknya adalah—
Pa Seongwu akan kembali mengajar dan menjadi wali kelas tetap kalian. Beliau sudah akan kembali mengajar siang nanti.” lanjut guru bule tersebut.
Hening.
Tak seperti apa yang di ekspetasikan, reaksi anak kelas justru membuat Mr. Vernon terheran.
“Ah— dan satu lagi! Pa Jihoon meminta maaf karena beliau tidak berpamitan langsung dengan kalian. Kalau begitu kalian kerjakan saja soal-soal halaman 77-84, saya harus menghadiri acara seminar hari ini, terima kasih.”
Seperginya guru bahasa inggris tersebut, seisi kelas mendesah kecewa.
“Sudah izin, lalu tiba-tiba Ka Jihoon pergi begitu saja. Jahat sekali.” keluh Haechan, yang tentu saja mendapat beo-an temannya yang lain.
“Benar! Sudah kepalang nyaman dengan Ka Jihoon.”
“Aku lebih suka belajar bersama Kakak manis dibandingkan guru galak itu~!” Timpal yang lainnya.
Berbeda dengan anak kelas yang mengeluh, Guanlin lebih memilih langsung menghubungi guru manisnya itu.
Namun, usahanya tak membuahkan hasil apapun. Si manis tidak dapat dihubungi.
Tak ada jalan lain! Ia harus pergi ke rumah sakit, menemui si manis disana.
⭐️°⭐️
Sepulang sekolah, Guanlin langsung saja menancap gas mobilnya menuju rumah sakit.
Tak membutuhkan waktu lama, ia sampai.
Langkah kakinya bergerak cepat membawanya menuju ruangan suami dari gurunya tersebut, tapi naas. Kamar rawat VIP itu kosong.
Tak hilang akal, ia bergegas menghampiri suster yang sedang berjaga. “Permisi sus, mengapa kamar Dandelion 3 kosong?”
“Dandelion 3, pasien bernama Lee Hangyul?” jawab sang suster.
“Ya.”
“Pasien atas nama Lee Hangyul dipindah rumah sakit atas permintaan keluarga, pagi tadi.”
“Di pindah ke rumah sakit mana kalau boleh saya tau?”
Suster itu menggeleng pelan, “Mohon maaf tuan, tapi pihak keluarga tidak memberitahu kami kemana pasien akan di pindah. Ada yang bisa saya bantu lagi?”
Balik Guanlin yang menggeleng, “Tidak, itu saja. Terima kasih sus.”
Ia berbalik berjalan meninggalkan suster tersebut. Tangannya dengan cepat mengambil ponselnya yang berada di saku almamater yang ia kenakan.
“Halo? Ya, cari tahu keberadaan Park Jihoon dan suaminya Lee Hangyul. Secepatnya kabari aku keberadaan keduanya.”
‘Kau salah mengambil langkah jika menghindariku, Jihoon. Akan ku temukan kau, dan saat itulah kau akan menjadi milikku seutuhnya!’
—To Be Continued.
Ini teh dimana si? Pengen jajan disitu ajalah aingㅠㅠ
KAMU SEDANG MEMBACA
The Teacher Is Mine [Panwink]✓
FanfictionS h o r t || S t o r y "Jihoon itu milikku. No one can have him, except me!" Begitulah Lai Guanlin menklaim bahwa Park Jihoon, guru baru yang menjabat sebagai wali kelas sementaranya itu, sebagai miliknya. Warn⚠️ You don't like it? Just leave it! B×...