GC 1

1.7K 71 12
                                    

Pemuda dengan rambut hitam legamnya terduduk disalah satu sudut ruangan, tangan disisi kepalanya menutup agar suara  gemuruh keramain air itu cepat berhenti.

Nafasnya tersengal membuatnya menepuk dadanya keras.

Mata sayapnya melirik panik dalam kesunyian malam dikamar sederhana yang kini hanya disinari lampu kecil belajarnya.

"kakek hiks," airmatanya jatuh lalu menarik kedua kakinya yang dihiasi perban disalah satu kakinya untuk ia sembunyikan wajahnya disana.

"maafkan Jihoonie hiks, Jihoonie janji tidak akan memintanya lagi Jihoonie janji, Jihoonie hanya mau kakek hiks, kakek!!!"

Suara petir membuatnya semakin menyudutkan diri dalam kegelapan yang tersisa.

Kalung salib ia genggam dan membaca doa yang selalu kakeknya ajarkan padanya.

Mulutnya tidak berhenti berdoa seraya memeluk tubuhnya sendiri erat.

Ia sendirian.

Orang satu-satunya yang ia cintai pergi jauh karenanya.

Sudah dihadapkan oleh sang pencipta yang maha kuasa.

Rintikan air kini mengenai kaca jendelanya keras membuat atensi semakin gentar akan ketakutan.

Ia kehabisan nafasnya. Membaringkan tubuhnya doa tidak lepas dari pergerakan mulutnya yang gencar meraup oksigen dengan rakus.

Tangan satunya ia gunakan memukul kembali dadanya dengan kuat menimbulkan suara yang memilukan disertai isak tangis kecilnya.

"maafkan Jihoonie," ucapnya yang kesekian kalinya sebelum penglihatannya menggelap bersamaan dengan suara teriakan menghampirinya.

"Jihoon?!! Yatuhan,"

.
.
.
.
.

Jihoon dengan perlahan membuka matanya dan melirik kaca jendela waspada.

Hujan sudah berhenti.

Membuang nafasnya pelan dan dengan berlahan mengatur dengan tenang diatas tempat tidurnya.

Tempat tidur? Sejak kapan—?

"Jihoon," panggil seseorang yang baru Jihoon sadari kini duduk disamping ranjangnya masih dengan balutan Jubah hitam membaluti tubuh besar itu.

"daddy?"

"maafkan daddy karena meninggalkanmu sore tadi,"

Pria berumur 35 tahun itu kini membuka jubahnya menyisakan kemeja berwarna senada itu tertinggal ditubunya.

Jihoon menggeleng lucu mendengar itu dan berusaha tetap tenang dihadapan pria ini.

" apa kakimu sudah membaik?," pria itu kini menyibak selimut untuk memperhatikan salah satu kakinya dibaluti perban tebal selama 6 bulan terakhir.

Jihoon hanya mengangguk sebagai responnya. Membiarkan pria itu mengusap kepalanya pelan.

Suara ketukan pintu membuat atensi mereka mengarah kesana dan memperlihatkan wanita tua dengan nampan ditangannya.

"bibi Jung darimana sampai meninggalkan Jihoon sendiri dirumah?,"

"maafkan saya tuan Kang...saya pergi membeli beberapa bahan makanan dan sebelum pulang hujan sudah turun. Lalu ponsel saya tertinggal untuk mengabari tuan Kang."

Wanita tua itu membungkuk seraya memberikan nampan pada pria Kang yang memintanya.

"lain kali jangan melupakan tugas utamamu bibi Jung." wanita itu mengangguk cepat dan kembali berseru minta maaf.

Get Closer (NIELWINK) I√Where stories live. Discover now