Sementara itu, di dimensi lain...
Kedua bola mata itu terbuka perlahan, mata dengan iris biru dengan pinggiran merah menghiasi mata indahnya, kedua bola mata itu menatap taman bunga mawar biru miliknya, tempat ia duduk bersantai saat ini lalu sebuah senyum indah terbentuk dari bibirnya, senyum yang memiliki makna tersendiri baginya.
Cuppp...
"Kau sudah kembali Ratuku?"
Wanita itu menoleh kearah pria yang baru saja mendaratkan sebuah kecupan di pipinya, "kukira kamu sudah istirahat," ujarnya tanpa menjawab pertanyaan yang ditujukan padanya.
"Istirahat?" Pria itu mengambil tempat duduk tepat di sampingnya. "Sepertinya kamu lupa kalau aku tidak butuh istirahat. Dan meskipun aku butuh, aku tak mungkin bisa beristirahat tanpa istri tercintaku."
Wanita itu tersenyum hangat padanya. "Kalau begitu temani aku sebentar di sini!" Ajaknya.
"Dengan senang hati. Tapi jawab dulu pertanyaanku," pria itu mengambil tangan istrinya dan menyelipkan jari-jarinya disela jari-jari sang istri, sebuah kebiasaan yang tak akan pernah bisa menghilang. "Barusan... Kamu darimana?"
Senyum hangat wanita itu semakin melebar. "Sejak kapan kamu memperhatikan?"
"Sejak tadi, melihat istriku duduk tenang di depan taman bunganya dimalam hari sambil menutup matanya membuatku bertanya-tanya, kali ini dia pergi kemana dan menemui siapa lagi? Apa yang dia lihat sehingga tidak menyadari keberadaanku didekatnya?"
"Jangan mulai Tuan Martin, aku hanya pergi beberapa menit saja," balas wanita itu. "Pada dasarnya aku tidak kemana-mana, aku tetap di sini. Di dekatmu..."
Martin mengecup sayang tangan mulus istrinya yang tetap cantik dan awet muda meski usianya telah menginjak 40 tahun, lebih tepatnya 540 tahun.
"Tetap saja kamu menjauh dariku, tubuhmu disini, tapi jiwamu berada di tempat lain, kamu tahu kalau aku suka saat kamu berada di dekatku, baik raga, hati dan jiwamu. Jadi sekarang jawab aku, darimana saja tadi?"
Wanita itu akhirnya tertawa, tak mampu menahan rasa geli melihat ekspresi wajah suaminya yang begitu menggemaskan seperti anak kecil.
"Oh ayolah... Jangan menertawakan suamimu ini."
"Maaf, maaf, astaga... Lihat wajahmu tadi Sayang, ya ampun... Kamu terlihat sangat lucu dan manis," wanita itu berkata sambil berusaha menghentikan tawanya.
"Aku tidak manis, mana ada vampire setampan aku manis," rajuknya.
Wanita itu meraih kedua pipi dingin suaminya, kemudian menggoyangkannya ke kiri dan ke kanan dengan gemas. "Ya, vampire tak ada manis, hampir semua vampire itu berwajah pucat dan terlihat menyeramkan dengan gigi taring mereka. Tapi bagiku... Vampire tampan satu ini adalah vampire termanis yang aku miliki. Vampire tampan milik Flory seorang."
Martin langsung menyatukan kedua bibir mereka, melumat cepat bibir wanita yang menyandang nama belakangnya sejak sumpah pernikahan mereka berpuluh tahun yang lalu. Rasanya masih sama seperti dulu, tak ada yang berubah sedikitpun saat ia menikmati bibir ranum istri tercintanya. Istri yang telah terikat dengan sejak ia dilahirkan.
"Ehemmm..."
Deheman itu menyadarkan keduanya yang tengah asyik bercumbu, saat mereka berdua memisahkan diri lalu menoleh, Aura telah berdiri canggung di hadapan mereka.
"Huhhh... Haruskah kamu mengganggu kami Aura?" Martin bertanya dengan sebal.
"Umm... Maaf mengganggu waktu kalian berdua, tapi saya di sini karena Yang Mulia Ratu memanggil."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Story Of The OffSpring
Lupi mannariAku terjebak, tak ada jalan lain untuk mundur dan aku tak akan pernah bebas dari ikatan takdir yang telah tertulis dalam catatan hidupku. Aku penggemar kisah fantasi, tapi tak pernah menyangka bahwa kisah itu akan terasa nyata saat ini. Saat ia berg...