"dikelompok kita kan cuma han yang paling pinter, gimana kalau nomor satu sampai sebelas biar han yang ngerjain? pulang sekolah nanti aku sibuk banget, ada ekskul basket.""aku juga, ada acara keluarga sampai malam. jadi kemungkinan ngga bisa ngerjain banyak-banyak, apalagi ini susah banget!"
"bomeen juga masih sakit, kasian kalau dikasih banyak-banyak soal. gimana han, mau kan? sedikit kok, cuma sebelas soal aja, sisanya biar aku sama sanha."
remaja manis bernama han tersenyum tipis sembari mengangguk beberapa kali. mengabaikan sakit pada bagian dada sebelah kiri, han acungkan jempolnya dengan senyuman yang masih setia terpatri di bibirnya, "oke, lagi pula aku senggang kok, hehe.." ucapnya.
sanha dan satu remaja laki-laki lain bernama daehwi mengangguk, gumamkan kata 'terimakasih' sebelum bangkit dan pergi meninggalkan han dengan berbagai alasan yang berbeda.
di tempatnya, han hanya menurut ketika sanha menyarankan han untuk segera mengerjakan tugas kelompok mereka. 'supaya tidak ribet nanti,' alibi nya, dan lagi-lagi yang bisa han lakukan hanya mengangguk, menurut, dan meng-iyakan tanpa berani menolak.
"wah susah juga ya.." han bermonolog sembari mengetuk-ngetuk dahinya dengan pensil tulis saat melihat soal nomor lima. netra cokelat kembarya bergulir, baca satu persatu kata yang tertulis di kertas. mati-matian han menahan air matanya yang memupuk, menumpuk di pelupuk mata.
ah, untuk kesekian kalinya ia dimanfaatkan dengan alasan yang sama.
menarik napas dalam, han memilih untuk lebih fokus pada pekerjaan yang tengah ia kerjakan dibanding memperdulikan memori-memori masa lalu yang terus menerus berteriak, memerintahkan han untuk menyerah saja daripada bertarung dengan dunia.
"jangan pernah nyerah, han. apapun yang terjadi jangan pernah menyerah."
begitu pesan bunda sebelum wanita yang paling han cintai itu menghembuskan napas terakhirnya empat tahun lalu. saat itu umurnya baru menginjak tigabelas tahun, rumah sakit gardenia adalah tempat terkahir han bisa memeluk bundanya secara langsung.
"kalau sakit, kamu harus bilang-bilang sama om atau tante, ya?"
han yang pada saat itu masih mati rasa setelah menangisi kepergian bundanya semalaman hanya mengangguk lemas. tangannya memeluk bingkai foto, namun mata menyorot kosong ke sudut ruangan. benar-benar marah dengan dunia yang seenaknya mengusir bunda dan memisahkan han dengan bundanya.
"tante, dada han sakit..."
"minum obat pereda sakit aja ya sayang? tante lagi sibuk banget, sore ini ada rapat."
"t-tapi ini sakit banget.."
"iya, nanti tante hubungi lagi ya? maafin tante, tapi rapatnya ngga bisa ditunda."
"ta——"
sambungannya diputus sepihak. han menangis tersedu-sedu, meringkuk di lantai dengan tangan meremat kuat dada kirinya, menggerang menahan sakit sampai gelapnya alam bawah sadar merenggut kuasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
SUNSHINE
Short Storyhan jisung. tentang han, dan kesendiriannya. © chrisnomania