Sebelumnya saya berterima kasih kepada pada reader yang sudah mampir ke cerita saya :) ini cerita ketiga saya. Saya harap kalian menyukai karya-karya saya :) saya pun masih belajar, maka dari itu saya masih sangat membutuhkan kritik dan saran agar bisa memperbaiki cara penulisan saya dikemudian hari :)
JADILAH PEMBACA BIJAK. SAYA YAKIN KALIAN SEMUA ORANG BAIK :) TAU BAGAIMANA CARA MENGHARGAI PARA PENULIS :)
TERIMA KASIH BANYAK UNTUK YANG SUDAH VOTE DAN KOMEN :) I LOVE YOU❤️
***********************
Di suatu sore terlihat siluet dua insan berbeda jenis yang tengah duduk berdua di bibir pantai sambil menikmati embusan angin yang kian kencang hingga dinginnya menusuk kulit.
Senja menyenderkan kepalanya di bahu Langit. Rambutnya tersapu angin hingga menutupi wajah pucat miliknya.
"Lang." Suara lemah dan bergetar itu terdengar dari bibir pucat milik Senja.
Langit bergeming. Ia menatap wajah sang pacar dari samping. Tangan kirinya berusaha menyingkirkan rambut yang menutupi wajah cantik milik pacarnya.
"Kalo suatu saat aku udah gak ada, apa kamu akan melupakan aku?" Terdengar sangat jelas tersirat akan kesedihan dari nada bicaranya.
Langit menghentikan aktivitasnya sejenak. Merasa terkejut oleh pertanyaan Senja yang sangat tiba-tiba.
"Kamu ngomong apa, sih?" Suara lembut milik Langit mampu membuat hati Senja sedikit tenang.
Penyakit yang di deritanya kian hari semakin memburuk. Itulah sebabnya mengapa Senja merasa khawatir tiap malam saat menjelang jam tidurnya. Ia selalu diselimuti rasa khawatir. takut jikalau ia memejamkan matanya ia takkan bisa bangun kembali.
"Kata dokter umur aku gak lebih dari 2 Minggu. Bisa aja kan ini hari terakhir aku sama kamu? Sebab semakin hari kondisi kesehatanku semakin memburuk."
Langit membenarkan posisi duduknya. Mendadak suasana yang tadinya bahagia, kini terasa sangat tegang. Senja yang sejak tadi bersandar di bahunya pun menegakkan posisi duduknya. Mata sayunya menerawang lurus ke depan.
"Dokter itu bukan Tuhan. Dia gak ada hak buat menentukan kapan seseorang akan meninggal."
Senja menatap mata sang kekasih, terlihat ada semburat ke khawatiran yang amat besar di dalam mata kelabu itu.
Tangan besar Langit menangkup pipi tirus milik Senja. Kehangatan langsung menjalar ke seluruh bagian dari telapak tangannya.
Mata tegas miliknya dan mata layu milik Senja bertemu memberikan efek hangat yang langsung terasa di lubuk hati mereka.
"Aku percaya kamu pasti sembuh, Sayang. Kamu wanita kuat." Nada bicara Langit sangat kentara tersirat akan harapan yang amat besar untuk kesembuhan kekasihnya.
Perlahan air mata meluncur bebas di pipi tirus milik Senja. Ia menangis tetapi senyuman tercetak di bibir tipis miliknya. Dengan sigap Langit menghapus air mata itu dengan kelembutan. Takut jikalau ia kasar sedikit Senja akan terluka karenanya.
Mereka pun berpelukan. Menyalurkan rasa yang tak bisa didefinisikan.
Matahari kian tenggelam di ufuk barat. Langit mengeratkan pelukannya saat merasa pelukan Senja mulai meregang.
Air mata Langit perlahan mulai menetes satu per satu. Berlomba-lomba untuk terjun bebas menyusuri pipinya.
"Aku mencintaimu, Senja."
TAMAT
KAMU SEDANG MEMBACA
LANGIT SENJA (END)
Short Story"Aku ingin menjadi Senja yang selalu kau kagumi setiap kau melihatnya" -Senja "Aku ingin menjadi Langit yang selalu bisa membuatmu tersenyum setiap kau melihatnya" -Langit