Pattar mengikuti seorang guru yang kini tengah berjalan di depannya. Setelah bertemu dengan kepala sekolah, ia langsung diarahkan menuju ruang guru dan menemui wali kelasnya. Pattar berjalan sambil mengamati sekelilingnya. Ia bisa melihat sebuah lapangan basket di tengah sekolah dan sebuah tiang bendera yang berdiri kokoh di tengah lapangan. Kelas-kelas tersusun mengelilingi lapangan besar itu. Pemandangannya tidak jauh berbeda dengan sekolah lama Pattar, hanya saja sekolah lamanya tidak memiliki gedung bertingkat.
Guru yang ada di depan Pattar berhenti di depan sebuah kelas dengan papan kecil menggantung di depannya. Pattar memundurkan badannya beberapa langkah untuk melihat tulisan yang ada pada papan itu. Pada papan tersebut tertulis XI IPA 1. Guru yang ada di depan Pattar mempersilahkan Pattar masuk ke dalam kelas, kemudian kelas yang tadinya riuh berubah menjadi tenang.
"Hari ini kalian kedatangan seorang teman baru. Silahkan perkenalkan diri." Guru berkacamata itu mengangguk memberi kode pada Pattar.
"Saya Dwiyata Pattareksa." Pattar memperkenalkan dirinya dengan nada datar dan tanpa senyuman.
Guru yang berdiri di samping Pattar mengerutkan dahi dan mengangkat bahu, "nama panggilanmu apa?"
"Pattar." Pattar menatap lurus pada seorang gadis yang tengah memandangnya dengan tatapan tidak percaya.
"Baiklah, Pattar silahkan duduk di sana." Guru tersebut menunjuk sebuah kursi kosong di sudut ruangan.
Pattar berjalan ke tempat duduk barunya dengan langkah yang mantap. Pattar mengetahui bahwa beberapa gadis tengah mengamati langkahnya hingga menolehkan kepala.
Setelah Pattar duduk, Guru tersebut memberikan pengarahan pada kelas. "Pattar akan menjadi siswa ke 31 di kelas ini, jadi tolong berkerja sama dan semoga kalian semua bisa berteman baik." Guru tersebut menatap Pattar kemudian berkata, "Kalau butuh bantuan, kamu boleh tanya ketua kelas."
Pattar mengangguk sekenanya. Pelajaran dimulai seperti biasanya. Pattar tidak begitu menyukai pelajaran biologi sehingga ia hanya menatap sekelilingnya. Langit-langit kelas yang berwarna krem karena termakan usia, papan tulis yang terlihat miring ke kiri dan jendela yang terbuka dengan tirai yang bergerak terbawa angin. Setelah bosan mengamati sekeliling, mata Pattar tertuju pada satu orang yang duduk pada kursi paling depan di kelasnya. Sahabat masa kecilnya, Hana.
***
Bel sekolah tanda istirahat berbunyi. Pattar segera memundurkan kursinya untuk memberi jarak antara kursi dan meja. Perut Pattar tengah melakukan konser karena ia hanya memakan sedikit roti pada sarapannya. Begitu Pattar bediri, ia langsung dihadapkan pada seorang gadis yang tingginya hanya sampai bahu Pattar. Mata gadis itu memincing dan mulutnya mengerucut seperti bebek.
"Hai, Hana." Pattar tersenyum, senyum pertama yang ia tunjukkan di kelas. Ia mengabaikan seruan kagum dari beberapa gadis lain di kelasnya.
"Dwiyata Pattareksa, berani-beraninya lo bohongi gue." Hana mengangkat kedua tangannya kemudian meletakkannya di pinggang.
"Gue gak bohong." Pattar menggerakkan kedua tanggannya di depan dada, kemudian menatap Hana dengan tatapan jahil.
"Lo pura-pura gak kenal gue." Hana memukul pelan pundak Pattar.
"Lo gak tanya siapa gue." Pattar mengelus pelan puncak kepala Hana. Suara berbisik memenuhi kelas, tentu suara itu berasal dari gadis-gadis yang ada di kelas itu.
"Pattar." Hana memelankan suaranya.
"Iya, Hana." Pattar ikut memelankan suaranya dan menunduk mendekati Hana.
Hana menggerakkan tangannya sebagai tanda untuk meminta Pattar semakin mendekat. Dengan patuhnya Pattar menuruti perintah Hana, Pattar mendekatkan kepalanya pada Hana. Jarak antara mereka semakin menipis hingga membuat Pattar menahan napas. Tanpa terduga, Hana mengayunkan tangannya yang terkepal ke kepala Pattar. Pattar yang terkejut akhirnya meneriakkan nama Hana.
Hana merasa puas karena berhasil memukul Pattar, ia memundurkan badannya sebanyak dua langkah kemudian berkata, "itu hukuman buat kejahilan lo, sejak kapan sih lo tinggi banget? Kan gue jadi gak bisa langsung ketok kepala lo." Hana tersenyum hingga kedua matanya membentuk bulan sabit.
Pattar yang sebelumnya kesal akhirnya mengalah dan ikut tersenyum melihat Hana.
#30daywritingchallenge #30DWCJilid24 #Day7
KAMU SEDANG MEMBACA
The Untold Story ✓
Ficção AdolescenteHafta Petramula dan Dwiyata Pattareksa adalah saudara kandung. Petra dan Pattar, mendengar nama mereka saja sudah membuat orang lain terkagum. Nama mereka terdengar serasi sebagai kakak-adik, namun hubungan mereka tidak sekompak nama. Pertalian dar...