CHAPTER 8 (Diusir Dimas)

6.5K 273 19
                                    


Sudah semingguan Papa tidak pulang ke rumah semenjak kejadian telepon dari perempuan yang bernama Rahma itu. Aku hanya bisa pasrah kepada Tuhan. Entah mau dibawa kemana rumah tanggaku ini. Aku berusaha terus menelpon Papa. Tapi, selalu saja direject. SMS dan whatsapp tidak pernah dibalas. Dan ketika anak-anak menelpon pun reaksinya juga seperti itu. Sepertinya Papa tidak mau memberitahukan keadaannya kepadaku.

Tapi, entah apa yang membuat Papa akhirnya pulang ke rumah sore ini. Sekitar jam 5 sore, mobil Papa sudah parkir di depan rumah. Dan sayangnya, aku sedang tidak berada di rumah pada saat itu. Aku pergi berbelanja ke swalayan bersama Gadis. Di rumah hanya ada Dimas yang sedang membaca buku sambil tidur-tiduran di sofa. Alangkah kagetnya Dimas ketika pintu rumah dibuka dan Papa masuk ke dalam rumah tanpa sedikitpun menyapanya, seolah-olah tidak ada orang disana. Dengan wajah tanpa dosa, Papa berjalan dan masuk ke kamarnya. Dimas merasa sangat marah sekali melihat kelakuan Papa tersebut. Kemudian, Dimas berjalan menuju kamar Papa yang masih terbuka pintunya. Nampak disana Papa sedang mencari sesuatu di dalam lemari kamarnya. Tanpa pikir panjang, Dimas langsung menghampiri Papa dan menarik kerah bajunya dan berakhir pada sebuah pukulan keras yang menghantam wajahnya. Akhirnya, tubuh Papa yang tinggi besar tersungkur kebelakang akibat bogem mentah Dimas.

"Beraninya kau memukul orang tua," teriak Papa kepada Dimas yang telah tergelatak di lantai.

"Selama ini Papa kemana saja hah? Ngapain Papa pulang kalau hanya ingin menyakiti Mama lagi? Sana pergi sama simpanan papa itu!" teriak Dimas kepada Papa dengan marahnya.

Dan pada saat itu juga aku dan Gadis baru pulang dari belanja di swalayan. Kami sungguh kaget melihat pertengkaran Papa dan Dimas. Apalagi melihat pipi Papa yang sudah biru, lebam dan banyak darah yang keluar dari mulutnya akibat habis ditonjok oleh Dimas. Melihat kejadian tersebut, saya langsung berlari mendekati Papa dan membantunya untuk berdiri lagi dan menyeka dengan tissue darah yang keluar dari mulutnya.

"Lihat Ma, apa yang telah dilakukannya kepada Papa? Seperti inikah caramu mendidik anak-anak? Dia sudah sangat berani memukul Papa," hardik Papa kepadaku sambil memperlihatkan semua bekas pukulan Dimas kepadaku.

"Dasar anak durhaka kau," tunjuk Papa kepada Dimas.

"Oh, apa masih kurang? Mau aku tonjok lagi?" teriak Dimas mulai mengepalkan tinjunya lagi.

"Dimas, kamu tidak boleh seperti itu. Ayo, minta maaf sama Papa! Kamu harus hormat sama orang tua!" perintahku kepada Dimas.

"Kenapa Mama malah membela Papa? Bukankah Papa sudah menyakiti Mama?" teriak Dimas lagi.

"Dimas, stop. Ayo, minta maaf!" perintahku kepada Dimas.

"Aku nggak mau, Ma," ujar Dimas sambil berlalu pergi keluar rumah.

"Maafkan Dimas yah, Pa. Dia masih labil," ujarku kepada Papa.

"Gadis, tolong ambilkan air hangat dan handuk kecil! Mama mau menyeka luka Papa ini," perintahku kepada Gadis yang dari tadi berdiri di depan pintu kamar sambil menyaksikan pertengkaran Papa dan Dimas.

"Nggak mau. Udah pergi dari rumah nggak pernah ngomong, eh tiba-tiba pulang ke rumah bikin masalah lagi. Aku benci sama Papa. Aku nggak mau melihat Papa lagi," teriak Gadis sambil memarahi Papa kemudian pergi ke dalam kamarnya.

Aku hanya bisa menghela napas dalam melihat tingkah Dimas dan Gadis. Mungkin seharusnya orang yang paling disakiti disini adalah aku, istrinya. Ingin sekali aku marah dan meluapkan semua kekesalanku kepada Papa. Tapi, entah kenapa aku jadi kasihan melihat muka Papa yang bonyok akibat habis ditinju Dimas tadi. Dan akhirnya aku jugalah yang mengalah.

"Sebentar yah, Pa. Mama ambilkan air hangat dan handuk kecil dulu untuk menyeka luka Papa," ujarku kepada Papa.

Kemudian, aku pergi ke dapur mengambil air yang ada di dalam termos. Dan aku juga mencari handuk kecil serta kotak P3K untuk mengobati luka Papa. Tapi, alangkah terkejutnya aku ketika balik ke dalam kamar dan mendapati Papa tidak ada lagi disana. Aku langsung berlari keluar rumah dan melihat mobil Papa juga tidak ada.

"Apakah dia pergi lagi?" pekikku dalam hati sambil meremas kedua tanganku. Air mataku mulai menetes ketika menyadari suamiku pergi lagi meninggalkanku demi perempuan lain.

"Apakah memang seperti ini nasib pernikahanku? Lalu, aku ini dianggap apa?" teriakku di dalam hati sambil menangis.

Langit sore hari itu seperti seolah-olah mengejekku. Menertawakan semua kebodohanku. Menertawakan seorang istri yang masih mau menunggu kepulangan suaminya dari pelukan wanita lain. Seorang suami yang lebih memilih perempuan lain daripada anak dan istrinya. Air mata ini tak henti-hentinya menangisi seorang suami yang entah pergi kemana. Oh, Tuhan. Apakah aku ini istri yang terlalu bodoh? Dan apakah aku tidak pantas untuk dicintai lagi?



BERSAMBUNG..

Hai readers tersayang...terima kasih yah bagi yang sudah membaca novelku.

**Ini part yang paling galau menurut saya? Menurut teman-teman bagaimana?

**Terus, Papa  (Aldy) pergi kemana yah? Kan habis ditonjok sama anak lakinya..

**Apakah Mama (Lisa) harus mengejarnya?


Tolong tulis komentar teman-teman dibawah yah!!

Bagi yang masih penasaran, jangan bosan untuk selalu menunggu Chapter selanjutnya.

Dan jangan lupa untuk vote, comment dan follow terus @tiaraayunda20.

Terima kasih.

Di Rumah Aja, Pa!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang