Adalan: Satu

4 0 0
                                    

"Nggak usah video call ih, gue lagi riweh ini!"

Haura dengan tangan kanan menenteng tas berisi kamera dan alat gambarnya dan tangan kiri menenteng satu box Dunkin Donuts sedang berusaha menyeimbangkan bawaannya sambil mengapit handphone diantara pundak dan telinga. Ia perlu berjalan ekstra cepat karena panggilan untuk boarding sudah mulai terdengar.

"Yefta! Astaghfirullah! Udah berapa kali gue astaghfirullah hari ini gara-gara lo? iya iya gue nggak akan terlambat. Gue udah di airport ini bentar lagi beres. Bilangin Warendra juga suruh bawain cookies pesenan gue. Anak-anak sekolah kolong yang mau belajar gambar sama gue kan gue iming-imingin pake cookies dulu hahahahaha." Lanjut Haura dengan wajah berseri mengingat wajah imut anak-anak sekolah kolong kesayangannya.

"Your attention please, passengers of Garuda Indonesia on flight number GA328 to Denpasar please boarding from door A12, Thank you."

"HAURA!!! Hey disini!"

Haura menengok kearah suara yang memanggilnya. Dilihatnya ada cewek kurus namun berpipi tembam sedang melambai kearahnya. Cewek itu hanya mengenakan kaus putih polos dan celana jeans berwarna biru tua. Ia juga terlihat menenteng satu tas carrier berukuran 30L berwarna orange. Seseorang yang jadi terlihat asing di mata Haura.

"Tsania, astaga gila lo ya." Seru Haura begitu berdiri berhadapan dengan Tsania. "Ta, bentar gue udah ketemu Tsania nih matiin dulu telponnya ya? Oke bye!"

Begitu Haura menutup telepon dan mengantongi handphone-nya, ia kemudian menatap sosok perempuan didepannya sambil geleng-geleng kepala.

Tsania Marsyaf. Perempuan asal Pamulang yang Haura kenal setelah mereka sama-sama bergabung menjadi volunteer pengajar di Sekolah Kolong sekitar satu tahun lalu. Yap, Haura Roselan akhirnya memutuskan untuk menyalurkan hobi menggambarnya dengan mengajar anak-anak sekolah kolong untuk menggambar. Disana ia bertemu dengan Tsania yang mengkhususkan diri untuk mengajar mata pelajaran bahasa inggris. Karena ternyata sama-sama bekerja di daerah Sudirman, Tsania dan Haura jadi cepat akrab. Haura sering mengajak Tsania mampir ke Suarasa Coffee dan mengenalkannya pada Yefta dan Warendra.

Sejak pertama kenal dengan Tsania, Haura dan Yefta langsung sepakat kalau Tsania ini cewek yang sangat high maintenance. Semua pakaian dan aksesoris Tsania bermerk dan sudah pasti original. Tsania juga sangat fashionable walau dalam balutan baju kerja. Makannya, saat ini ketika Haura melihat seorang Tsania Marsyaf hanya memakai kaos polos dan menenteng tas carrier, membuat Haura merasa asing melihat Tsania versi 'gembel' didepannya ini.

"sorry ya, Ra. Gue jadi ngerepotin. Padahal mah nggak bawa kamera juga nggak papa sebenernya." Kata Tsania. Kameranya memang tertinggal padahal dia naik taksi ke Bandara, ketika curhat ke Haura tentang persiapan tripnya dan bilang bahwa kameranya ketinggalan, Haura langsung tancap gas meminjamkan kamera miliknya dan mengantarkannya ke bandara.

Haura kemudian memberikan kamera dan segala perlengkapannya pada Tsania. "gila aja lo ke Bali nggak bawa kamera? Modal foto-foto pake handphone doang? udah pake aja dulu. Ini udah gue ganti memory card-nya jadi masih muat banyak kalo lo mau video-in tari kecak dari awal sampe beres." Cerocos Haura.

"Iya sih. Lagian gue pergi sendiri juga, kalo nggak bawa kamera pasti awkward."

Haura geleng-geleng kepala, "lo kesambet apa sih tiba-tiba mutusin solo travelling gini? Lo nggak takut kenapa-kenapa kalo sendirian?"

Kini gantian Tsania yang geleng-geleng kepala, "nggak papa. Ya... iseng aja."

"atau jangan-jangan... lo ada tinder date nih di Bali? Ya kan? ngaku lo? match sama bule ya? Ngaku!" cecar Haura sementara Tsania hanya geleng-geleng kepala.

"Pokoknya kabarin gue kalo ada apa-apa. Gue nggak yakin deh, lo di Mall Kelapa Gading aja bisa nyasar gimana di pulau segede Bali??" lanjut Haura.

"hahahahaha emang paling males gue ke MKG. Tenang aja, Ra, kalo ada apa-apa pasti gue kabarin. Gue masuk dulu ya? Udah panggilan boarding."

"eh ini gue bawain donat juga entah gue bingung mau kasih apa pokoknya gue ngga tega lo pergi kaya gembel begini."

"wah, thanks, Ra. Tau aja gue belom sempat sarapan. Oiya, salam buat adik-adik sekolah kolong ya, sampein maaf gue karena absen ngajar 2 weekend ini."

"chill. Oh iya, tadi Warendra nitip Bali Banana. Jangan lupa ya!"

"Ingetin gue aja seminggu lagi ya. Bye, Ra!"

"Bye, Tsan! Have fun! Save flight!" "eh! Tali sepatu lo lepas tuh!"

Hmmm... mau se-fancy dan se-fashionable apapun Tsania Marsyaf, kalo udah pake sneakers pasti nggak bisa ngiket tali sepatu dengan benar! Haura hanya geleng-geleng kepala melihat Tsania yang Cuma menyelipkan tali sepatunya ke bagian dalam sepatu kemudian melangkah menuju boarding room.

***

Suatu hari di 2017.

Wishaka meletakkan kamera analog-nya kemudian memangku dagu menatap keindahan didepan matanya. Dibalik meja putar yang penuh tanah liat, duduk seorang perempuan dengan rambut terikat acak-acakan. Tangan perempuan itu dengan lembut membentuk gumpalan tanah liat didepannya yang perlahan-lahan terbentuk menjadi sebuah wadah berukuran 30cm. Ia berjanji akan membuat sebuah pot bunga dari tanah liat sebelum mereka berdua menanam sebuah kaktus didalamnya. Tangannya dengan gerakan lembut terus membentuk, sementara matanya menatap dengan lembut kearah Wishaka.

"sabar ya. Sebentar lagi kalau bentuknya udah sempurna, tinggal aku bakar dan besok kita bisa tanam kaktus kamu disini." Katanya dengan suara tak kalah lembut.

Perempuan didepannya adalah perempuan terlembut dan terbaik yang pernah Wishaka temui. Ia jatuh cinta dan memutuskan untuk jatuh semakin dalam pada perempuan ini sejak 2 tahun lalu. Wishaka menatap perempuan didepannya dengan sayang. dilihatnya beberapa anak-anak rambut yang terlepas dari ikatan rambut mulai menempel di wajah perempuan kesayangannya hingga mengganggu penglihatan perempuan itu dan membuat perempuan itu kerepotan menyingkirkan anak-anak rambutnya karena kini tangannya sedang dipenuhi tanah liat.

Wishaka tersenyum dan berjalan kebelakang bangku perempuan itu. Ia melepaskan ikat rambutnya, kemudian mulai menata rambut panjang perempuan itu dengan lembut hingga mengikatnya dengan sempurna.

"Terimakasih Wishaka." Gumam perempuan itu sambil tersenyum.

Bukan masalah untuk Wishaka. Ia mencium tengkuk perempuan itu dengan sayang kemudian memeluknya sepanjang hari selama perempuan itu sibuk dengan gerabahnya.

"aku tulis nama aku disini ya? Anggap aja watermark. Hehehe" Canda perempuan itu sambil menuliskan namanya di pot bunga yang sudah terbentuk sempurna itu.

Dira Nadindra. 

-To be Continued

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 28, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

AdalanWhere stories live. Discover now