7. PERAN MUNAFIK

96 8 0
                                    

[JANGAN LUPA VOTE]

"SAMA-SAMA MUNAFIK."

"Kas, tempat bekalnya gak lo tinggalin di kelas kan?" Tanya Sagara.

Kaisan menepuk tas ranselnya, menandakan bahwa benda yang diberikan Kaluna sewaktu istirahat tadi itu sudah ia bawa di tas.

"Markas, gas gak?"

"Boleh juga." Jawab Lamuel.

"Gas." Imbuh Bragy dengan semangat sebagai jawaban atas ajakan Sagara. "Kas?She?Cat?"

Sheo mengangguk. Menoleh ke arah Kaisan Catra yang berjalan di kanannya. "Kalian berdua gimana?"

"Ikut." Timpal Catra tanpa balik menoleh ke Sheo.

"Kas?" Tanya Lamuel.

Kaisan menghela nafas panjang. Berpikir sebentar. "Gue nyusul."

"Oh okay, santai bro." Ucap Bragy dengan cepat. Ia sejak tadi mengamati Kaisan yang entah mengapa seperti menyembunyikan sesuatu. Bukan hanya mereka, sebenarnya kelima sahabatnya yang lain menyadari keanehan Kaisan yang mulai terlihat saat menjelang pulang sekolah. Mereka hanya sama-sama mencoba menyembunyikan gelagat penasaran. Mencoba memaklumi Kaisan yang baru saja benar-benar sehat.

Ke-enam inti Raksi itu menuju motor masing-masing.

"Kas, are you okay?" Tanya Bragy, ia urung mengenakan helmnya. Kebetulan motornya terparkir di samping Kaisan dan berada paling ujung. Tidak tahan untuk menanyakan keadaan Kaisan.

"Gue baik-baik aja Gy." Jawab Kaisan. Jelas saja Bragy tak puas dengan jawaban itu. Tapi biarlah. Jawaban itu didengar yang lain, salah satu dari mereka tersenyum kecil dibalik helmnya.

Keenam motor itu melaju meninggalkan sekolah. Sampai di perempatan, motornya mengambil arah berbeda dengan kelima inti Raksi yang lain. Hanya beberapa menit, ia sudah sampai di rumahnya. Ia benar-benar gelisah dan merasa harinya buruk sejak ia tahu Naga terlibat atas kejadian yang hampir melenyapkan nyawanya.

Kaisan berganti baju dulu. Ia hanya memakai celana kain selutut. Bagian atas ia biarkan terbuka, shirtless. Tampak dengan bebas otot-otot di area perutnya. Ia membaringkan tubuh sambil memejamkan mata.

"Lo sudah hancurin kebahagiaan gue. DIA PENGHANCUR. LO HARUS LENYAP!"

"Satu-satunya hal yang bikin gue puas sama hidup gue sendiri, adalah lihat lo mati."

"Dan gue akan sangat bahagia, kalau lo mati di tangan gue sendiri."

Ucapan di masa lalu yang sudah pernah ia dengar itu mampu mengoyak hatinya ketika kembali tiba-tiba muncul dalam memorinya. Kaisan mengacak rambutnya frustasi. Memukul meja dengan tangan kosong. Rasanya belum seberapa. Ia butuh sesuatu yang menyakiti dirinya sendiri hingga ia lupa penderitaannya walau sesaat. Kaisan sangat perlu untuk meluapkan emosinya.

"Gue gak tau kenapa lo pengen gue mati, bangsat!" Ia mengerang di akhir ucapannya.

Ia berjalan cepat menuruni anak tangga. Menuju area untuk melampiaskan emosi yang ada di salah satu sudut rumahnya. Memandang sebuah samsak yang menggantung di depannya. Urat amarah dan kecewa nya muncul. Emosinya hampir meledak. Kaisan tanpa ragu memukuli samsak itu. Sekuat tenaga. Kaisan marah, kecewa, sakit, tak berguna dan tak percaya.

Apa yang akan kau lakukan jika menyadari fakta bahwa orang terdekatmu turut mendambakan kematianmu?

Silahkan jawab. Kaisan ingin tahu jawabannya. Kaisan tidak mau gegabah. Ia hanya menghindari perang saudara. Setelah cukup lama, pukulannya melemah. Tubuhnya dengan keras jatuh ke bawah membentur lantai yang dilapisi sebuah matras luas sehingga tidak akan terasa sangat sakit. Kaisan menutupi wajahnya, sungguh kalut. Ingin menangis sampai tak bisa rasanya. Hatinya seperti tak tahu harus apa.

KAISAN ; s e r a p h i cTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang