Kemarin setelah mengantar Lizia pulang, Regi langsung menuju rumah Nadia karena Nadia tidak bisa dihubungi. Untunglah sesampai di rumah Nadia, ternyata Nadia sudah tidur. Namun sampai detik ini Nadia belum juga bisa dihubungi. Regi berkali-kali mengirimkan pesan, namun Nadia belum juga membalasnya, bahkan dibaca pun tidak. Regi pun mengecek ke kelas Nadia, tetapi ia juga tidak menemukannya. Akhirnya Regi kembali ke kelasnya dan langsung menyandarkan kepalanya di atas meja.
"Lo kenapa?" tanya Gias heran melihat Regi tiba-tiba murung.
"Gak apa-apa," jawab Regi.
Tiba-tiba masuk dua orang siswi ke dalam kelas XI IPS-2. Kedua siswi tersebut adalah anggota OSIS di SMA Wiyata. Mereka membawa sebuah kotak berwarna hijau yang biasanya dipakai untuk meminta sumbangan. Biasanya para anggota OSIS akan meminta sumbangan jika terjadi bencana alam, ada murid yang sakit parah, atau jika ada murid yang anggota keluarganya meninggal. Para anggota OSIS ini akan memasuki kelas satu per satu sambil memberikan pengumuman.
"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh," salah seorang dari mereka mengucap salam.
"Inna lillahi wa inna illaihi raji'un, telah berpulang ke Rahmatullah, Ayahanda dari teman kita yang bernama Nadia Danissa ...."
Brak.
Belum selesai mereka berbicara, tiba-tiba Regi bangun sambil menggebrak meja. Sontak saja semua orang yang berada di kelas XI IPS-2 pun langsung melihat Regi. Sampai-sampai kedua siswi anggota OSIS itu pun ikut merasa tegang, mereka bahkan tidak melanjutkan pengumumannya. Suasana di kelas mendadak sepi.
Tiba-tiba Regi langsung berlari ke luar kelas. Ia sempat dicegat oleh seorang guru yang hendak masuk ke kelasnya, namun Regi berhasil menghindar. Regi berlari menuju parkiran mencari motornya, setelah ketemu ia pun langsung tancap gas. Di gerbang depan Regi dicegat lagi oleh seorang Satpam. Namun Regi bersikukuh, meminta dibukakan gerbang. Regi beralasan bahwa ada anggota keluarganya yang meninggal.
"Surat izinnya mana?" tanya Pak Satpam. Memang itu adalah peraturan dari sekolah ini. Jika ingin izin keluar dari sekolah untuk keperluan lain, murid-murid harus meminta izin pada guru piket. Jika diizinkan ia akan memberikan surat izin keluar.
"Aduh, Pak. Lupa minta," jawab Regi.
"Minta dulu sono!" perintah Pak Satpam.
"Aduh, Pak. Surat izinnya nyusul deh. Saya udah ditungguin nih sama keluarga saya. Tadi saya udah izin kok ke wali kelas saya. Tapi saya lupa minta surat izin ke guru piket, buru-buru soalnya," Regi mencoba mencari alasan.
"Bener?" tanya Pak Satpam, yang sepertinya sudah mulai percaya.
"Bener, Pak. Suer deh!" jawab Regi.
"Ya udah, tapi nanti suratnya harus disusulin ya! Buat laporan soalnya," ucap Pak Satpam.
"Siap, Pak!" jawab Regi tegas.
Pak Satpam pun akhirnya membukakan gerbang untuk Regi. Dengan perasaan gembira campur cemas, Regi pun langsung menjalankan kembali motornya.
"Makasih, Pak!" teriak Regi yang kemudian menjauh dari sekolah.
"Hati-hati!" balas Pak Satpam.
Setelah mendengar pengumuman tadi rasanya jantung Regi berhenti sejenak. Karenanya Regi langsung ngebut dengan motornya. Ia buru-buru ingin cepat sampai di rumah Nadia. Regi benar-benar khawatir akan keadaan Nadia. Baru saja kemarin Nadia patah hati karena cinta, hari ini Nadia malah kehilangan cinta yang sesungguhnya.
Regi pun akhirnya tiba di rumah Nadia. Ternyata kabar itu benar, saat ini rumah Nadia sudah dipenuhi oleh para pelayat. Di depan rumahnya juga sudah terpasang bendera berwarna kuning sebagai simbol bahwa ada yang sedang berduka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nadia dan Regi ✔️ (Complete)
Fiksi RemajaNadia dan Regi saling bekerjasama untuk mendapatkan pujaan hati mereka masing-masing. Namun malah hati mereka berdua yang saling bertaut. Saat Nadia dan Regi mulai menyadari perasaan itu, sayangnya mereka harus berpisah. Tapi 5 tahun kemudian mereka...