5. I'll Listen To What You Have To Say

222 31 31
                                    

"Jadi ayo menikah saja!"

Ucapan Ji Hoon penuh semangat itu membuat Woojin hampir kehilangan akal sehatnya. Jika Ji Hoon sedang bercanda, sungguh ini candaan paling tidak lucu karna membuat Park gingsul itu hampir lupa caranya untuk bernafas.

Kini ia hanya melongo sambil memperhatikan sebuah senyum paling indah dengan kedua mata cantik yang menatap polos kearahnya.

Apa waktunya untuk berkata 'Ya' sekarang?

Okay Woojin terlalu terbuai karna pesona polos Ji Hoon yang tak tertandingi itu. Ia harus kembali pada akal sehatnya.

Menikah?

Omong kosong.

"Ah, benar juga, kan aku sudah menikah dengan suamiku, hehe" kekeh Ji Hoon polos membuat Woojin kini sepenuhnya kembali pada kenyataan.

Baguslah, sesuai perkiraan Ji Hoon hanya bercanda. Memangnya berapa tahun mereka berteman sampai - sampai Woojin hampir salah paham karna lamaran konyol yang sempat Ji Hoon ucapkan. Padahal jelas - jelas selama ini Ji Hoon selalu menyebut Woojin suaminya. Harusnya Woojin tak terkejut dengan candaan pernikahan yang sudah terlalu sering Ji Hoon lakukan pada dirinya.

"Kenapa diam? Apa ada sesuatu yang mengganggu pikiran suamiku?"

Ah drama rumah tangga ini ..

"Jangan bercanda seperti itu lagi .." lirih Woojin tanpa sadar. Hatinya mulai terganggu sekarang. Ada perasaan kecewa yang muncul sebab candaan yang Ji Hoon lakukan pada dirinya.

"Hm? Maksudmu?"

"Ah tidak, Hoon-ah, aku mandi dulu, kau makanlah lalu istirahat" ucap Woojin berdiri sambil menarik tipis sudut bibirnya. Ia mengusap kepala Ji Hoon pelan sebelum meninggalkan Ji Hoon yang kebingungan dimeja makan.

Woojin mengunci rapat pintu kamar mandinya. Kini ia menatap pantulan dirinya yang ada didepan cermin. Sungguh, ia merasa konyol dengan tampilan dirinya yang entah sejak kapan menjadi sendu. Pikirannya masih sedikit kacau sebab ia belum menemukan solusi untuk masalah Ji Hoon. Dan tadi malah sempat - sempatnya ia berpikir yang tidak - tidak mengenai hubungannya dan Ji Hoon dimasa depan.

Memangnya ia siapa, ingin menikah dengan Ji Hoon dan membuat hidup Ji Hoon semakin kacau karna perasaan bodoh yang ia ciptakan sendiri?

Ah, apa Woojin mengakui perasaannya pada Ji Hoon sekarang?

Jadi, siapa yang tidak normal disini?

Hah, entahlah. Lagi pula perasaannya belum pasti. Bisa saja Woojin seperti ini karna ia terlalu menyayangi Ji Hoon dan ingin terus melindungi Ji Hoon. Makanya terkadang ia sempat terpikir untuk hidup bersama Ji Hoon.

Hidup bersama!

Bukan menikah ..

Iya, Woojin hanya ingin melindungi Ji Hoon dari orang - orang yang selalu bersikap buruk pada sahabatnya itu.

Tidak lebih.

Hmm, iya kan?

.
.

Ji Hoon sedang membersihkan meja tempat ia dan Woojin memakan ayam dan cola tadi. Tangannya bergerak cekatan membersihkan meja yang sedikit basah karna bekas uap air dari kaleng cola yang dingin. Ia harus memastikan tempat ini tetap rapi setidaknya saat ia ada disini. Sisanya ya terserah Woojin. Lagi pula Ji Hoon tahu, Woojin bukan tipe pria yang kotor. Tampilan flat ini biasanya rapi. Tapi karna ini dan itu seperti yang dijelaskan Woojin tadi, makanya tempat ini jadi tak terurus dan berantakan.

Ji Hoon akui, ia terlalu sering menyuruh Woojin menginap dirumahnya. Yah, itu karna ayahnya sedang pergi ke Jepang. Dan ibu tirinya? Hmm, mereka tak berhubungan sebaik itu untuk saling mengobrol bertanya bagaimana hari yang sudah Ji Hoon lalui.

To YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang