UB:A | Chapter 6

111 10 0
                                    

.

.

.

"Pak, kita ke batting cage di deketnya GA ya." Kata Calysta saat Pak Muji mulai menyalakan mobil. GA adalah singkatan dari Graha Archer.

Matahari sudah mulai bergerak turun. Dalam waktu 2 jam kedepan ia akan berganti dengan bulan sebagai penerang di bumi. Mobil, motor, angkutan umum mulai memadati jalanan ibukota yang terkenal dengan 'macet'. Tak heran karena jam sudah menunjukkan waktu para pekerja untuk pulang.

"Tapi nona, tadi Tuan berpesan agar nona segera pulang meskipun hanya mengikuti acara di akhir." Bantah Pak Muji.

Calysta tertawa kecil. Tapi bukan senang, melainkan sebaliknya.

"Buat apa saya kesana pak? Gak ada gunanya."

"Tapi, non..."

"Saya mau main baseball pak. Kita ke batting cage sekarang." Pinta Calysta sekali lagi.

****

Ciutan burung-burung di pepohonan terdengar merdu. Pepohonan rindang yang berbaris menambah sejuknya suasana. Calysta berjalan menyusuri jalanan menuju salah satu tempat favoritnya, Batting Cage Galaksi. Meninggalkan Pak Muji yang menunggu sendirian di halaman parkir.

Tapi setibanya di tempat itu, wajahnya yang awalnya cerah berubah menjadi gelap. Disana ada seorang pemuda sedang bermain, lebih tepatnya melampiaskan amarahnya. Pemuda yang masuk dalam daftar hitam versi Calysta. Bukan tanpa alasan sih, karena pertemuan awal mereka membuat Calysta sangat tidak menyukai sikap pemuda itu.

Calysta pikir Rafa adalah orang yang paling membuatnya kesal di sekolah. Tapi nyatanya tidak. Ada yang lebih menyebalkan dari Rafa.

Calysta menaruh tas ranselnya di tanah dan menyender pada tiang pintu masuk. Tatapan matanya tak lepas dari sosok pemuda itu.

Calysta menunggu hingga pemuda itu berhenti bermain. Dari yang tadinya berdiri hingga duduk menyender pada tiang. 1 jam sudah, tapi pemuda itu tetap bermain tanpa istirahat. Sialnya disana hanya ada 1 cage. Sehingga mau tak mau ia harus bergantian dengan pemuda itu.

"Mau sampe kapan?" tanya Calysta dengan nada lantang hingga pemuda itu berhenti dan membalikkan badan.

"Mau sampe kapan lo lampiasin amarah lo?" tanya Calysta lagi.

"Calysta? Lo ngapain disini?"

"Menurut lo? Ya mau main lah, Nish."

Ya, pemuda itu Danish. Danish melempar tongkat pemukulnya dan berjalan ke arah Calysta. Oh tidak, sebenarnya ia berjalan menuju tasnya yang berada di samping gadis berkuncir kuda itu. Danish kemudian duduk dan mengambil sebotol air mineral dari dalam tasnya.

"Katanya mau main. Kok masih duduk?" tanya Danish.

Calysta menghela nafas kesal. "Udah gak mood gara-gara lo."

"Kok lo bisa tahu tempat ini?"

"Emang gue hidup di bawah tanah." Balas Calysta dengan nada sinis.

Calysta tertawa. Danish pun ikut tertawa. Entah menertawakan apa. Mungkin menertawakan diri mereka sendiri?

Tanpa sengaja mata mereka bertemu. Lewat iris mata hazel itu, Calysta bisa melihat ada luka yang sangat dalam. Melalui mata itu saja Calysta bisa merasakan kesedihan yang dialami pemiliknya.

"Lanjutin aja mainnya, Nish. Gue gak tau masalah lo seberat apa dan gue juga gak mau tahu. Daripada itu nyakitin lo, mending lo lampiasin. Biar gak terlalu berat."

Unbreakable bond : AlstroemeriaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang