"Selamat ulang tahun, Mbak!"
Haiva masuk ke kursi penumpang mobil Haris, disambut dengan ucapan selamat yang meriah dari Hilbram yang duduk di kursi pengemudi.
Haiva tertawa sambil menutup pintu mobil. "Makasih, Ibam. Pagi, Pak!" kata Haiva kepada Hilbram dan Haris.
Setelah beberapa kali Haris mengajaknya wisata kuliner di akhir pekan bersama Hilbram, Haiva tidak kaget lagi ketika kali itu Haris mengajaknya makan untuk merayakan ulang tahun bersama Hilbram juga. Sepertinya Haris memang sengaja agar tidak hanya berduaan saja dengan Haiva.
Tapi Haiva tidak keberatan dengan hal itu. Wajar saja kalau Haris tidak pernah mengajaknya pergi berduaan lagi. Laki-laki baik seperti Haris, pasti tidak ingin memberi harapan palsu pada perempuan yang sudah ditolaknya. Setelah pengakuan cintanya yang ditolak beberapa bulan lalu, Haiva tidak mau berharap lagi. Masih untung Haris tidak menjauhinya dan tetap bersikap hangat padanya kan.
Setelah beberapa kali, Haiva juga tidak canggung lagi ketika bertemu Hilbram. Meski tidak terlalu dekat, tapi Haiva tidak pernah merasa kehabisan topik percakapan dengan pemuda itu.
"Pagi, Iva!" Haris menjawab sambil menoleh ke kursi penumpang di belakang. Kali itu ia duduk di kursi penumpang di depan, membiarkan keponakannya menyetir.
"Makasih lho Pak, saya diajak makan-makan hari ini. Padahal saya yang ulang tahun, tapi Bapak yang nraktir," kata Haiva sambil tersenyum manis.
"Tidak usah GR, Iva. Siapa yang bilang bahwa saya yang akan mentraktir?"
Hilbram meningkahi dengan tawa, sambil mulai menjalankan mobil. Sementara Haiva manyun. Tapi dia tidak terlalu khawatir. Haris pasti hanya menggertak. Setelah mengenal cukup lama, Haiva menyadari bahwa Haris adalah tipe bos yang merasa harga dirinya ternoda jika ditraktir oleh anak buahnya yang kere. Jadi tidak mungkin kali ini dirinya minta Haiva mentraktirnya.
"Beruntung banget saya jadi anak buah Pak Haris. Ditraktir mulu sama Bapak. Bapak baik banget sih," kata Haiva sambil tertawa.
"Iva merayu?" kata Haris sambil mencebik. Tapi Haiva bisa melihat senyum diam-diam di wajah Haris.
"Yakin, anak buah doang?" celetuk Hilbram tiba-tiba.
Haiva melirik spion dan mendapati mata Hilbram juga sedang menatapnya dari spion.
Apa maksud kata-kata Hilbram barusan?
"Jadi ponakan Bapak juga beruntung. Pasti lebih sering ditraktir ya Bam?" balas Haiva, berseloroh pada Hilbram. "Apa saya manggil Pakde juga ya, biar makin sering ditraktir?"
Hilbram tertawa. Tapi Haris tidak. Wajahnya datar saja.
Haiva menelan kembali candaannya. Ga lucu ya? Bahkan untuk sedikit lebih dekat sebagai keponakan saja, Haris tidak sudi menerimanya.
Beliau bukan cuma baik sama kamu, Haiva! Sama anak buah yang lain, beliau juga sering mentraktir. Nggak usah GR. Kamu cuma anak buah. Jangan berharap lebih, jangan ngelunjak!
***
Kali itu, sesuai petunjuk Haris, Hilbram mengemudikan mobil menuju sebuah restoran fusion Indonesia-Belanda yang sebelumnya pernah didatangi Haris dan Haiva setelah acara PharFest.
KAMU SEDANG MEMBACA
CERITA YANG TIDAK DIMULAI
Roman d'amourWORK SERIES #1 Aku selalu berandai-andai. Andai aku terlahir lebih lambat, atau kau terlahir lebih cepat. Apa kita bisa bahagia? First published on May 2018 Final chapter published on August 2020 Reposted on December 2021