Setelah Hana ikut duduk di ruang tamu, Reva memutuskan untuk pergi ke ruang keluarga. Reva duduk di karpet yang terbentang di depan TV, ia menyalakan TV dan fokus pada drama korea terbaru yang ditayangkan. Sesekali Reva melirik ke arah Pattar, ia benar-benar tidak mengenali Pattar sebelum Bunda menyebutkan namanya. Pattar kelihatan tidak bertambah tinggi atau mungkin karena Reva yang sudah tumbuh melebihi rata-rata gadis pada usianya. Reva dulunya adalah fans berat Pattar karena Pattar selalu membelanya ketika ia dan Hana bertengkar.
Pattar tidak tahan berlama-lama duduk di kursi, ia segera menghampiri Bunda yang tengah memasak di dapur.
"Masak apa, Bun?" Pattar berdiri di samping Bunda yang tengah memotong wortel.
"Coba tebak masak apa?" Bunda meneruskan gerakan memotong wortel sambil melirik Pattar.
Pattar mengusap dagunya dengan telunjuk dan jempolnya hingga membentuk logo merek sepatu terkenal. "Bunda masak sop mungkin?"
Bunda menghentikan gerakan tangannya kemudian menatap Pattar dengan senyuman di wajahnya, "benar sekali."
"Boleh Pattar bantu, Bun?" Pattar mengambil sebuah wortel yang belum dipotong.
"Kamu main sama Hana aja sana, biar Bunda yang selesaikan ini."
Pattar cemberut dan menatap Bunda dengan tatapan tersakiti. Bunda malah tertawa melihat tingkah Pattar, namun tatapan Pattar tak mampu membuat Bunda luluh.
"Kak, ini Pattarnya ajak main dong. Dia gangguin Bunda masak nih." Bunda sedikit berteriak.
Kata-kata Bunda berhasil membuat Pattar mendengus kesal. Tawa Bunda semakin keras ketika melihat Pattar mendengus. Hana menarik Pattar keluar dari dapur. Hana mengajak Pattar ke kamarnya untuk memamerkan koleksi komik Doraemonnya yang sudah lengkap.
Pattar memasuki kamar yang terletak tidak jauh dari ruang tamu. Cat kamar itu tidak berubah, dinding berwarna biru langit yang menenangkan dengan jendela besar yang menghadap ke halaman depan. Pattar dapat melihat rak buku yang dulunya hanya diisi sebagian kini sudah penuh sesak dihiasi komik doraemon dan beberapa buku pelajaran. Pattar tiba-tiba tertarik pada deretan buku yang sangat tebal. Pada sisi sampingnya terlihat tulisan Biologi. Karena penasaran, Pattar menarik buku tersebut keluar dari raknya.
"Sejak kapan lo punya buku setebal ini?"
Pattar membuka buku yang kini tengah dipangkunya itu."Sejak SMP, gue ini anak olimpiade biologi loh." Hana menepuk dadanya bangga.
"Kenapa biologi?" Pattar benar-benar penasaran karena dulu Hana bukan anak yang berminat belajar.
"Bang Petra yang ajarin. Dulu waktu aku SMP, Bang Petra selalu bantu aku saat ujian dan dia kan suka banget sama biologi jadi tanpa sadar aku jadi ikutan suka deh." Hana bercerita dengan antusias.
Pattar tidak menanggapi cerita Hana. Raut wajahnya berubah begitu ia mendengar nama Petra. Lima tahun waktu yang ia lewatkan, rasanya sangat menyebalkan mendengar posisinya direbut oleh Petra.
Hana mengambil alih buku yang ada di pangkuan Pattar, "lihat deh, buku ini tuh katanya untuk anak kuliahan tapi gambarnya banyak. Lucu kan?"
"Lo punya es krim di kulkas?" Pattar mengalihkan pembicaraan.
"Punya, ambil aja." Hana masih sibuk membalikkan buku yang kini ada di pangkuannya.
Pattar langsung berdiri dan meninggalkan Hana tanpa menoleh. Hana tidak menyadari petunjuk yang diberikan Pattar.
***
Pattar mengambil satu kotak es krim yang masih utuh, ia memilih duduk di samping Reva yang tengah menonton drama korea. Pattar menyendok es krim tersebut dengan kasar. Bunyi yang ditimbulkan Pattar menarik perhatian Reva.
"Abang lagi sedih?" Reva bertanya pada Pattar namun matanya tetap fokus pada drama korea yang tayang di TV.
"Enggak." Pattar menyahut kesal.
"Kak Hana ngomongin Bang Petra ya?"
Pattar menghentikan gerakan menyendok karena terkejut dengan pertanyaan Reva.
"Gak usah kaget gitu, aku bukan anak kecil lagi. Dari dulu kan Abang sama Bang Petra memang gak pernah akur. Selama Abang gak di sini, Bang Petra memang sering main buat ajarin aku sama Kak Hana. Jadi salah Abang sendiri, kenapa dulu pergi?"
Es krim yang Pattar makan tidak lagi terasa manis. Kata-kata Reva membuat Pattar terdiam, kemudian ia menatap Reva dalam.
"Maaf ya, aku sudah gak naksir Abang lagi. Jangan kepedean." Reva tetap tidak menoleh.
Pattar dibuat menganga. Ia tak mampu menahan tawanya. Gadis yang ada di hadapannya tetap Reva yang dulu. Anak yang bisa lebih dewasa dari usianya. Reva bisa menganalisa lingkungannya dengan baik, ia juga lebih cerdas dari kebanyakan anak.
#30daywritingchallenge #30DWCJilid24 #Day10
KAMU SEDANG MEMBACA
The Untold Story ✓
Teen FictionHafta Petramula dan Dwiyata Pattareksa adalah saudara kandung. Petra dan Pattar, mendengar nama mereka saja sudah membuat orang lain terkagum. Nama mereka terdengar serasi sebagai kakak-adik, namun hubungan mereka tidak sekompak nama. Pertalian dar...