My Own Fault

204 38 6
                                    

[21 oktober 2019]

"Miyeon, kau tidak perlu memaksakan diri untuk datang kemari." Eunwoo menghela nafasnya saat mendapati kehadiran Miyeon didepan pintu apartemen yang ia sewa pada pagi-pagi buta. Perempuan itu mengabaikan ucapan yang ditujukkan padanya dan lebih memilih untuk menyerahkan sekeranjang buah-buahan segar kearah Eunwoo.

"Kalian pasti tidak makan dengan benar beberapa hari belakangan, jadi aku membawakan buah."

"Miyeon."

"Aku terakhir datang kemari enam hari yang lalu dan apartemen ini sudah berubah menjadi kandang sapi. Kalian benar-benar luar biasa." Komentarnya.

Perempuan itu meletakkan tasnya ke atas kursi tamu dan melipat lengan bajunya keatas sebelum mulai menunduk untuk memungut beberapa sampah bekas mi instan yang berada diatas meja. "Harusnya aku tahu untuk tidak meninggalkan segerombolan lelaki lajang di dalam satu ruangan tanpa pengawasan."

Miyeon terus menggerutu bahkan saat Mingyu keluar dari kamarnya. Sepertinya lelaki itu keluar karena merasa lapar.

"Huh? Miyeon? Apa yang kau lakukan disini?"

"Oh Tuhan, Kim Mingyu! Pakai bajumu dulu!"

Mingyu melirik kearah tubuh bagian atasnya yang tidak sedang ditutupi apapun lalu mengangkat kedua bahunya, tidak mengerti apa yang salah. "Memangnya kenapa? Aku kan hanya tinggal bersama laki-laki. Lagipula kenapa kau berteriak seperti anak perawan? Suami-mu tidak se-seksi aku ya?"

Miyeon memutar bola matanya malas. "Ugh, dasar bodoh."

Eunwoo mengabaikan argumen tak penting kedua temannya dan lebih memilih untuk mengetuk pintu kamar Jaehyun dan Winwin. Hari sudah menunjukkan pukul sembilan jadi mereka semua perlu sarapan.

Jaehyun lebih dulu keluar, rambutnya mencuat tak beraturan dan matanya bengkak. Berbanding terbalik dengan image everyone's perfect boyfriend miliknya. Setelahnya, Winwin juga keluar. Namun tak seperti Jaehyun dan Mingyu, Winwin sudah terlihat segar dan tak lagi menggunakan piama tidurnya.

"Jung Jaehyun, kau menghancurkan image-mu sendiri, kau tahu..." Eunwoo menggelengkan kepalanya, miris dengan penampilan sang teman. Sementara yang diajak bicara hanya bergumam tidak jelas.

"Kan hanya ada Miyeon disini."

"Tapi tetap saja.."

"Sudah, sudah." Miyeon memutuskan untuk menyela. Perempuan itu mengambil kantung plastik yang sudah penuh dengan sampah lalu menyerahkannya kehadapan Eunwoo. "Kau, buang sampah."

Pandangannya kemudian beralih kearah Jaehyun dan Mingyu. "Jung Jaehyun, pergi ke kamar mandi dan cuci wajahmu. Dan kau, Kim Mingyu, masuk ke kamarmu dan pakai sesuatu di tubuhmu. Kau terlihat menggelikan."

Kedua mata Mingyu terbelalak. Menggelikan katanya? Seumur-umur Mingyu tidak pernah sekalipun mendengar seseorang mengatakan bahwa ia terlihat menggelikan! Miyeon pasti sudah buta!

"Aku menggelikan? Enak saja!"

Mengabaikan protesan Mingyu, Miyeon kemudian menoleh kearah Winwin. Pandangannya sontak melembut. "Dan Winwin, bisakah kau tolong aku untuk menyiapkan makanan? Kumohon?"

"Hey, apa-apaan dengan perbedaan itu? Kau menyuruh-nyuruh kami tapi meminta tolong pada Winwin? Tidak adil!" Mingyu menggerutu.

"Berisik, Kim Mingyu. Aku mulai berpikir apakah kau berhak mendapatkan pai dariku atau tidak."

"...Pai?" Emosi Mingyu surut. Matanya kini menatap kearah Miyeon dengan tatapan berbinar. "Kau membawa pai??"

"Ya, aku membawa pai, sarapan kalian untuk pagi ini, dan beberapa makanan pendamping yang bisa kalian makan untuk beberapa hari kedepan."

"Cho Miyeon kau adalah yang terbaik!" Mingyu menunjukkan kedua ibu jarinya didepan Miyeon sementara Jaehyun tampak tak perduli—sebenarnya Jaehyun lebih terlihat masih mengantuk daripada tak perduli.

"Lakukan apa yang aku perintahkan dan kau akan mendapatkan pai." Dan seperti yang bisa diduga, tanpa menunggu waktu lama, Mingyu sudah menyeret Jaehyun kearah kamar mandi.

"Jadi kenapa aku yang harus membuang sampah?"

Kali ini Eunwoo yang protes. Dia bukannya jijik atau apa, tapi sepertinya ibu-ibu yang tinggal di lingkungan ini punya kebiasaan untuk berkumpul saat mendaur ulang sampah mereka. Terakhir kali Eunwoo pergi kesana, tujuh dari sepuluh ibu-ibu disana memaksanya untuk menemui puteri mereka. Dan Eunwoo akan sangat mengapresiasi jika dia tidak harus merasakan pengalaman yang sama dua kali.

"Karena Winwin sudah mandi dan kau belum."

Ah, sial, Eunwoo tidak punya argumen apa-apa tentang itu. Dia akhirnya mengalah dan melangkah keluar sembari membawa sekantung besar plastik berwarna hitam. Matanya menatap was-was kearah kiri dan kanan, berharap dia tidak akan bertemu kembali dengan segerombolan ibu-ibu yang menatapnya seperti daging segar lagi.

Semua orang sudah melakukan tugasnya masing-masing, jadi ruang tengah apartemen yang sebenarnya cukup luas itu kini hanya menyisakan Miyeon dan Winwin.

Miyeon tersenyum lembut kearah Winwin. "Aku sudah memasakkan beberapa hidangan untuk kalian, jadi kau tinggal menaruhnya di piring."

Winwin mengangguk dan mulai meletakkan hidangan yang terlihat menggugah selera itu tanpa suara. Sepertinya kemampuan memasak Miyeon berkembang dengan pesat setelah menikah. Karena yang Winwin ingat, Miyeon adalah orang yang pernah mencoba memasak telurnya dengan cara memasukkannya kedalam microwave.

"Masakanmu sudah jauh lebih baik dari sebelumnya." Komentar Winwin tiba-tiba.

Wajah Miyeon berubah cerah saat mendengar pujian darinya. "Terima kasih."

"Miyeon." Semua hidangan sudah tersusun dengan rapi diatas meja makan jadi Winwin memutuskan untuk bicara. "Mingyu benar, kenapa kau bersikap baik padaku?"

"Apakah butuh suatu alasan untuk bersikap baik pada seseorang?"

Winwin mengedipkan matanya selama beberapa kali. Wajahnya datar. "Menurutku iya."

Miyeon kemudian tersenyum dan Winwin tidak tahu kenapa. Apakah dia baru saja mengatakan sesuatu yang lucu atau apa?

"Karena aku khawatir denganmu." Jawabnya.

"Khawatir?"

"Kau terlihat seperti akan meledak kapan saja jika seseorang menyulutmu, Winwin."

"Aku tidak begitu." Winwin mencoba berkilah. Dia memang sedikit sensitif akhir-akhir ini, tapi dia tidak mungkin sampai sebegitunya. Dia TIDAK MUNGKIN kehilangan pengendalian dirinya.

Miyeon balas menatap kearah Winwin lama lalu menghela nafas. "Cobalah untuk memaafkan dirimu sendiri, Winwin. Semuanya bukan salahmu."

"Aku tidak tahu soal itu, Miyeon."

"Bukan salahmu, Winwin."

Winwin menelan salivanya yang terasa menyangkut. Bibirnya kelu dan pada akhirnya, kalimat itu tak pernah keluar dari mulutnya.

'Aku rasa semuanya adalah salahku.'



•••
I'm hurt,
And the worst part of it,
It's my own fault.
•••

That Autumn - Winwin ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang