Sepuluh tahun silam

389 32 2
                                    

"Kenapa kau memasak lama sekali?" teriakan Aline membuat tangan Alulla semakin mempercepat adukan supnya.

"Bersabarlah, supnya hampir matang."
Sesaat, Alulla mengambil kain basah dan mematikan tungku yang masih mengobarkan api di sana, ia mengangkat panci berisi sup yang sudah ia masak dan membawanya ke meja makan dan menuangkannya di masing-masing mangkuk yang terbuat dari keramik milik saudaranya yang sudah tertata di meja makan tersebut. Mereka bertiga makan dengan begitu lahap dan melupakan Alulla yang perutnya belum terisi sama sekali.

***

Butiran salju yang lembut kini bertebaran melapisi atap rumah Alulla yang cukup sederhana siang itu, membuat siapa saja merasakan hawa dingin yang terasa begitu menusuk hingga ke kulit sekalipun berteduh di dalam hangatnya rumah, musim dingin terlah tiba. Namun suasana itu tak meruntuhkan semangat Aline, Jessy dan Edel untuk pergi bersiap ke pasar rakyat.

Para gadis itu berada di dalam kamar, mereka mengambil mantel tebal yang memiliki tudung dengan lapisan bulu angsa  di sekitar kerahnya, lalu membalutkan mantel itu hingga ke sekujur tubuhnya. Allula hanya bisa mengintip ketiga saudaranya itu dari luar cela pintu kamar yang sedikit terbuka.

"Aku ingin sekali ikut." Alulla bergumam berulang kali, kedua matanya berpendar membayangkan betapa menyenangkannya menghadiri pasar rakyat di musim dingin seperti ini. Terlebih lagi, orang-orang mengatakan bahwa nanti keluarga raja akan mengunjungi pesta rakyat tersebut. Tidak ada keberuntungan kecuali bisa melihat secara langsung rupa para bangsawan yang terkenal baik hati di negerinya itu.

"Apa yang kau lihat?" bentakan suara Jessy diikuti dengan kedua matanya yang melotot tak sengaja melihat Alulla mengintip dari luar kamar. Hingga membuat gadis  itu terperanjat membelalakan kedua matanya.

Tap ... tap ... tap ...

Alulla memundurkan langkah kakinya saat ketiga saudaranya membuka lebar pintu kamar itu dan berjalan menghampirinya. Menghentikan langkah kakinya tepat di depan Alulla dengan tangan yang baru saja mereka sedekapkan, saling melemparkan tatapan mengerikan kepada Alulla hingga menyudutkan gadis itu layaknya seorang pencuri yang sedang tertangkap basah.

"Apa yang kau lihat? kau mau berniat buruk kepada kami?"

"Tidak! Aku hanya ingin melihat kalian bersiap saja. Aku sebenarnya ingin sekali ikut ke pasar rakyat bersama kalian." Alulla menundukan pandangannya dengan raut wajah memelas, namun hal itu tak akan membuat ketiga saudaranya itu ibah atau berubah pikiran untuk mengajaknya.

"Tapi kami tidak mau mengajakmu! Kau harus menjaga rumah sampai ibu dan ayah kembali!" Penuturan yang ditekankan penuh kepada Alulla membuatnya mengangguk dan tidak berani membantah apa yang dikatakan oleh saudaranya.

***

Sudah dua jam berlalu ketiga saudara Alulla pergi  meninggalkan rumah. Alulla berulang kali mengintip jendela kamarnya yang ber-embun akibat tertutup tipis lapisan salju,  berharap ayah dan ibunya kembali sebelum sore hari. Namun ini sudah mendekati sore, namun mereka tak kunjung juga pulang.

Alulla keluar dari kamar dan menyalakan api unggun di ruang tengah, ia duduk di dekat perapian itu sembari menunggu kedua orang taunya pulang. Tubuh mungilnya seketika menjadi hangat ketika asap perapian melingkupi ruangan itu.

Kobaran api yang nampak mengkilat di kornea matannya mengingatkan kejadian akan 10 tahun yang lalu. Di mana Alulla sedang memainkan korek api di dalam rumah dan tidak sengaja api menyambar sebuah mesin pemotong rumput yang berbahan bakar solar. Api yang mulanya kecil saat itu berubah menjadi membesar, semakin membesar, hingga memakan seluruh atap rumahnya. Kayu-kayu yang sudah hangus terobohkan.  Alulla menangis dan berteriak bersembunyi di balik kursi kayu yang ada di jangkauannya.

Api itu seakan tak memberi ampun bagi siapapun hingga ia menyambar kursi kayu yang saat itu digunakan Alulla untuk bersembunyi.
Alulla menangis saat merasakan panas akan kepulan asap hitam memenuhi rumahnya tersebut, hingga tak lama kemudian,  ibunya datang mendekapnya dengan sebuah kain basah, menarik tubuh kecilnya dan menyuruhnya untuk keluar meninggalkan rumah. Sementara ibunya sendiri terjebak di dalam sana saat sibuk memadamkan api dengan karung yang sudah di basahi.

Semua orang terlihat berkumpul memadati rumah Alulla, memberikan bantuan untuk memadamkan api agar api tidak menyambar ke rumah yang lainnya. Dan ketika api sudah berhasil dipadamkan, beberapa orang memakai pakaian berwarna merah terang membawa jasad ibunya yang sudah hangus keluar dari dalam rumah. Alulla si gadis kecil waktu itu menangis menghampiri ibunya yang sudah tak bernyawa, ia menangis memanggil-manggil nama ibunya, ia mencoba menyentuh tubuh ibunya, namun ia seketika menjauhkan tangannya saat tangan mungilnya   merasa seperti  terbakar. Kulit tubuh ibunya mengelupas dan berjatuhan hingga menampakan tulang belulangnya, bahkan darahnya tak mengalir karna terlihat sudah membeku.

"Ibu ...." Alulla berteriak. Ia sontak berdiri, mengambil sebuah kain basah dan mematikan perapian itu. Tubuhnya gemetar, napasnya terbuang dengan cepat.

Tok ... Tok ...Tok ...
Suara ketukan pintu membuat Alulla berlari ke depan untuk segera membukanya. Ternyata ayah dan ibu tirinya sudah kembali. Namun sayang sekali, pasar rakyat berakhir di waktu bersamaan saat orang tuanya datang.

Lullaby (Labyrinth of The Castle)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang