Malam hari pun tiba, semua keluarga Alulla sedang berkumpul di meja makan, menantikan masakan yang sedang disiapkan oleh ibunya. Gemuruh angin yang terdengar di luar menandakan bahwa hujan salju turun semakin lebat, bahkan penghuni di rumah itu bisa merasakan tingkat kedinginan semakin menjadi-jadi. Namun hawa dingin berkurang, ketika ibu Maria menyuruh Alulla untuk menghidupkan perapian di ruang tengah.
Ketiga saudara Alulla menceritakan pengalamannya pertama kali saat bertemu dengan raja dan juga permaisuri yang berkunjung di pesta rakyat, mereka bertiga mendapat hadiah berupa koin perak dan sengaja memamerkannya di depan Alulla. Terdengar sangat menyenangkan hingga membuat Alulla iri saat mendengarnya.
"Alulla, Ibu tidak memiliki persediaan banyak sosis di musim dingin ini, kau harus mengalah untuk memberikan sosis kepada saudaramu," tutur Maria yang kini tengah membagi sosis yang sudah di masak di dalam masing-masing mangkuk putrinya, namun tidak dengan mangkuk milik Alulla yang hanya diisi dengan sup bawang saja.
"Apa aku hanya memakan sup bawang saja?"
"Iya, untuk sementara kau hanya memakan sup bawang saja, ibu kehabisan bahan makanan." Maria mendudukan tubuhnya di kursi rotan yang baru saja ia tarik.
"Wah, sosis di musim dingin. Ini sungguh lezat." Ketiga saudara Alulla menikmati makanan mereka dengan sangat tidak sabar hingga mulut mereka kepanasan.
Alulla hanya bisa menelan ludahnya, ia menatap mangkuk yang berisi sup bawang miliknya dengan tatapan kecewa, padahal ini musim dingin, ia ingin sekali memakan sosis dengan kacang putih seperti ketiga saudaranya. Tetapi lagi-lagi ia harus mengalah kepada ketiga saudaranya itu. Merengek hanya untuk meminta sosis juga tidak ada gunanya, yang ada hanya akan membuat ibu tirinya itu marah kepadanya.
"Apa yang kau tunggu? cepat habiskan makananmu!" bentakan ayah Ludwig membuat Alulla mengiyakan perintahnya dan segera menghabiskan sup bawang yang mulanya sama sekali belum ia sentuh.
***
Alulla kembali ke dalam kamarnya, ia mengambil sebuah kotak musik tua pemberian ibunya yang ada di dalam laci sebelum dirinya merebahkan tubuhnya di atas ranjang besi yang hanya berlapiskan tumpukan jerami dan kain sebagai alas tidurnya, ini sudah lebih dari nyaman dibanding tetangga Alulla yang masih hidup serba kekurangan dan hanya tidur di atas batu tanpa menggunakan alas sama sekali.
Sebuah melodi Lullaby disperse terdengar mengalun saat Alulla mulai menyalakan kotak musik tua itu, dan kini ia letakan kotak musik itu di atas bantal tepatnya di samping telinga kanannya. Melodi sama yang setiap kali ia dengar setiap malamnya. Hal ini sudah menjadi kebiasaan gadis itu sejak kecil, sebelum tidur dirinya harus diiringi alunan melodi dari kotak musik pemberian ibunya atau hanya sekedar nyanyian pengantar tidur.
Kedua mata Alulla yang mulanya terbuka sempurna dan menatap langit-langit kamar, kini semakin lama semakin layu hingga akhirnya terpejam tanpa ada pergerakan sedikitpun, dan kotak musik yang masih mengalunkan nada itu tiba-tiba mati dengan sendirinya. Kotak musik itu seakan tau, jika tugasnya untuk menidurkan Alulla sudah selesai.
***
Keesokan paginya,
Alulla terlihat berdiri di depan cermin, ia membalutkan sebuah mantel berwarna hitam di sekujur tubuhnya dan membuat simpul pada tali yang menggantung di leher mantel itu supaya mantel itu tidak terlepas terlepas dari tubuhnya.Alulla keluar dari kamar dan mengambil sebuah tas keranjang, ia hendak pergi ke pasar untuk membeli sayur dan buah-buahan setelah ibu Maria menyuruhnya dan memberikan beberapa uang koin kepadanya.
Dengan langkah yang penuh semangat, Alulla berjalan menuju ke pasar yang letaknya tidak jauh dari rumah dan dekat dengan kaki gunung, tebalnya salju yang melapisi jalanan membuat Alulla kesulitan untuk berjalan.
Setelah berbelanja sayur dan buah-buahan, Alulla hendak kembali pulang ke rumah, namun langkahnya terhenti saat dirinya melewati depan perbatasan istana yang kemarin sempat digunakan untuk mengadakan pesta rakyat. Sejenak menatap ke sekitar.
"Aku ingin sekali datang ke pasar rakyat. Aku haru menunggu tahun depan, semoga aku beruntung seperti Kak Aline, Jessy dan Edel bisa bertemu dengan raja dan permaisuri."Alulla tersenyum dan hendak melanjutkan kembali perjalannannya, namun perjalan pulang ke rumah lagi-lagi harus tertunda tatkala perhatiannya tersita saat melihat sebuah kolam ikan yang tertutup oleh salju tebal di dekat perbatasan istana.
Alulla segera mendekati kolam ikan itu, ia duduk berjongkok meletakan tas keranjang berisi buah dan sayur miliknya terlebih dulu. Lalu mulai menghancurkan bongkahan es yang menutupi kolam tersebut dengan menggunakan kedua tangannya."Kasihan sekali ikan-ikan ini, aku yang memakai pakaian masih merasa kedinginan apalagi mereka yang telanjang." Alulla dengan cepat membersihkan sisa-sisa bongkahan es yang mengapung di sana hingga kolam itu kembali terlihat jernih dan menampakan beberapa ikan berenang di dalamnya, namun kini hanya terlihat satu ikan yang berani menampakan dirinya di hadapan Alulla.
"Ikannya cantik sekali." Alulla menatap ke arah sekitar, namun tak mendapati siapapun kecuali dirinya sendiri di sana.
"Ikan, apa kau mau kupelihara? nanti aku akan meletakanmu di dalam toples dan menyembunyikanmu di bawah ranjangku supaya ibuku tidak memasakmu. Apa kau mau?"
"Iya, aku mau Alulla." Alulla menjawab pertanyaannya sendiri. Ia tersenyum, kedua tangannya dengan segera menangkap ikan yang terlihat sudah pasrah untuk ia tangkap.
Alulla beranjak berdiri, namun dirinya begitu terkesiap ketika melihat seorang laki-laki menawannya dengan sebilah pedang dari belakang saat dirinya memutar tubuhnya menghadap ke arah laki-laki itu. Mulut Alulla mengangga diikuti dengan kedua matanya yang membulat sempurna seakan hendak terlepas dari tempatnya, bukankah tadi tidak ada siapapun di sana? bagaimana orang ini tiba-tiba muncul di belakangku? pikirnya.
"Apa yang sedang kau lakukan di sini?" tanya lelaki itu, suaranya membentak dengan tatapan yang tak ramah. Laki-laki yang belum diketahui namanya itu mengalihkan pandangannya ke arah tangan Alulla yang terlihat memegang sebuah ikan yang baru saja ia tangkap.
"Kau mencuri?"
"Tidak! Aku tidak mencuri!" bantah Alulla sambil menggelengkan kepalanya, wajahnya memucat, takut jika kepalanya akan dipenggal.
"Kalau kau tidak mencuri, kenapa ikan itu bisa ada di tanganmu?"
"A-aku hanya menyelamatkannya, tadi ikan ini tenggelam."
"Kau mencoba membohongiku! Kau sudah berani mencuri dilingkungan istana!" Laki-laki itu semakin menyudutkan pedang yang ia pegang ke leher Alulla.
"Ti-ti-dak, aku bukan pencuri."
"Elrick ...." Seseorang memanggilnya dengan sebutan itu. Laki-laki yang ada di hadapan Alulla menoleh, merasa sudah lengah, Alulla menceburkan ikan itu kembali ke dalam kolam dan berlari dari tawanan laki-laki itu sekuat tenaga hingga ia melupaan keranjang sayur dan buah miliknya yang masih tergeletak di sana.
"Gadis pencuri kau mau pergi ke mana!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Lullaby (Labyrinth of The Castle)
FantasiDibenci dan selalu mendapat perlakuan kasar dari orang yang ada di sekitarnya, membuat Alulla begitu lelah hidup di dunia. Setiap buliran air mata menjadi saksi penderitaan gadis itu. Dan ketika benar-benar ingin menyerah kepada sang takdir, Alulla...