Yang sedang berdiri di depan sana, bukan pria yang melamarku. Yang berdiri di depan sana, bukan pria yang terus menggombaliku dengan rayuannya. Juga bukan pria yang mengatakan aku tetap cantik, meski rambut kriwilku acak-acakan. Tapi yang berdiri di sana adalah sosok yang lain. Baru kali ini, aku melihat wibawanya. Abyan sedang berdiri dengan mantap dan tegap. Memimpin pertemuan besar ini. Kami di kumpulkan di sini, karena pemindahan kekuasaan. Aku juga terkejut karena tiba-tiba ada pengumuman pagi ini, semua di suruh berkumpul, dan kabar mengejutkannya, Abyan tidak akan lagi menjabat apapun. Semuanya di serahkan kepada Angga. Padahal semalam, Abyan tidak mengatakan apapun kepadaku."Biru... Pak Abyan beneran nggak akan menjabat apapun? Pensiun?"
Bisikan Hafidz yang kini duduk di sebelahku membuat aku menggelengkan kepala. Aku juga tidak tahu apa-apa ini.
"Jangan geleng-geleng kepala, kayak boneka di atas dashboard mobil, lu."
Aku mencubit lengan Hafidz, yang membuatnya meringis, tapi kemudian dia cengengesan.
"Aseek, berarti kabar gembira buat anak-anak kan? Saingan kita buat dapatin lu, bukan Big Bos lagi. Horee.."
Aku mencibir mendengar celetukannya. "Alah, lu kagak berani tetep."
Jawabanku membuat Hafidz menyeringai, tapi tidak mengatakan apapun, karena sudah di sela oleh tepuk tangan yang meriah, karena di depan sana Abyan sedang menyalami Angga. Sebagai tanda resmi tampuk kepemimpinan sudah di serahkan semuanya.
*****
"Calon suami lu, sakit? Perlu kemo gitu ke luar negeri?"
"Hust kalau ngomong kok doain. Bukan sakit kali Han, tapi mungkin mau pensiun dini. Jaga stamina, besok kan mau kawin sama anak kecil. Yang butuh tenaga ekstra dan..."
Aku langsung membuka sepatuku ingin menimpuk mulut Roni, yang kali ini orangnya sudah bersembunyi di balik punggung Burhan.
"Ampun deh cantik," rayunya membuat aku hanya mendengus sebal.
"Oiii... Kerjaaa... Biruuuu konsep buat iklan popok udah di buat belum?"
Teriakan Mbak Gita dari ambang pintu ruangannya membuat Burhan seketika ilang di balik kubikelnya. Roni tentu saja kalang kabut dan langsung berlari keluar dari ruangan ini.
"Udah Mbak, nanti aku email ya?"
Mbak Gita menganggukkan kepala dan masuk ke dalam ruangannya. Membuat Hafidz yang baru saja datang dari pantry membawa satu cangkir kopi langsung menghampiri kubikelku.
"Mbak Gita nerkam ya? Maklum tanggal tua, belum di jatah ama suaminya."
Ucapan Hafidz membuat aku terkekeh. Kemudian seperti kebiasaannya dia malah melangkah ke kubikel Burhan yang ada di depanku dan mengetuk-ketuk kubikelnya dengan tangannya.
"Haaan...haaan... gue di senyumin Biru. Masha Allah. Gue kagak bisa tidur nanti malam."
Burhan langsung berdiri dan menoyor kepala Hafidz. Sedangkan Ela kini melempar kertas yang sudah di buat bulatan besar ke arah Hafidz.
"Laaaa lu kejem."
"Nggak usah drama deh. Biru tuh udah di kunci sama Pak Abyan, coba kalian gombalin Biru di grup Weka-Weka? Berani?"
Tantangan Ela itu langsung membuat Burhan dan Hafidz menganggukkan kepala. "Siapa takut," jawab mereka dengan serempak.
Lalu mereka sama-sama mengeluarkan ponsel dan mengetikkan sesuatu. Aku dan Ela saling bertatapan. Lalu bunyi pesan masuk ke grup terdengar.GRUP WEKA WEKA
Burhanudin : Assalamualaikum Pak Abyan.
Hafidz : Sungkem sama Pak Abyan.
Aku dan Ela langsung ngakak melihat chat mereka. Dasar.
Roni Rahardian : ????????
Abyan : Waalaikumsalam warahmatulahi wabarakatu. Mau minta ijin ngerayu Biru?
Mampus.
Aku langsung menatap Hafidz dan Burhan yang masih menatap layar ponsel mereka dengan kening berkerut.
Burhanudin : Wah ya nggak berani Pak. Neng Biru yang cantik jelita kan calon istri sholehahnya Bapak. Kita cuma jagain kok Pak.
Hafidz : Hafidz sedang mengetikkan sesuatu tapi lupa
Aku dan Ela langsung ngakak. Itu Hafidz nulis sendiri dan membuat Burhan kembali menoyornya. Ela sampai keluar dari kubikelnya dan menjambak rambut Hafidz dan si tersangka malah ngakak-ngakak.
Abyan : Ada waktu?
Aku terkejut dengan notifikasi chat dari Abyan. Aku memang sudah menyimpan kontaknya.
Ayu Biru : Ada.
Abyan : Temui aku di ruanganku.
*****
Aku baru masuk pertama kali ke dalam ruangan Abyan ini. Dingin. Luas dan kesannya memang penuh dominasi. Aku duduk di sofa berwarna putih dan Abyan kini ada di sebelahku. Dia sudah membuka jasnya dan kini digunakan untuk membuatku hangat. Aku ini emang udik, masa dengan AC sedingin ini aku bersin-bersin terus. Aroma bulgari dari jasnya membuatku nyaman.
"Jadi memang udah di serahkan sepenuhnya kepada Pak Angga?"
Pertanyaanku itu membuat Abyan menganggukkan kepala dengan mantap.
"Kenapa?"
Abyan kini menoleh ke arahku dan tersenyum.
"Agar aku bisa terlihat di mata kamu. Mungkin kalau aku masih ada di kedudukanku sekarang, kamu akan meremehkanku. Karena dengan apa yang semuanya aku miliki, aku mudah untuk mendapatkan kamu. Dan kamu mungkin tidak nyaman."
Aku melongo mendengar ucapannya. Maksudnya dia berkorban semua ini demi aku?
"Sekarang aku sudah free, seperti kebanyakan pria lain, tanpa jabatan dan kedudukan. Aku ingin kamu melihatku seperti itu. Jadi biarkan aku berjuang untuk mendaaptkanmu dari nol."
Kenapa dia begitu relanya? Aku mengerjapkan mataku dan membuat Abyan tersenyum.
"Kenapa kriwilnya udah datang lagi?"
Dia sudah mendekat dan kini wajahnya tampak sangat dekat denganku.
"Hah?"
Tuh kan, kenapa aku kalau ada di depannya jadi bego gini coba? Abyan tersenyum dan kini mengusap kepalaku.
"Kamu itu lucu."
Kuhela nafasku dan kini mencoba untuk menanyakan hal ini "Terus kamu pengangguran sekarang?"
Dia menganggukkan kepala dengan tegas. "Iya. Aku bebas dan pengangguran."
BERSAMBUNG'
ngantuukkkkkk ih... aku mau panggil hafidz aja buat menghiburku hahaha
Inituh aku ulang ya dari semalam gak ada notif ckckck
KAMU SEDANG MEMBACA
JODOH RASA DUREN
Roman d'amourAku Ayu Biru Haqiqi. Selalu mengimpikan mempunyai suami seorang pria muda, tampan dan berwibawa. Seperti Bosku di perusahaan tempat aku bekerja. Selama 1 tahun aku sudah memimpikan saat aku bisa memikat hatinya. Dan memang gayung bersambut, aku tiba...