"Oppa?" Ye-Eun begitu terkejut mendapati Jaehyun berada di depan apartemennya. Mau menghindar pun tidak bisa karena mereka sudah saling berhadapan lewat interkom.
"Bagaimana keadaanmu?" Jaehyun melepas sepatunya dan mengganti dengan sandal rumah saat Ye-Eun menutup pintu apartemen.
"Sudah lebih baik. Eoh, oppa membawa cake stroberi?" Ye-Eun terlihat antusias begitu melihat paper bag di tangan Jaehyun. Salah satu kue kesukaannya.
"Ya." Namja itu menghentikan langkahnya, berbalik untuk menatap wajah cantik kekasihnya. Mereka berbeda satu tahun, tentu saja Ye-Eun bersikap manja pada Jaehyun.
"Gumawo~~"
Jaehyun tersenyum tipis. Tak menyangka bahwa ia bisa takluk pada Ye-Eun. Wanita itu kini mendudukkan dirinya di sofa, bersiap membuka kotak kue pemberian Jaehyun.
"Jangan dibuka dulu, aku ingin kita bicara." Namja itu duduk di sisi sofa ujung. Ye-Eun mengernyit heran.
"Kenapa oppa terlihat serius sekali? Apa ada masalah di kantor?"
"Tidak. Tapi masalah ini bisa berpengaruh pada perusahaanku."
Ye-Eun meletakkan kotak kue nya, memberikan atensi penuh pada sang kekasih.
"Sudah berapa bulan usianya?" Kalimat itu terdengar begitu santai, tapi entah kenapa bagi Ye-Eun justru seperti suara guntur di siang bolong.
"N-ne?"
"Tak usah berpura-pura lagi, hanya jawab dengan jujur. Kau tahu kan, aku paling membenci orang yang berbohong. Katakan selagi aku bisa bersikan baik." Jaehyun menatap tajam pada Ye-Eun, membuat wanita itu tak berkutik.
"Oppa..keuge.."
"Sudah berapa bulan Shin Ye-Eun." Ulang Jaehyun.
Ye-Eun hanya bisa menggigit bibir bawahnya, menahan suaranya yang mulai bergetar.
"Dua bulan." Ucapnya pelan.
Jaehyun mengangguk. "Bagus. Berarti sejak awal kau memang tidak pernah serius, karena nyatanya, kita bahkan belum genap berhubungan selama dua bulan."
Ye-Eun menangis, tapi wanita itu berusaha menahan isakannya. "Oppa...mianhae."
"Kalau begitu, kita selesai sampai di sini. Kita sudah tidak ada hubungan lagi. Sekarang, kau bisa bebas menemui kekasihmu itu. Kim Myungsoo, matji?"
Ye-Eun menggeleng. "Andwae. Andwae oppa, kajima."
Jaehyun terkekeh. "Kajima? Wah..kau egois sekali Shin Ye-Eun, kau memintaku untuk bertanggungjawab atas hubunganmu dengan namja lain? Tak tahu malu sekali." Sarkas Jaehyun.
"Aku tak mau berpisah denganmu oppa.."
"Aku juga tidak mau menikahi wanita sepertimu." Putus Jaehyun final. Ye-Eun terdiam, kedua netranya menatap nanar cake pemberian Jaehyun.
"Makan cake itu, setidaknya, itu hal manis terakhir yang bisa aku berikan untukmu dan calon bayimu."
Ye-Eun terkekeh. "Jadi oppa membawakanku cake ini untuk menghiburku?" Wanita itu kini menatap Jaehyun yang sudah berjalan ke arah rak sepatu.
"Ya."
"Berhenti di sana oppa, atau aku akan mengatakan ke eomoni dan semua orang, kalau anak ini adalah anakmu!"
Jaehyun hanya terkekeh.
"Geurom...hae. Setelah itu, aku akan mengklarifikasi dan mempermalukan keluargamu, bahkan aku bisa dengan mudah menghancurkan bisnis ayahmu."
Ye-Eun mengepalkan kedua tangannya.
"Kau tertarik?" Sinis Jaehyun.
"NAPPEUN!"
Jaehyun tersenyum. "Kalau begitu adil bukan?"
Ye-Eun terdiam. Wanita itu hanya bisa menatap kepergian Jaehyun sambil terus meneteskan air mata. "Oppa...tapi aku benar-benar sudah jatuh cinta padamu...na eotohke..." sesalnya. Pandangannya kini beralih pada perutnya, walaupun masih terlihat datar, tapi tetap saja ada darah dagingnya di dalam sana.
"Aegi~ya...eomma mianhae.."
--Jaehyun belum beranjak dari tempat parkir basement apartemen Ye-Eun. Namja itu terlihat begitu frustasi. Ia bahkan sudah membuka dua kancing kemeja teratasnya, membiarkam mesin mobilnya menyala dan menyandarkan punggungnya pada kursi kemudi.
"Harusnya aku mendengarkan Doyoung hyeong sejak awal...aishhh...bagaimana aku mengatakannya pada eomma....tsk, jincaaa!!"
Hampir sepuluh menit Jaehyun terdiam di dalam mobilnya. Hingga suara ponselnya terdengar. Dilihatnya, ada nama 'Johny Hyeong' di layar ponselnya.Eoh, hyeong, wae?
Eodi?
Apartemen Ye-Eun-
MWORAGU?! YA! JADI TUJUANMU PULANG CEPAT ITU EOH?!
Jaehyun menjauhkan ponselnya. "Aish...orang tua ini."
Ya! Aku mendengarmu!
Aro...mian.
Wahh...benar-benar. Kau meninggalkan kakak sepupumu hanya untuk menemui rubah jelek itu? Kau tahu, pria tua menyebalkan itu terus menyerang argumenku dan menolak kesepakatan yang kita buat sebelumnya.
Lalu?
Then? You still ask me? For sure i say yess for his decision.
Sudah kuduga. Geurrae, geunyang hae.
Ahh...aku tahu kau akan setuju. Ok, lanjutkan saja kencanmu dengan rubah itu. Kalau perlu rawat anaknya sampai besar.
Aku tak sebaik itu hyeong. Lagipula aku sudah memutuskannya.
REALLY?! OH GOD THANKYOU!! Ok, aku akan menghubungi Doyoung, kita akan berpesta di club malam ini.
Yahh...aku juga butuh hiburan.
Ok. See you baby boy.
TUT.
Jaehyun tersenyum kecil. "Baby boy? Cih...dasar old boy." Namja itu kini melajukan mobilnya keluar basement. Entah kenapa senyumnya mengembang dengan sendirinya, mulut kecilnya kini bersenandung pelan mengikuti irama musik yang ia putar.
Jaehyun menghentikan mobilnya saat lampu lalu lintas di salah satu persimpangan menuju club yang akan ia datangi berubah menjadi merah. Sepertinya sore ini jalanan Seoul lumayan sepi, karena tak banyak kendaraan yang melintas di jalan utama.
Kening Jaehyun mengernyit begitu mendengar suara klakson dari arah belakang. Netranya menatap sekilas keadaan di belakang melalui kaca depan mobil.
"Sial." Umpatnya ketika dalam jarak sekitar kurang dari dua puluh meter, sebuah mobil melaju begitu kencang, membuat Jaehyun segera menarik gas dan secara reflek membanting setir ke arah kanan, menghindari beberapa orang yang akan menyeberang dari sisi kiri. Yang terakhir dia ingat adalah ia menabrak tiang penyangga lampu indikator penyebrangan.
***"Bagaimana keadaannya?" Sehun memberikan segelas kopi pada Suzy yang baru saja memasuki ruangannya.
"Hanya hematoma di bagian kulit kepala, tidak sampai pada bagian dalam."
Sehun mengangguk. "Kudengar itu karena kelalaian. Suho hyeong?"
"Masih melakukan operasi. Hya, apa kau bisa menghubungi Seulgi?" Suzy meletakkan gelas kopinya di meja.
"Eoh. Dua hari yang lalu." Jawab Sehun tanpa mengalihkan tatapannya dari layar ponsel, membuat Suzy mendengus sebal.
"Tsk. Itu aku yang menghubunginya, benar-benar. Geundae...kau benar-benar berkencan dengan Sejeong?"
Sehun mendongakkan kepalanya. "Bagaimana kalau denganmu saja?"
BUGH! Suzy melempar bantal di sampingnya ke arah Sehun, "Kasar sekali."
"Bicaramu itu." Dengus Suzy.
Sehun terkekeh. "Wae? Jangan-jangan kau benar-benar menyukaiku ya? Hem? Hem?"
"Eoh, aku benar-benar menyukaimu sampai aku ingin merombak struktur otakmu."
Sehun melongo, lalu mengerucutkan bibirnya. "Menyeramkan sekali."
---"Eoh, nuna wasseo?" Jaemin sedikit terkejut mendapati Suzy di dapur tengah malam.
Suzy menoleh sembari tersenyum. "Eoh, bangeum. Kau belum tidur?"
"Aku tidak bisa tidur, Jeno selalu memelukku. Menyebalkan sekali." Keluhnya.
Suzy terkekeh. "Kalian mau bersepeda lagi besok?" Suzy menuangkan sup jamur ke dalam mangkuk.
"Sepertinya. Nuna akan ke rumah sakit lagi?" Jaemin kini memilih duduk di samping Suzy, menikmati sup jamur yang baru saja dibuat bibinya.
"Tidak. Mungkin besok malam. Makanlah lalu tidur, ayah dan ibumu menginap di rumah temannya, jadi jangan mrmbuat masalah, arasseo?" Suzy mengingatkan.
"Ne..."
Lalu keduanya menikmati sup dalam diam.
"Nuna."
Suzy menatap ke arah Jaemin. "Bagaimana kalau ada seseorang yang lebih muda menyukaimu?" Jaemin melirik sejenak ke arah bibinya.
Suzy mengernyit heran.
"Wae? Hanya menyukaiku kan? Itu haknya."
Jaemin mendesis. "Aku serius."
Suzy malah terkekeh. "Hya, anak ini, kau kira bibimu ini tal serius? Na jincaro~"
"Jadi...tidak apa-apa?"
"Eumb, gwaenchana. Geundae nugu?"
Jaemin mengedikkan bahu. "Molla, aju kan hanya bertanya."
"Hah....kau ini."TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Love In Emergency
FanfictionChoi Suzy, dokter bedah muda yang gagal bertunangan, namun justru dipertemukan dengan seorang pengusaha muda yang tidak sadar jika dijadikan selingkuhan wanita yang merebut calon tunangannya. "Dokter, bukankah wanita itu yang kemarin datang dengan...