~ Sebuah Sandiwara ~

26 5 4
                                    

Kali ini aku akan melewati proses yang cukup rumit dan merepotkan. Yaitu menerima akan sebuah kenyataan.

Kenyataan bahwa kau sudah benar-benar berpindah seutuhnya. Kenyataan bahwa semua yang kau lakukan adalah orang lain menjadi alasanya. Kenyataan bahwa aku masih mencintaimu meski hati benar-benar dalam keadaan terluka. Aku harus bisa menerima itu semua. Mulai dari ketika semua rahasia terbuka sampai pada aku yang sudah benar-benar dapat mengikhlaskannya.

Kau pasti tidak akan pernah bisa mengerti. Bagaimana beratnya aku dalam menahan hati. Bagiku dalam hari ini kau tidak pernah mencoba untuk mengerti.

Dilihat dari sudut pandang luar semua terasa biasa saja. Tak ada hal apapun yang berubah. Kau masih berada di bangku pertama dan aku masih berada jadi yang kedua. Kita juga masih saling mengobrol seperti biasa. Masih juga mendiskusikan beberapa hal, bahkan kita saling bertukar canda. Begitulah yang orang lain lihat. Tak ada seorangpun yang tahu bahwa aku disini melakukannya dengan posisi hati yang terjerat.

Semua tawa-tawaku adalah palsu di depanmu. Semua yang kulakukan hanyalah formalitas yang terbalut dalam peran. Kali ini ini tak ada satu detik pun menghadapmu dengan keikhlasan. Semua dikarenakan karena pahitnya perasaan. Ketika dilihat dari sudut pandang orang lain aku masih melakukan hal yang menyenangkan. Padahal yang sebenarnya terjadi di dalam sini adalah sebuah kehampaan.

Aku hanya berpura-pura bahagia.

Apalagi ketikan dengan jelas di depan mataku melihatmu berboncengan dengannya. Coba bayangkan seberapa besar patah hatiku kalah itu. Aku terdiam menyaksikan mu di samping gerbang. Kamu lemparkan senyum padanya. Di saat yang bersamaan pula semangatku benar-benar kau tebang. Aku merasa menjadi orang yang paling sial hari ini. Jika saja aku tahu bahwa ini yang akan kualami akan ku taruh hati di rumah saja tak perlu ku bawa kemari.

Semua terjadi begitu cepat. Tapi konsekuensi yang kualami adalah sakit hati yang lama mengikat. Aku terjebak dalam lamunan yang cukup panjang. Sampai aku menyadari bahwa itu adalah waktunya untuk bergegas pulang. Dengan sakit yang masih cukup terbayang. Ku paksakan diriku untuk tetap bergegas meninggalkan seluruh tentangmu disini terkenang. Itu juga bukanlah kenangan yang penting. Tapi sudah lebih dari cukup untuk membuat hati ini tandus mengering. Tapi aku berjanji akan selalu kuat untuk menghadapi hal ini asalkan tidak menerpa terlalu sering.

Bagaimana caraku dapat melewati hari-hari setelah ini. Memandangmu ketika bersamanya saja terasa seperti mau mati. Tapi dalam beberapa kesempatan aku memaksakan untuk memberanikan diri. Dengan menyapu yang sedang berada disampingnya menemani. Berani-beraninya. Harusnya hal tersebut sudah di luar kapasitas. Harusnya hatiku tak akan kuat melakukanya. Namun karena aku belajar untuk selalu terbiasa akhirnya aku dapat melakukanya tanpa terlihat bahwa sedang bersandiwara. Sampai terkadang aku lupa menyadari bahwa hati ini sedang benar-benar dalam keadaan terluka.

Ragaku mungkin tak berkata apa-apa dan bisa melakukanya. Namun sebenarnya hati tak akan pernah ikhlas menerima apa yang dipandangnya.

Di depanmu, bahkan di depan semua teman-teman apa yang kurasakan sama sekali tak pernah dipertanyakan. Mereka sudah sepenuhnya percaya bahwa aku selalu dalam kebahagiaan. Karena hanya itu yang mereka tangkap dalam penglihatan. Tidak akan pernah mungkin sampai dalam hati mereka akan memperhatikan. Aku juga selalu memberikan kesan yang seperti biasanya. Tidak pernah merubah ekspresi maupun tutur kata. Benar-benar sempurna.

Padahal segala yang aku lakukan adalah sebuah sandiwara.

Sandiwara yang terlaksana untuk menutupi hati yang sedang dalam kondisi terburuknya. Hati yang tak akan mudah untuk sembuh. Tapi masih berada di sini gagah berdiri padahal tiap hari selalu berusaha untuk kau bunuh.

Mau sampai kapan ini harus kutahan. Ingin menjauh pun tak bisa karena tak diizinkan. Kita juga setiap hari pasti dihadapkan pada pertemuan. Kenapa juga bangku kita harus saling berdekatan. Jika hati kita pada akhirnya saling di jauhkan. Apalagi miliki yang justru ditambah dengan dijatuhkan, dipatahkan, dan di hancurkan perlahan. Sepertinya aku akan terjebak di tengah patah hati dalam waktu yang cukup lama. Semoga saja aku diberi kekuatan yang cukup. Apalagi jika sampai diberikan anugrah dengan hati yang tertutup. Pasti melakukan apapun bersamamu lagi tak akan dilanda rasa gugup. Hal itu sudah lebih dari cukup.

Waktu terus berjalan. Aku melaluinya dengan patah hati yang tetap ku emban.

Harapku agar doa ku segera terkabulkan. Tentang semoga aku dah kamu tidak lagi berada pada satu jalan dan saling berpapasan. Dengan raga kita yang saling menjauh, mungkin saja rasa sakitnya hati akan segera runtuh. Sudah lama waktu sudah berlalu, namun rasa sakitku tentangmu tidak juga kunjung sembuh.

Hari demi hari rasa sakit ini kutahan sembari menunggu keajaiban bahwa kita akan segera dipisahkan. Tidak ada lagi sapamu yang kau lontarkan kepadaku. Dari pada melakukan hal itu aku lebih suka diam membisu. Namun tak bisa karena selalu saja berada dalam posisi yang berdekatan antara ragaku dan ragamu. Semua tidaklah abadi dan hanya semu. Tak sia-sia sejauh ini aku telah menunggu. Akhirnya ada kesempatan untuk kita saling terpisahkan.

Kita dihadapkan pada dua pilihan tentang apa yang akan fokus kita pelajari selanjutnya. Sudah pasti kau akan memilih untuk menjurus pada belajar tentang alam dan perhitungan. Dan aku juga sudah pasti akan memilih jalan untuk mengabdikan diri pada pengetahuan sejarah dan kemanusiaan. Sebenarnya aku ingin sekali memilih untuk belajar mengikhlaskan dan melupakan. Namun tidak ada yang seperti itu. Itu hanya imajinasiku yang terjebak dalam halu.

Dengan ini akhirnya raga kita berdua akan benar-benar terpisahkan. Kita akan berada di kelas yang berbeda. Kita tidak akan berada di bangku yang saling bersebelahan lagi. Aku tak harus repot-repot membalas semua cerita dan sapamu tentunya. Dan tentu saja aku akan memiliki waktu seta kesempatan berharga untuk melupakanmu dengan tenang. .

Dan yang paling penting. Aku tidak harus melihatmu setiap hari dengan pandangan patah hati.

Mari kita berjalan di jalan masing-masing. Terserah jika kau denganya memang ingin bersanding. Aku tak akan memikirkannya karena itu hanya akan membuatku pusing. Kisah kita akan terus berlanjut. Namun kali ini tidak akan ada lagi oleh patah hati tersudut. Kupastikan kali ini semangatku akan lebih membara lagi dan tidak mudah surut. Semoga kau bahagia dengan duniamu yang baru dan aku berhasil untuk melupakanmu.

Karena kita sudah tak perlu lagi untuk bersatu.




~ % ~ 




Harapan terbaik tidak selalu tentang keinginan agar di pertemukan

Namun juga tentang keinginan agar saling dipisahkan

Bukan karena bosan, namun karena rasa itu telah menyebabkan patah hati yang tak terbantahkan




~hnf~ 



_____._____._____._____._____

Kalian bisa capture quotes atau potongan ceritanya.

[Tag - ig : _hanifprasetya] / [tw : _hanifprasetya}

Vote dan komen untuk kritik, saran, atau sanjungan.

Aku memperhatikanmu meski tanpa tatapan .

Terimakasih ku ucapkan :) 

INKONSISTENSI RASA (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang