1. KESAL

39 6 0
                                    

Aqila Hanan, gadis sederhana dengan rambut hitam legam, manik mata hitam tengah berdiri di bawah teriknya sinar matahari. Menjalani hukuman hari senin yang sial baginya karena terlambat datang dan tidak bisa mengikuti upacara.

Ia melihat arloji yang ada di tangan kirinya. Masih sepuluh menit lagi dan itu berasa sangat lama sekali.

"Kamu ini baru kelas sepuluh udah buat onar," ujar satpam yang tengah mengawasinya.

"Saya baru kali ini terlambat, Pak."

"Terserah kamu saja."

Aqila menghela nafas, lama sekali.

Dan akhirnya, hukuman pertamanya selesai. Ia bisa menurunkan tangannya yang sudah sangat kaku dan sedikit nyeri. Dalam hatinya merapal dalam hati dan merutuki kebodohannya.

"Aqila Hanan!"

Suara itu, suara yang tidak asing baginya.

"Oh tidak, aku harus buru-buru pergi dari sini," Aqila terpontang-panting berjalan menuju kelasnya. "Aduh mana masih jauh," ringisnya.

"Hey masih kelas sepuluh udah enggak sopan!" Teriak orang tadi.

"Qil!"

Aqila mempercepat langkah kakinya dan seketika ia tertarik ke belakang. Rambutnya di tarik seseorang dan ia yakin, itu orang yang tadi memanggilnya.

"Ih apaan sih lepasin!"

"Heh dipanggil juga!"

"Apaan sih, Kak? Aku itu udah telat, mau masuk kelas."

"Iya barengan kan kelas kita searah."

"Gak mau!"

Aqila berlari, menjauh dari laki-laki kakak kelasnya tadi. Sejak MOS beberapa bulan lalu, laki-laki itu selalu mengikutinya. Seperti, bayangan. Di manapun dirinya berada, jika masih di lingkungan sekolah, laki-laki itu juga ada.

"Dia itu bukan manusia," racau Aqila dalam hatinya.

Akhirnya ia sampai di tempat paling aman. Di kelasnya.

"Permisi, selamat pagi."

"Sudah menjalankan hukuman?" Tanya Ibu Gendut di hadapan Aqila.

"Sudah."

"Silahkan duduk. Baiklah kita lanjutkan."

Pelajaran hari ini berjalan seperti biasa.

"Lo tumbenan telat," bisik Wanda.

"Angkotnya ngelag."

Wanda berusaha menahan tawanya, Aqila juga. Ibu Gendut di depan menatap mereka. Dengan sangat tajam.

"Aqila! Wanda!"

"Maaf, Bu," ringis Wanda. "Lo sih!"

"Dih apaan."

Dan banyak lagi bla-bla-bla menghiasi pagi ini. Pelajaran ini selesai dan sekarang, pelajaran Seni Budaya. Pak Yuto sedang berhalangan hadir dan otomatis, kelas IPS-4, Free class.

"Aqilaaaa!"

Aqila terperanjat dari tidurnya, seluruh isi kelas menatap ke arah dirinya. Itu suara, pria tadi.

"Mati gue!"

"Heh mati apa? Kak Letnan ganteng woy nyamperin lo tuh!"

"Enggak!"

"Kak Letnan, Aqila disini nih di bawah kursi. Eh di bawah meja!"

"Sialan punya temen gini banget!" Racau Aqila dalam hatinya.

Letnan, Aqila dan MimpiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang