Pt.3

22 6 0
                                    

Hola, im back!
Beware of typos

Enjoy!

.....

Flashback

"Raka, apa kabar?"

"Nggak usah sok akrab, lo itu cuma cewek tua brengsek perusak hubungan orang tua gue."

"RAKA!! JAGA UCAPAN KAMU!"

"Kenapa? Papa nggak suka? Aku nggak perduli, Pa. Emangnya Papa pernah perduli saat aku sama Mama nggak suka tentang hubungan gelap berdosa kalian? Nggak 'kan?"

"Emangnya kamu tahu apa? Papa dan Mama kamu menikah bukan karena Papa mau sama Mama kamu! Kami dijodohkan! Dan Papa nggak pernah mencintai Mama kamu!"

"Abis itu kenapa aku ada disini?! Kenapa Papa nolak pas aku mau bawa Mama pergi dari rumah ini?!"

"Tanya itu sama Mama kamu!! Karena itu dia yang minta! Mama kamu mau punya keturunan dari Papa! Tapi, Papa nggak nyangka kamu bisa membantah Papa saat Papa masih mempertahankan kalian disini."

"Ya karena Mama tersakiti sama kelakuan Papa!"

"Papa nggak pernah mau dan minta Mama kamu untuk jadi istri Papa, Raka! Kamu nggak tahu apa-apa!"

Flashback end

Zaluna termenung, masih terpikirkan tentang percakapan yang sempat ia dengar saat mengantar Raka ke rumahnya pagi tadi. Zaluna tidak pernah mendengar Raka menyebut figur Papanya saat bercerita, hanya ibunya dan kebahagiaan kecil mereka. Dan setelah mengetahui itu, Zaluna jadi merasa bodoh karena selama kurang lebih lima bulan mengenal dan empat bulan menjadi kekasih Raka, Zaluna tak memahami bagaimana dan dimana letak permasalahan hati Raka. Lalu, ia akan selalu marah-marah saat tahu Raka melampiaskan semua keterpurukan itu dengan menenggak alkohol.

Dan satu kalimat dari Raka kemarin membuat Zaluna sedikit merasa bersalah.

"...Aku mau kamu tahu hal-hal yang baik aja dari lingkar hidup aku."

Kenapa Raka harus memperlakukannya seistimewa itu?

Dalam lubuk hatinya, Zaluna ingin sekali Raka terbuka padanya tanpa memikirkan apapun mengenai perasaannya. Tak apa jika Raka egois, asal ia mau terbuka, Zaluna tak masalah. Ia hanya mau menjadi kekasih yang berguna untuk Raka. Tidak hanya untuk mencipta perasaan bahagia, tapi juga untuk menyamarkan atau bahkan menghilangkan perasaan terluka.

Memandang langit-langit kamarnya, Zaluna terus berpikir bagaimana caranya membuat Raka mau menceritakan masalahnya. Bukan apa-apa, Zaluna hanya risau, ia merasakan kalau ia tidak memahami Raka. Itu membuatnya gundah dan merasa buruk.

Lama berkelana dalam pikiran, akhirnya kantuk pun menguasai Zaluna dan membawanya ke alam bunga tidur.

.
.
.

Harum masakan khas rumahan membelai indera penciuman Raka di malam hari ketika ia merasa haus dan memutuskan ke dapur untuk mengambil minum. Sekarang ini jam dinding menunjukkan pukul setengah satu dini hari, tapi kenapa wanita itu memasak malam-malam?

PWK Syndrome (?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang