16. Bukan Lagi Sahabat

554 36 16
                                    

KEHIDUPAN MEMANG MEMBUTUHKAN PENGORBANAN, TAPI BISAKAH KALIAN MENGHARGAI SEDIKIT SAJA PENGORBANANKU ?

"Rianda"
-
-
-

Dimas tercengang mendengar permintaan Nugro. Cukup ! Pemuda di depannya bukanlah Nugro yang ia kenal. Nugro telah menjelma menjadi pria brengsek yang tidak punya hati atas nama cinta. Jelas Dimas tidak akan terima jika Nugro meminta Rianda berlutut hanya demi menyatukan persahabatan mereka kembali. Jika Nugro tidak bisa berdamai, maka terserah. Nugro punya hak dan Dimas pun tidak bisa melarangnya sesuka hati.

Sementara di sisi lain, Rianda mulai menekuk kedua lututnya dengan gemetar. Dia mencoba tabah, Rianda bukanlah gadis cengeng yang akan menangis hanya karena disuruh berlutut. Tapi matanya malah menunjukkan hal lain, bulir-bulir bening itu terus menetes di pipinya walau Rianda berkali-kali mengelapnya dengan kasar. Dadanya teramat sesak seperti terhimpit beban berat. Entah berapa lama lagi Rianda harus merasakan ini semua. Ia butuh berbagi cerita, namun ia sendiri bingung harus membaginya dengan siapa. Ia memiliki banyak sahabat, tapi disaat seperti ini semua sahabatnya malah menjadi orang asing yang seakan memiliki niat buruk kepadanya.

'Lo cengeng banget sih, Rin ! Nugro itu nggak akan berubah pikiran hanya karena air mata lo, justru dia akan tersenyum puas karena rencananya berhasil. So, BERHENTI MENANGIS RIANDA AURELIA !! ' -bisik Rianda menabahkan hati.

Dimas bergerak menghampiri Rianda kemudian mencengkram kedua bahunya agar gadis itu kembali berdiri. " Bangun, Rin. Lo gak pantes ngelakuin ini, " bisik Dimas di dekat telinga Rianda namun Rianda tak bergeming, ia masih dalam posisinya.

"Rin, lo nggak seharusnya berlutut. Kalo Nugro memang nggak mau berdamai sama gue, ya udah, " bisik Dimas lagi. Ia kembali mencengkram bahu Rianda, namun gadis itu tetap diam.

"Tapi gue pengen persahabatan kita kayak dulu lagi, Dim. Gue....nggak pa-pa kok " ujar Rianda yang kini menunduk menutupi kesedihannya. Air matanya ia biarkan jatuh ke lantai begitu saja. Ia benar-benar mengharapkan ketenangan saat ini. Rianda rasa setelah berhasil keluar dari hutan ini ia membutuhkan seorang psikolog untuk memperbaiki mentalnya.

Dimas membuang nafasnya kasar, "Nugro itu udah berubah, Rin. Dia bukan Nugro yang kita kenal, plis gue minta lo bangun ! " kata Dimas mencoba memberi pengertian,  kemudian melirik Nugro sekilas berharap cowok di hadapannya itu berubah pikiran. Namun yang ia lihat hanya wajah datar Nugro yang seakan tak peduli dengan keadaan gadis di depannya.

Rianda tetap keras kepala, ia masih tidak bergerak sesuai permintaan Dimas. Gadis itu menatap lantai dengan pandangan kosong.

Kali ini Mila yang tengah menemani Silvi beranjak menghampiri Rianda setelah meminta Silvi untuk berbaring, Silvi sudah sadarkan diri dan kini ia menyaksikan bagaimana perlakuan Nugro terhadap Rianda. Ia menangis ? Jelas ia menangis, setidaknya Rianda lah satu-satunya harapan agar ia bisa secepatnya pergi dari hutan ini. Mila berjongkok untuk mensejajarkan tubuhnya dengan Rianda.

"Rin, bangun ! Gue memang nyuruh lo buat minta maaf ke Nugro, tapi nggak dengan cara berlutut, Rin. " Mila menatap bahu Rianda yang bergetar, ia tahu gadis ini sedang menangis tapi sengaja ia tutupi seolah tidak ingin orang lain tahu tangisannya.

Bujukan Mila juga tak berhasil. Rianda masih diam di tempatnya seakan tempat itu sudah diberi lem perekat agar Rianda tak bisa bergerak.

Nugro memalingkan wajahnya sambil tersenyum meremehkan. Entah apa yang berada di pikiran pemuda sembilan belas tahunan itu, egonya terlalu kuat untuk dipatahkan sampai-sampai merendahkan harga diri sahabatnya sendiri.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 25, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RONGGENGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang