° 24 °

160 44 9
                                    

Shasha meringis pelan saat luka di sudut bibirnya terasa sakit. Matahari sudah nampak terbit dari timur, lolos masuk melalui celah tirai yang menutupi jendela besar. Dari tempatnya berdiri, gadis itu dapat melihat seorang laki-laki yang sedang tertidur di atas sofa ruang tengahnya.

Gadis itu menyiapkan sarapan untuk mereka berdua, enggan membangunkan padahal hari ini hari sekolah. Mengingat kondisi dirinya dan Juna, sepertinya memang lebih baik untuk membolos sehari.

Kejadian semalam memang terhitung sangat bodoh, bisa-bisanya ia yang selalu tenang tersulut amarah dan mau saja bertarung saat kondisinya tidak baik.

Shasha datang ke area belakang arena. Hari ini bukan jadwal pertandingannya, tapi karena panggilan dari Dean mau tidak mau ia datang.

Gadis itu menatap sekelilingnya curiga. Pasalnya saat ia masuk tadi, di ujung gang mengarah ke area belakang arena tampak di jaga oleh dua orang yang baru pertama kali ia lihat.

"Hey long time no see girl," seseorang tampak muncul dari bawah bayangan lampu.

Shasha mengernyit heran. Dari suaranya saja ia tahu siapa yang berucap, tapi apa keinginannya sampai repot menghampiri dirinya.

"Lo ngapain?" gadis itu bertanya datar.

Ia mengenali laki-laki itu. Laki-laki arogan berusia  20-an yang menyandang gelar pemain terkuat. Sebelum gelar itu tergeser oleh keberadaan Shasha di arena lain. Shasha memang pernah berada di arena yang berbeda sebelumnya, tetapi karena bosan akhirnya dia pindah. Shasha pikir apa yang telah terjadi akan ya sudah berlalu begitu saja, namun sebaliknya, menghilangnya Shasha dari arena tersebut tidak cukup membuat puas pria arogan tersebut. Harga dirinya sudah terlanjur terinjak karena dikalahkan seorang gadis. Dendam hatinya sudah terlanjur menggerogot untuk di lepas begitu saja.

Bugh

Tanpa aba-aba, laki-laki itu bermain kotor dengan menyerang Shasha tepat di kaki kanannya. Untung saja gadis itu memang termasuk ahli, maka dengan mudah ia mengunci lawannya.

"Gue ga terima pertarungan di luar ring pengecut," Shasha berucap.

Dari ekor matanya, Shasha bisa melihat bahwa sang laki-laki memberi tanda pada dua orang di depan gang untuk tidak ikut campur. Ah benar perkiraannya kalau ini jebakan.

"Eh-eh ko malah jadi gini, kalo mau tanding di dalem aja, kalo diluar nanti izin arena bisa dicabut," Dean tiba-tiba datang entah darimana.

Dan seperti itulah pada akhirnya Shasha berakhir di dalam ring bersama laki-laki pecundang itu. Sungguh tendangan laki-laki itu pada kaki kanannya sungguh sakit. Sepertinya sendi kakinya bergeser. Ini akan menjadi pertandingan yang tidak menyenangkan.

Benar perkiraan Shasha tadi, ini baru masuk 4 ronde dan dia sudah nampak kewalahan. Sakit di kakinya benar-benar membatasi ruang geraknya.

Saat harapannya tinggal sedikit, datanglah Juna seperti pahlawan kesiangan. Tidak laki-laki itu bukan orang bodoh yang langsung mengganggu alur pertandingan. Ia malah berteriak dari antara kerumunan penonton, yang tentunya di isi dengan beberapa penggemar garis keras seorang 'Kara'.

"Eh itu kakinya masa udah dipukulin duluan di luar, jadi cowo ga gentle banget main curang," ya sekiranya itulah salah satu sorakan yang dikeluarkan laki-laki itu.

Tentu saja penggemar Kara pada langsung berbisik-bisik, awalnya mereka kecewa idolanya mudah kalah, tapi setelah di pikir memang ada yang tidak beres.

Akhirnya sorakan demi sorakan mengisi sekeliling arena. Membuat keadaan menjadi sangat ricuh. Bahkan beberapa penggemar berat Kara berani memasuki arena dan mengeroyok lawan gadis itu. Memberikan celah bagi Shasha dan Juna untuk keluar dari area arena.

Bitter PunchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang