"hai"
"Hai?"
Mendengar tanya dari kekasihnya, membuat Ara terkekeh, "kamu apa kabar?"
Sambil menginjak pedal gas, "ya aku baik baik aja Araa". Ah, memang yang di katakan kekasihnya benar. Ia terlihat sangat baik baik saja. Mungkin, berat badannya juga terlihat sedikit naik. Lamunannya hilang saat sebuah tangan sedikit membuat rambut yang ditatanya berantakan.
"Sekangen itu ya kamu sama aku? Sampe ngelihatinnya kayak gitu", diikuti dengan tawa yang membuat siapapun akan terpesona.
"Iyaa, kangen pake banget. Kita gak ketemu udah hampir 1 bulan ditambah lagi kamu susah dihubungin"
"Aku kerja sayang, bulan ini tuh hectic banget"
"Iyaa aku tau"
Perjalan menuju restoran diisi dengan obrolan ringan keduanya. Menyampaikan kerinduan yang selama ini mereka pendam.
Mobil hitam yang dikendarai laki-laki itu berhenti di sebuah rumah makan bergaya klasik. Setelah menarik rem tangan dan membuka seatbelt, mereka turun beriringan. Ara menggandeng tangan kekasihnya.
Mesra. Satu kata yang dapat menggambarkan keadaan mereka saat ini. Sang wanita yang begitu anggun dan cantik, dan sang pria yang begitu tampan dan mempesona.
Mereka duduk di kursi dekat jendela. Mulai memesan untuk makan malam mereka. Sesekali sebuah tawa terlihat di wajah mereka. Sungguh harmonis, membuat siapapun ingin memiliki kekasih seperti mereka.
"Andrew" panggil Ara pelan saat makanan sudah tertata rapi di depan keduanya. Andrew mendongak dengan sebuah senyum kepada Ara, menunggu apa yang dikatakan Ara selanjutnya.
"Kita, gimana?"
Senyumnya luntur. Sebuah pertanyaan yang ia pikirkan saat pertama kali ia setuju dengan dirinya sendiri untuk mengejar Ara. Untuk bersamanya.
"Ah, lupain. Kita makan dulu aja" ucap Ara dengan sebuah senyuman paksa di wajahnya. Ia tak mau membuat makan malam ini menjadi rusak dengan pertanyaan itu. Tapi, apa boleh buat? Orang tuanya hampir setiap hari mendesak hubungan keduanya.
Mendesak untuk memilih melepaskan atau mengalah. Pertanyaan yang selalu Ara hindari. Pertanyaan yang sering membuatnya pusing atau membuatny bertengkar dengan kedua orang tuanya.
'kamu mau gimana sama Andrew?'
Jawaban yang selalu Ara sampaikan hanya 2 kata. Gak tau. Ia bingung. Tidak tau harus memilih yang mana. Antara harus melepaskan atau mengalah.
Makanan mulai habis saat telepon genggam milik Andrew berbunyi. Sebuah panggilan masuk, membuat Andrew menghentikan makannya sementara.
"Ada apa?"
"...."
"Oh, oke. Saya kesana"
Telepon dimatikan disertai helaan nafas panjang dari Ara. Ia tahu bahwa setelah ini ia akan ditinggalkan. Lagi.
"Ra, aku ada -"
"It just freaking 7pm and you have a kind of meeting? Meeting apa lagi An?"
"Meeting buat tender yang aku lagi kerjain Ra"
"Andrew" kata Ara melemah.
"Jangan kayak anak kecil Ra" kata Andrew yang sudah menggenggam kunci mobilnya. Ia sudah bersiap menuju kantornya.
"Kita bahkan baru bareng 1 jam setelah hampir 1 bulan gak ketemu dan kamu susah dihubungin"
"Ra, jangan sekarang"
KAMU SEDANG MEMBACA
Arunika
Fanfiction[ON HOLD]Arunika memiliki arti cahaya matahari di pagi hari. Bermaksud supaya Arunika memberikan kehangatan bagi siapa saja yang tinggal di dalamnya. Menjadi tempat yang dituju saat melepas lelah, tempat untuk singgah, tempat berlindung dari panas d...