1st Event: Gadis Bertudung Merah (Bagian 2)

191 51 3
                                    

"Apa maksud, Bapak?"

"Pertanyaan tadi rasanya sudah sangat jelas, anak umur 15 tahun yang tidak mendapat kurikulum khusus juga sepertinya akan mengerti." Pak Irfan meyipitkan matanya, mengamati gerak-gerikku. Penuh selidik, terus mengamati.

Agar bisa memahami seseorang yang baru dikenal, penting untuk melihat reaksi tubuhnya. Entah itu hanya gerakan kecil seperti sengaja memutar rambut, atau urat kecil yang biasanya terlihat di dahi ketika seseorang berbohong. Detail-detail seperti grooming behaviour juga akan sangat berguna supaya lebih mengerti lawan bicara.

Amemayu Children's diajarkan cara memahami sifat manusia. Manusia itu menarik, mereka akan mudah dibaca jika sudah mempelajarinya. Segala kebiasaan berhubungan dengan perilakunya. Misalnya saja, seorang yang berbohong akan sering mengalihkan pandangannya atau menggaruk kepalanya.

Meskipun mereka sudah melatihku, rasanya masih sulit untuk mengimplementasikan cara itu. Malahan sekarang aku yang sepertinya menjadi target guru ini, dia ingin mengetahui lebih banyak tentang diriku. Berada di sini terlalu lama tentu saja akan sangat merugikan.

"Saya benar-benar tidak mengerti maksud Bapak," balasku berusaha semaksimal mungkin agar tidak melakukan gerakan apa-apa.

Tatapan curiganya semakin intens, apakah aku bisa menipunya?

"Kalau begitu kembalilah."

Aku tidak tahu, entah bisa dikatakan beruntung atau Pak Irfan sadar kalau sekeras apapun dirinya berusaha aku tetap tidak akan membuka mulut. Udara di sini semakin terasa panas dan sesak, memang lebih baik segera kembali agar tidak bertemu dengan guru lain dengan pertanyaan yang bermacam-macam.

"Tunggu sebentar, aku hampir lupa. Di dalam buku itu ada catatan khusus, aku harap kamu membacanya sebelum pulang."

***

Semuanya berjalan lancar bahkan tidak ada hambatan sama sekali. Dari awal perkenalan hingga jam pelajaran berakhir. Murid-murid di Kelas F berwajah gusar, tentu saja ini adalah gambaran yang aku dapat. Kebanyakan dari mereka khawatir, sebab sama sekali tidak mendapatkan uang saku seperti yang aku dengar dari ketua kelas.

"Hei, gue boleh pinjem duit enggak?" tanya seseorang di sampingku.

Aku segera menoleh untuk melihat siapa yang berbicara. Sosok besar yang tegap berdiri tepat di meja sebelah. Ternyata dia bertanya pada orang lain, hampir saja aku salah sangka jika pertanyaan tadi ditujukan kepadaku.

"Tapi, duit gue juga sisa sedikit."

"Emang berapa sisa duit lo?"

Siswa kurus dengan kacamata itu nampak kesusahan, ia seakan-akan tidak mau menjawab pertanyaan lawan bicaranya yang menyeramkan. Sisi lain dalam kelas ini juga sama, beberapa murid kelihatan saling berbicara masalah peminjaman uang dan semacamnya.

Gadis populer dengan gaya pakaian modis terus berbicara dengan satu persatu temannya, mencoba meminta bantuan untuk memberinya uang meskipun sedikit. Gaya hidup dan manajemen keuangan harus diperhatikan oleh diri sendiri, sepertinya banyak yang belum siap.

"Felly, boleh dong aku minjem 200 ribu aja, kita temen, 'kan?"

Sekarang justru Felly yang menjadi sasaran gadis tadi, ia tersenyum sebentar lalu mengiyakan. Aku tidak tahu sebaik apa orang bernama Felly Andara ini, tetapi kau hanya terlihat seperti orang bodoh bagiku. Dengan dalih teman seseorang dapat memanfaatkanmu dengan mudah.

Situasi kelas ini benar-benar seperti tempat peminjaman uang. Aku tidak tahan lagi, lebih baik segera pergi dan melihat asrama yang akan aku tinggali. Sayangnya, aku belum tahu jalan dan bahkan tidak tahu bangunan mana yang digunakan menjadi asrama.

Popularitas adalah Segalanya (Vokal)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang