Banyak hal yang mulai ga masuk akal akhir akhir ini, pejabat korupsi, Jakarta polusi, sampe hubungan yang menyepi, sayup sayup lagu milik baskara putra di sebuah kafe pinggir jalan di daerah Asia Afrika maju dikit, Braga, terkenal banget kan? Iya Braga di sebut dimana-mana, namanya di sanjung sanjung sebagai tempat paling romantis di kota kembang, padahal hanya sebatas jalan biasa, macet, dan rame, tapi memang di sepanjang jalan akan ada pelukis jalanan yang menelanjangi karya nya untuk di lihat ribuan pasang mata setiap harinya, kata orang dulu Braga di sebut sebut tempat para nona nona manis asal Belanda memamerkan pakaian berlaga ingin di puja pria pria tampan pada masanya, dari dulu katanya Braga sudah sering dijadikan tempat bertemu dan berpisah, dari dulu Braga sering di kunjungi karena bau wangi kopi Sumatra nya yang katanya bisa tercium sampai Jatinangor.
"Kopi Sumatra, gue suka, dari pertama gue ke Bandung, wanginya selalu nyampe ke Jatinangor" ucap nya seraya mengembalikan cangkir coklat ke atas meja, lalu memandangi kaca yang tembus pandang ke arah jalan, 2018.
Sampai sekarang, kopi Sumatra wanginya selalu melekat di tempat ini, meskipun bukan menu best seller tapi tetap menjadi menu andalan bagi beberapa orang, wangi tapi pahit, sama seperti bau wangi Bandung kali ini, wangi tapi pahit, kenapa semuanya menjadi sedramatis ini?
Akhirnya, aku pindah ke Bandung, setelah bergelut dengan polusi Jakarta, akhirnya bisa tergantikan dengan kabut berhawa dingin di langit Bandung, kepindahan ku kesini bukan tanpa alasan, alasan untuk melanjutkan titel sudah di depan mata, saat teman teman ambisius yang lain sibuk dengan SNMPTN, SBMPTN, dan lain sebagainya, aku malah memutuskan untuk pindah ke Bandung dan mulai belajar hal-hal realistis lainnya, sambil mempersiapkan esay, dan tes bahasa Inggris yang di gadang gadang sulit itu. Karena mimpiku bukan main main, Stanford, cukup banyak yang harus di persiapkan untuk menghadapi orang orang jenius di luar sana, banyak yang menyarankan untuk ikut LPDP, atau beasiswa yang lainnya dengan alasan pasti akan mahal biaya sekolah dan hidupnya, bukan nya apa tapi kalo ikut program beasiswa takutnya mengecewakan pihak pemberi beasiswa kalau tiba tiba beasiswa nya di cabut gimana?.
Hari ini, Hari pertamaku di Bandung, hari pertama tinggal sendiriannya, rumah masa kecilku disini ada di daerah buah batu, aku kurang suka, terlalu sepi ada di dalam komplek perumahan yang seakan akan tak berpenghuni, lebih baik disini di atas gedung tinggi sih tetangga nya juga mungkin akan sama seperti orang orang sibuk pada umumnya, tapi setidaknya ini di pusat kota. Barang barang pindahan ku dari Jakarta belum sempat di bereskan, belum ada niat dan ga ada yang bantu, jadi sore ini ku putuskan untuk berjalan sedikit, ke jalan Asia Afrika di mana banyak orang orang yang berubah menjadi superhero atau berubah menjadi makhluk magis tingkat nasional atau pun internasional.
"Apasi setan gabut" seseorang di depan ku mengoceh, mengeluhkan kegabutan cosplayer cosplayer yang sedang minum es legendaris di tangga gedung merdeka, tapi tak lama iya mengambil foto menggunakan kamera disposable nya, lalu memberikan sejumlah uang pecahan 20 ribuan kepada mereka.
Aku sadar, semua profesi harus di akui dan di apresiasi, seakan sudah di cuci otak tentang hidup yang baik itu hidup yang bergelimang harta aku tidak bisa membuka mata untuk lebih sadar akan realita, bahwa di luar sana masih banyak yang harus lebih berusaha, orang yang tadi, sekarang sudah pergi melangkah menyusuri Asia Afrika, aku pun harus begitu ikut melangkah bukan cuman melamun karena jujur cosplayer cosplayer disini nyeremin juga.
Aku sampai di jalan Braga, antrian toko ice cream terkenal memenuhi jalanan, orang orang banyak berlalu lalang, ini sudah lumayan malam, tapi masih banyak yang terjaga untuk sekedar nongkrong belaka atau memang sedang bekerja, aku masuk ke sebuah kafe di tengah perjalanan, nampak tak asing karena ini kafe sepupuku, aku berjalan menuju meja tempat barista menyiapkan kopi.
"Lah ngapain Lo disini" sapa seorang, itu Rosi sepupu ku, sesuai pengakuannya jika malam tiba dia akan menjadi barista di kafe nya sendiri.
"Rame banget dah" jawabku, memang sudah biasa kafe ini rame, tapi ini sudah lumayan malam kenapa jadi semakin rame.
"Tempat kosong di mana? gua mau duduk, minum nya yang biasa aja" lanjutku, sambil beranjak mencari tempat duduk dan tidak peduli dengan jawaban Rosi, di lantai satu semua terisi, aku berjalan ke lantai dua tidak semua terisi tapi disini tidak terlalu menyenangkan pencahayaannya kurang, pilihan terkahir adalah rooftop yang pasti tidak akan menjadi pilihan banyak orang di malam hari karena hawa dingin yang di bawa angin.Aku duduk di tempat paling pinggir alias Deket pager yang menghadap ke jalan, dingin juga, tak lama seoseorang datang memberikan secangkir kopi yang aku sebut 'yang biasa aja' artinya yang sudah sering di pesan.
"Kopi Sumatra" celetuk seseorang sesaat setelah kopi itu di simpan di atas meja, suaranya tak asing seperti pernah ku perhatikan. Suaranya jelas, aku melamun memikirkan pemiliknya.
"Wangi banget" celetuknya lagi. Lagi-lagi kepikiran siapa pemiliknya, padahal tadi sempat tidak peduli karena mungkin memang ada filosofer kopi di dekat ku.
"Assalamualaikum mba"
"Waalaikumsalam" jawabku ketus
"Maaf mba boleh saya duduk disini?" Tanya dia, entah tujuan nya apa. Di atas tangannya ada laptop yang menjadi tatapan gelas plastik.
"Oh iya boleh" hanya sebatas 'manner'.
Sedikit akward, tapi kayaknya mas mas ini ga ada canggung canggung nya dia dari tadi mainin laptop doang.
"Mba di Bandung kuliah? Kerja? Atau jalan jalan" tanya dia membuka pembicaraan.
"Nganggur"
"Hah oh nganggur? Mau ga jadi SPG"
"Saya bukan pengangguran" jawabku ketus.
"Lah katanya nganggur"
"Saya gap year"
"Oh ga keterima PTN ya"
Sumpah mas mas ini, tidak memberikan pernyataan dan pertanyaan yang mendasar, bahkan apa yang dia katakan ga ada sopan santunnya sama sekali.
"Kenalin saya Andre" dia menyodorkan tangan nya.
"Amira".
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan tentang Asia Arfrika
Teen Fictionini bukan tentang Asia-afrika, ini hanya tentang kopi Sumatra yang tercium sampai jauh keluar Bandung, lebih tepat nya ke Jatinangor. Sampul cr: pinterest