The Untold Story of Alea Guinevere

8 0 0
                                    


"Kayaknya aku mau berhenti kuliah aja. Tapi minggu depan aku masih ada presentasi wajib. Setelah itu aku pasti bakal berhenti dan pulang kerumah Bunda."

"Udah tahu nggak bisa bayar dan miskin, ngapain masih mikirin presentasi?" ucap seorang laki laki tua dengan tangguh.

"Yang penting tanggung jawab, nggak kayak kakek." jawab Alea dengan nada parau dan segera berlari ke kamarnya untuk mengemasi semua barang barangnya. Ia tidak akan menyisakan apapun. Apapun.

Pagi itu, jam masih menunjukkan pukul 05.30. Matahari masih terlihat malu-malu untuk muncul dan bersinar seperti biasanya. Pagi ini merupakan pagi yang lebih dari kata "buruk" untuk Alea. Dengan bercucuran air mata, Ia mengeluarkan barang barangnya dari lemari. Baju baju usang hingga bingkai foto Ia dan adik adiknya. Ia harus bagaimana sekarang?

Tidak ada pilihan lain, Ia harus segera menelfon ibunya.

"Bunda.." panggil gadis itu, masih setengah terisak. Perempuan yang bersuara parau karena baru terbangun dari tidurnya langsung kaget. Tidak biasanya, bahkan tidak pernah putri sulungnya menelfon dengan keadaan menangis.

"Lea? Kenapa?" jawabnya, benar benar khawatir.

"Bunda, kayaknya Alea bakal berhenti kuliah. Alea diusir. Bunda, maafin Alea. Alea janji Alea bakal tanggung jawab."

"Le, kenapa? Kamu dipukulin sama kakek kamu lagi?"

"Alea nggak bisa cerita sekarang, Alea harus pergi, Bun.­­­"

"Kemana, Le? Mau kemana pagi buta begini?"

"Alea ke apartemennya El dulu ya Bunda, nanti setelahnya bakal aku kabarin secepatnya." Alea Guinevere tidak tahu harus berbicara dari mana. Mulai dari mana dan juga harus menyelesaikannya bagaimana. Pikirannya begitu kalut pagi ini.

"Mau kemana kamu?" tanya kakeknya saat Alea melangkah turun ke bawah, membawa barang barangnya dengan cara memasukkannya ke tas ransel kuliahnya yang berjumlah 5 (lima) tas.

"Mau ke apart El. Aku udah mutusin buat berenti kuliah. Makasih buat semuanya ya, aku pamit." ujar Alea terburu-buru. Ia tidak mau kembali masuk ke dalam lubang yang sama. Ia harus pergi dengan cepat agar tidak ada yang mengubah pikirannya lagi.

Alea pergi dan menghubungi El di pagi buta. Ia tahu El masih tertidur pulas. Saat Ia telah sampai di apartemen El, El kaget dan langsung memeluk Alea. Ia sudah mengetahui secara persis apa yang pacarnya alami sepagi ini.

Biar kukenalkan, pria yang menjadi pelindung Alea saat ini ialah Elzo. Elzo merupakan kakak tingkat Alea di kampusnya. Di Jakarta, Alea hanya memiliki pria ini untuk bersandar. Ia tidak memiliki keluarga yang lain. Alea percaya Ia akan baik baik saja dengan Elzo. Elzo merupakan pria yang sudah lumayan sukses di umurnya yang baru menginjak 23 tahun. Mereka sudah menjalankan hubungan selama dua tahun.

Setelah dua bulan, Alea sudah memiliki indekosnya sendiri. Ia sudah menjalani kehidupannya seperti biasa lagi. Alea sudah merasa bebas dan juga bahagia. Ia bisa fokus dengan kuliahnya. Alea mencoba berjualan dengan modal yang sedikit, Ia mencoba berjualan dengan modal yang sedikit di kampusnya. Ia berjualan pudding dan juga makanan makanan ringan seperti dessert.

Setelah sadar bahwa hal itu tidak terlalu mencukupi biaya hidup Alea, Alea lalu mencoba untuk membantu tugas temannya dan dibayar. Setelah lama kelamaan, Alea tercukupi dengan biayanya yang lumayan. Ia memutuskan untuk melanjutkan kuliahnya. Karena jika tidak, gelar SMA tidak akan dipandang di Negeri Indonesia ini. Apa guna skill dan inovasi jika kita tidak memiliki ijazah perguruan tinggi?

Alea berusaha hidup seminimal mungkin. Pengeluarannya Ia tekan sedikit mungkin dan mencoba mempunyai penghasilan sebesar mungkin. Alea benar benar merasa hidupnya sangat berat apalagi dengan biaya kuliah yang tidak sedikit. Kehidupan di Jakarta yang sangat dikenal keras memang benar adanya.

Bukan hanya menjadi joki tugas, Alea mencoba melamar pekerjaan menjadi guru bahasa Inggris. Ia bahkan pernah mengajar di Bengkulu saat magang. Kehidupan Alea perlahan membaik dan Ia bangga dengan dirinya sendiri. Setelah kembali pulang ke Jakarta, Alea akhirnya melamar pekerjaan menjadi salah satu barista di perusahaan kopi terkenal di dunia. Ia berhasil mendapatkan apa saja yang Ia inginkan.

Hidup yang Alea jalani dirasa semakin baik dan juga Ia mulai bisa mengendalikan bebannya. Namun, hubungannya dengan orang lain dirasa sangat renggang. Alea menjadi pribadi yang mudah marah dan egois. Ia menjadi pribadi yang serakah dan harus mendapatkan apa saja yang Ia mau. Ia berambisi lebih untuk membalas dendam kepada kakeknya yang menyakitinya dengan sebegitunya.

Hubungan Alea dengan El pun dirasa renggang. Alea yang sangat sibuk bekerja bahkan jarang sekali bertukar kabar dengan El. El mengetahui bahwa beban dan tanggung jawab kekasihnya sangat berat. Namun, Ia juga butuh Alea.

El menyadari bahwa Alea tidak baik baik saja semenjak Ia selalu mengkonsumsi pil tidur agar bisa tidur. Jika ia tidak meminum pil tersebut maka Ia sama sekali tidak akan tertidur. El yang menyadari itu langsung mengajak Alea makan sambil merayakan anniversary mereka yang ke dua.

"Alea, aku punya kado." ujar El.

"Asyik! Mana?" tanya Alea, wanita Sagitarius itu memang sangat menyukai kado dan hal hal surprise lainnya.

"Kadonya konsultasi ke psikolog ya, Le. Aku tau ada yang nggak baik baik aja sama kamu."

"Hah? Apa sih El? Emang aku kenapa?

"Le, please. Nurut sekali ini aja. I know you are so smart but i think you need this. Okay?"

"Kalau ternyata ada apa apa sama aku gimana?"
"Its okay, Alea. I'm here. With you" ujar El. Maka dari itu Alea memberanikan diri untuk pergi ke psikolog.

Alea divonis ADHD dan juga Bipolar Disorder. Mendengar kabar itu tentu saja membuat Alea merasa sedih tidak berkesudahan. Cobaan apa lagi yang harus Ia hadapi?

Semenjak saat itu, Alea mengurangi tekanan kepada dirinya, Ia mengetahui dan paham bahwa Ia tidak bisa terlalu jahat dengan dirinya. Alea sekarang mencoba untuk lebih tenang dan baik baik saja. Mencoba berdamai dengan keadaan meskipun Ia tahu itu merupakan hal yang sangat sulit baginya. Alea tetap mencoba.

Hari kelulusan pun tiba, Ia lulus dengan IPK terbaik. Semua orang sangat bangga kepadanya. Orang tuanya, adik adiknya, dan juga El. Bagaimana tidak, di usianya yang menginjak 22 tahun Alea bahkan terus mencoba untuk bekerja hingga pada akhirnya Ia bisa membuat production house disaat Ia belum lulus kuliah.

Semua orang sangat bangga kepada Alea, putri kecil yang dulunya cengeng dan memiliki labil yang berlebih, sekarang sudah bisa menjadi perempuan cerdas dengan tidak gegabah.

Penyakit yang diidap oleh Alea sudah bisa dikontrol meskipun belum sepenuhnya. Alea tidak mengkonsumsi obat lagi dan itu membuat Alea merasa dirinya lebih baik. Hal ini yang membuat Alea sadar bahwa Ia tidak perlu menjadi sempurna untuk baik baik saja. Kehidupan pahit yang Alea jalankan akhirnya berbuah manis karena berdamai dengan keadaan.

The Untold Story of Alea GuinevereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang