• phases 19.5 / ?

67 21 39
                                    

PORAK adalah kata yang tepat untuk mendeskripsikan malam itu bagi seorang Edwin Bintang Chandrakusumo.

Tangannya diikat ke belekang oleh sekumpulan anak laki-laki suruhan Jordan--yang kini tengah berusaha memikat sang primadona hati. Edwin bahkan tak berusaha mengelak sama sekali.

Lagian dia bisa apa sih? Ngelarang Jordan nembak Sasha? Enggak, kan.

Lidahnya kelu menyaksikan semua ini. Apalagi Sasha yang kedua tangannya tengah diapit Ichel dan Liya memberontak dengan penuh tenaga. Sasha tidak ingin di situ. Sasha pasti ingin kembali kepadanya, kan?

Walaupun Edwin sakit hati karena acara 'tukar isi hati'nya malam ini gagal, Edwin lebih sedih melihat Sasha yang sangat tidak nyaman dengan keadaan. Kalau Sasha udah enggak tahan, dia bakalan meledak di tempat.

"LEPASIN GUE ANJIIING! JORDAN MUKA MONYET!" teriak Sasha tak tanggung-tanggung. Mukanya udah cemberut.

"Heh! Belum nembak, neng!" Michael membalas dari seberang kolam renang. Cowok-cowok yang mengerumuni Jordan lantas tertawa. Melihat Sasha yang tingkahnya kayak kucing nyangkut sangat lucu bagi mereka.

Cuman Edwin yang menyadari bahwa air mata Sasha mulai menetes.

Insting pertama Edwin adalah menggerakkan tubuhnya ke arah gadis itu--ingin cepat-cepat membawanya pergi. Namun yang ada tubuh Edwin ditarik-tarik ke belakang layaknya seorang tahanan.

"Ehh, santai dong, bro!" tukas si yang berkaca mata. Edwin tak kenal ia siapa.

"Ngapain sih, hah? Serasa keren lo giniin gue?!" gertak Edwin. Ia tak suka jika kesabarannya diuji.

Setelah beberapa detik berusaha lepas, tangannya akhirnya dibiarkan bergerak bebas. Cowok yang katanya bernama 'Anton' itu menghela napas, menatap Edwin dengan tampang bodo-amat.

Dih. Kalau Edwin enggak punya etika mungkin wajah menyebalkan Anton sudah ia tonjok sekarang juga.

"Gue temen Jordan."

"Gue temen Sasha," cerocos Edwin kesal. "Terus?"

"Jordan udah lama berjuang, Ed. Gue kasihan. Biarin dia menangin Sasha, bisa?"

Tak tahan mendengarnya, dada Edwin menggebu-gebu. Telunjuknya menekan dada Anton yang dilapisi sweater off-white. "Denger."

"Sasha bukan mainan buat dimenangin. Dia cewek. Punya hati. Dan--" Dan kata siapa gue nggak berjuang?

"Nggak guna gua ngomong sama lo."

Untuk terakhir kalinya Edwin menatap Sasha dan seluruh kerumunan manusia yang melingkari gadis tersebut. Sorak sorai mulai terdengar.

Edwin tak mau tahu.

Ia beranjak pergi darisana, melewati kolam renang, photo booth, hingga tiang kayu besar yang menuntunnya ke arah pintu halaman belakang.

Sempat ia menangkap sosok Gibran yang sedang berbincang degan gadis anak angkatan atas. Lantas emosi Edwin memuncak. Kalau sampai Gibran membuat Aubrey menangis malam ini, Edwin tak akan takut menghajar cowok tak tahu diri itu.

Bahu Gibran ia tabrak.

"ENGGAK USAH MAIN CEWEK, BLOG! UDAH PUNYA PACAR BERSYUKUR DIKIT, NAPA!"

Seperti ekspektasinya Gibran terlonjak kaget. Namun Edwin terlalu marah untuk peduli.

Langkahnya membawanya ke rumah keluarga Richardson kembali.

Sebelum mendarat di kediaman Richardson, ada satu kalimat yang Austin bisikkan pada Brandon di jok belakang mobil Zion. Kondisinya lagi isi bensin--Aubrey dan Zion di luar sementara Gibran ketiduran.

FASE - prettymuch (DISCONTINUED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang