30. Finally, At Last

11K 1.4K 276
                                    

Yang kesel karena udah 30 bab tapi ceritanya belum mulai juga, mana suaranya~~~~

* * *

Haiva bangun dengan kepala yang sakit karena menangis semalaman dan baru tertidur jam 3 pagi. Dia punya ambang nyeri yang rendah, sehingga dia terpaksa minum analgetik (obat pereda nyeri) setelah makan sepotong kecil roti.

Setelah mandi dan sholat subuh, Haiva kembali berbaring di kasurnya, menimbang apakah dia bisa ijin tidak masuk kerja hari ini. Setelah patah hati kali ini rasanya dia tidak bisa berpikir dengan jernih.

Entah kenapa kali ini rasanya berbeda dengan saat patah hati karena Arya. Dia dulu naksir Arya selama bertahun-tahun. Tapi saat patah, hatinya tidak sampai sesakit ini. Kali ini, dia baru setahun terakhir mengidolakan Haris, barangkali baru beberapa bulan dia menyadari jatuh cinta pada Haris, tapi kenapa rasa sakitnya saat patah hati lebih sakit dibanding saat dengan Arya dulu?

Pada jam 7 pagi sakit kepalanya sudah membaik, meski belum sembuh benar. Tapi suasana hatinya benar-benar buruk dan dia tidak yakin bisa bekerja dengan baik hari ini. Maka dia menelepon bosnya dan anak buahnya, mengabari bahwa hari ini dia tidak bisa datang ke kantor karena sakit, tapi jika memungkinkan akan mengerjakan pekerjaannya dari rumah.

Nyatanya, dia memang tidak bisa berpikir jernih. Wajah Haris terus saja memenuhi pikirannya. Haiva merasa kesal pada dirinya sendiri karena bisa-bisanya menyukai bosnya dengan tidak tahu diri.

Haiva tidak benar-benar tahu apa alasan Haris masih melajang sampai usianya yang hampir 50 tahun. Tapi selama bertahun-tahun pasti ada banyak perempuan yang mendekati pria setampan itu. Jika mereka saja gagal, mana mungkin dirinya berhasil kan.

Haiva tidak menyesali telah mengakui perasaannya pada Haris. Dia merasa murahan, karena berani menyatakan cinta pada laki-laki yang tidak menyukainya. Tapi dia tidak menyesal. Setidaknya, dia tidak akan lagi berandai-andai seperti pengalamannya dengan Arya dulu. Dia merasa lega sudah menyampaikan isi hatinya. Meski jika setelah ini Haris akan menjauhinya karena merasa terganggu dengan perasaannya, dia siap menerima risikonya. Untungnya mereka tidak bekerja di perusahaan yang sama lagi, sehingga Haiva akan bisa belajar melupakan Haris dengan lebih mudah.

Haiva hampir saja terlelap kembali ketika tiba-tiba ponsel yang diletakkan di nakas di sebelah kasurnya bergetar. Dengan setengah hati ia mengambil ponselnya, lalu terkejut melihat nama yang tertera di ponselnya.

Hilbram?

Mereka memang pernah bertukar nomer ponsel. Tapi selama ini dia belum pernah berkontak dengan keponakan Haris itu via WhatsApp maupun telepon. Jadi kenapa tiba-tiba pemuda itu meneleponnya?

"Pakde jatuh, Mbak," Haiva mendengar Hilbram berkata panik, ketika Haiva menerima panggilan teleponnya.

"Apa?" Haiva bertanya karena bingung dengan kata-kata Hilbram yang panik.

"Kata Pak Amir, Pakde pingsan."

Pak Amir adalah orang yang membatu Haris di rumahnya.

Haiva langsung bangkit dari posisi tidurnya. "Kok bisa?!"

"Nggak tahu, Mbak. Sekarang Pak Amir dan Pak Rudi sudah bawa Pakde ke IGD," Hilbram melanjutkan. Pak Rudi adalah supir Haris. "Tapi kalau ada apa-apa, atau urusan administrasi, mereka mungkin nggak bisa handle. Aku-aku- lima belas menit lagi ujian, Mbak. Kalaupun aku sekarang kesana____"

CERITA YANG TIDAK DIMULAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang