Zein Adamas Hermanda

51 6 0
                                    

Dengan balutan gamis dan kerudung putih aku duduk ditengah-tengah pengajian akikahan keponakan laki-lakiku yang sudah ku anggap seperti anak kandungku sendiri, Zein Adamas Hermanda. Acara akikahan pun digabung dengan acara tasyakuran pernikahanku dan Alif yang akan dilangsungkan seminggu lagi.

Entahlah, aku harus bahagia atau sedih dengan keadaanku. Keluargaku kehilangan sosok Meisya ditengah-tengah kebahagian lahirnya sosok mungil yang kami sebut dengan panggilan Baby Zen. Namun ada rasa lega dihati ketika permasalahan keluargaku beberapa hari yang lalu telah hilang. Ya, kami telah mengusut tuntas hinaan orang terhadap Meisya dan Bayuaji. Aku ingin Meisya tenang diperistirahatan terkahirnya dan tidak meninggalkan beban atas segala yang terjadi didunia.

Pernikahan ditengah kesedihan begitu berat bagiku, namun tidak mungkin aku harus kembali menunda pernikahanku setelah aku menundanya 6 bulan agar jarak pernikahanku dan Meisya tidak terlalu berdekatan. Ayah dan Ibu juga meninginkan pernikahanku dan Alif segera dilaksanakan agar tidak menimbulkan fitnah diantara kami.

Setelah acara pengajian akikahan Zein dan tasyakuranku selesai kami berkumpul diruang keluarga. Zein sangat lengket denganku, bahkan ia hanya bisa tidur didalam pelukanku dan akan menangis jika dipegang oleh orang lain.

"Jadi bagaimana nak Bayu?" Tanya Ayah pada Bayuaji, aku hanya menoleh sesaat dan kembali terpokus pada Zein dihadapanku.

Bayuaji menarik nafas panjang."Saya akan pindah kerumah impian saya dan Meisya yah, dan membawa Zein kerumah itu." Ujar Bayuaji yang membuat seluruh keluarga kaget. Apalagi aku, aku sangat terpukul dengan ucapan Bayuaji. Aku tidak mungkin berpisah dengan Zein, aku sangat menyayanginya.

"Nak Bayu, tapi bagaimana dengan Zein? tidak mungkin kalian tinggal berdua saja disana. Apalagi jika Nak Bayu pergi bekerja, siapa yang akan menjaga Zein disana?" Ujar Ibu yang begitu mengkhawatirkan menantu dan cucunya.

Bayuaji menoleh kearah ibu dengan tatapan menyakinkan."Saya akan mempersiapkan segalanya bu, mulai dari suster, pembantu rumah tangga dan saya akan mengurangi sedikit pekerjaan saya untuk menjaga Zein." sahutnya.

Aku terdiam tidak bisa mengikut campuri percakapan antara Ibu, Ayah dan Bayuaji. Sejujurnya hatiku sangat sakit ketika aku harus berjauhan dengan Zein ponakanku. Namun aku tidak mungkin melarangnya, sebab Bayuaji berhak atas Zein anaknya.

"Apakah sudah dipikirkan baik-baik nak. Ayah dan Ibu sangat mengkhawatirkan Zein dan Nak Bayu. Kami tidak masalah jika Nak Bayu dan Zein tinggal bersama kami disini, kami sudah menganggap Nak Bayu seperti anak kandung kami sendiri."

Bayuaji menggelengkan kepala, seraya tidak."Tidak bisa Ayah. Ini sudah keputusan terbaik untuk Bayu dan Zein. Kami sudah terlalu merepotkan dirumah ini, sudah sering membuat Ibu dan Ayah kecewa dengan kami. Maka dari itu saya akan pergi dan tinggal dirumah saya sendiri."

Setelah kejadian kemarin, Bayuaji telah memutuskan untuk berhenti bekerja di dunia keartisanya. Ia memilih untuk meneruskan usaha sang ayah yang berada di Jakarta, sebab kedua orang tua Bayuaji akan berpindah tempat ke Singapura.

"Bagaimana bu?"

Ibu menoleh kearahku dan Bayuaji."Ibu dan Ayah tidak pernah merasa direpotkan nak, tapi jika itu keputusanmu. Ibu tidak bisa berbuat apa-apa. Tapi nak pindahnya setelah ka Maudya menikah dengan Nak Alif ya." pinta Ibu.

"Baik bu. Maafkan saya bu, maafkan juga Meisya istri saya." Jawab Bayuaji disambut dengan anggukan kepala.

Ada rasa tak rela dihatiku, aku harus jauh dari ponakan yang begitu aku sayangi. Sosok Zein hadir seperti menggantikan hilangnya sosok Meisya dikehidupanku, namun aku tahu aku tidak bisa melarang Bayuaji membawa Zein. Tapi untuk beberapa hari ini aku akan memanfaatkan untuk selalu bersama Zein, sebelum ia dan Bayuaji pindah kerumah miliknya.

Sejak kepergian Meisya, Bayuaji lebih banyak menyendiri dan diam. Sesekali air mata mengalir di kelopak matanya yang membuatku sadar bahwa Bayuaji sangat mencitai adekku. Aku bahagia jika cinta dan sayang ada diantara Bayuaji dan Meisya. Ketika Zein besar ia akan bangga, bahwa kedua orang tuanya sangat saling menyayangi hingga hadirnya Zein dalam dunia.

Bukan hanya menyendiri. Sikap Bayuaji juga berubah, ia lebih dingin dan kaku. Aku memang tidak banyak berbicara dengannya, namun sangat merasakan perubahan itu. Berulang kali Bayuaji melarangku untuk mendekati Zein walaupun hanya sekedar membantunya membuat Zein tertidur atau membuatkan susu untuk Zein. Aku mengalah, tidak ingin ada perdebatan diantara Aku dan Bayuaji.

Maudya (Mencari Cinta & Kebahagiaan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang