10 | Tidak Ada Artinya

1 1 0
                                    

Sore hari semakin lama habis ketika Ishaq memberitahu niatan Rabbar yang ingin mengganti struktur juga kepengurusan ekskul cinta lingkungan itu lebih cepat.

Bel pulang berbunyi delapan menit yang lalu, banyak murid masih banyak yang kesana kemari memadati parkiran. Berniat pulang, atau mencari tumpangan. Saat itu, Sherina sedang berada di opsi kedua, meminta siapa saja yang searah dengan alamat rumahnya untuk mengantarkan.

Karena pesan Ishaq tadi, gadis itu mengembalikan langkahnya pada area dalam sekolah, dimana kelas-kelas dan ruangan penting berdiri di sana.

Sebenarnya, pemberitahuan dari Ishaq tidak benar-benar lengkap. Laki-laki itu hanya memberitahu niatan Rabbar, tentang dimana niatan itu akan tersampaikan tidak ia beritahu secara jelas.

Untuk itu, gazebo adalah tujuan Sherina saat ini. Dekat dengan green house, objek utama kegiatan cinta lingkungan itu dilakukan. Menunggu dengan was-was, takut jika salah tempat meskipun di grup chatnya tidak ada pesan baru yang memberi kejelasan.

Akhirnya, teman-temannya yang lain muncul, Sherina merasa ia yang paling awal datang. Tanpa ia tahupun— karena tidak berhenti fokus pada ponsel, Ishaq berada di dalam green house, sedang menata puluhan botol air mineral yang besok atau sewaktu-sewaktu akan dijadikan pot untuk mengurangi limbah plastik, ini merupakan kebiasaan tahunan sebenarnya.

"Eh, nanti Kak Nissa belum bisa ikut rapat lagi." Seorang perempuan di samping Sherina berucap setengah hati, perasaan tidak relanya tersirat jelas.

Menurut pengetahuan Sherina, Nissa adalah senior di ekskul cinta lingkungan, satu angkatan dengan Rabbar. Beberapa kali ia melihat, kakak kelasnya itu sangat baik dan sabar, tidak pernah segan untuk menebarkan senyum. Menuntut ucapan perempuan tadi, Sherina tahu Nissa adalah figur yang disukai banyak orang.

"Kak Nissa masih diminta Pak Geri dampingin anak PMR?" Di sebelahnya, perempuan berambut lebih panjang itu menarik kesimpulan. Berikutnya, ia menerima sebuah anggukan.

Ada manfaatnya juga Sherina diam-diam mendengarkan percakapan teman ekskulnya ini, ia mendapat pencerahan untuk pulang bersama siapa sore itu. Milan, sahabatnya itu pasti sedang memberi pengarahan pada anggota PMR yang baru juga. Lagi-lagi, Sherina kembali disibukkan oleh handphone.

"Permisi, maaf kalau agak telat, tadi ada urusan sebentar di kelas." Rabbar datang terburu-buru, rambutnya berantakan tidak tahu penyebab awalnya. Setelah rapat yang tidak dijadwalkan dua hari yang lalu, XII IPA 1 mulai latihan drama untuk festival beberapa waktu lagi.

"Langsung kita mulai aja? Agak deketan sini, yuk. Enakan di luar, kalau rapat di perpustakaan pasti gerah banget." katanya menjelaskan tanpa diminta, hari ini matahari hadir seperti berada di atas kepala.

Selanjutnya, Sherina dan teman satu ekskulnya yang lain berpindah posisi dekat dengan tempat Rabbar berdiri, laki-laki itu mengambil tempat di bawah pohon rindang.

Tidak ada yang baru dari sebuah rapat. Masukan-masukan, sanggahan, sebuah saran dari awal. Sherina tak pernah andil banyak, lebih memerhatikan Rabbar yang cakap dan bisa apapun itu. Berulang kali tertangkap basah, Sherina berpura-pura tidak terjadi apa-apa.

Sebenarnya, ia mencari Rega. Tetapi kelihatannya sudah pulang, sementara Rabbar yang baik dan berpembawaaan tenang itu sudah ada di sini, tidak boleh disia-siakan. Dua laki-laki yang bersahabat itu mempunyai mangnet yang berhasil menarik banyak orang untuk mendekat— atau sekadar memperhatikan.

Sejauh ini, Sherina benar-benar senang bergabung dengan ekskul cinta lingkungan. Mereka jarang sekali mengadakan rapat, sekali rapat hanya membutuhkan waktu tidak sampai setengah jam. Diisi oleh para murid yang cekatan, melakukan apapun untuk lingkungan sekolahnya lebih baik dengan senang hati. Sherina belajar banyak.

Karena rapat sudah selesai, ia berjalan ke parkiran. Ada tempat duduk di sana, sembari menunggu Milan yang sepertinya belum selesai dengan kegiatan di ekskul PMR.

Sekolah masih ramai, sepertiga diisi oleh orang-orang yang sedang melakukan aktivitas rutin mondar-mandir. Sampai langkah Sherina terhenti, melihat laki-laki yang tidak pernah asing di matanya itu sedang berbincang dengan seorang perempuan. Asik sekali.

Benar. Itu Reno, tertawa bahagia setelah mendengar ucapan seseorang yang sepertinya kakak kelas. Mereka sama-sama anggota PMR. Kalau tidak salah, perempuan itu bernama Icha. Reno yang menjulang dan Kak Icha yang mungil, perpaduannya menggemaskan.

Dari apa yang membuat langkahnya berhenti, perbuatan sangat sia-sia jika Sherina masih mengharapkan Reno sekarang ini. Senyum manis atau apalah itu, seharusnya ia sadar, Reno akan selalu melempar senyum manis pada siapapun. Tak ada keharusan Sherina untuk terbawa perasaan.

*

Sherina mode bukan siapa-siapa tapi merasa terbakar, huhu memang sering terjadi :(

Terimakasih sudah membaca dan memberikan tanggapan baik!

— July 04

#1 Kompliziert (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang