Kematian Rantaka di dalam hutan, membuat seluruh Desa Payakan bagai diguncang gempa teramat dahsyat. Kematian Rantaka membuat Ki Junggut semakin bertambah berang. Dan kekejaman yang terjadi di desa itu juga semakin membara. Dan Ki Junggut langsung memerintahkan semua anak buahnya untuk mencari pembunuh putranya itu. Sementara, Rantaki yang merupakan saudara kembar Rantaka tidak dapat berbuat apa-apa. Dia sendiri tidak tahu, siapa yang membunuh saudara kembarnya di depan pondok di dalam hutan. Pondok itu memang mereka dirikan untuk beristirahat, setiap kali berburu ke dalam hutan.
Sementara Rangga dan Pandan Wangi yang baru tiba di luar perbatasan Desa Payakan ini, sudah mendengar kematian Rantaka dari beberapa orang yang berpapasan. Dan Pendekar Rajawali Sakti pun memutuskan untuk menunda dulu memasuki desa itu.
"Tampaknya ada orang lain yang sudah bertindak lebih dulu, Pandan," ujar Pendekar Rajawali Sakti.
"Itu bisa saja terjadi, Kakang. Mereka sudah terlalu lama tertindas. Salah satu dari penduduk desa ini pasti ada yang tergugah untuk melawan," sahut Pandan Wangi.
"Tapi kulihat penduduk desa itu semakin dicekam ketakutan saja, Pandan. Aku merasa kalau perbuatan Ki Junggut dan tukang-tukang pukulnya akan semakin merajalela. Semua ini harus secepatnya diakhiri," tegas Rangga.
"Kalau begitu kita langsung saja datangi Ki Junggut. Aku yakin dia akan bertekuk lutut bila tahu kalau kau adalah Raja Karang Setra," kata Pandan Wangi langsung mengusulkan.
"Justru itu yang tidak kuinginkan, Pandan. Dalam persoalan ini, aku tidak ingin membawa-bawa Karang Setra. Aku akan melakukannya atas namaku sendiri sebagai pendekar. Bukan sebagai raja," Rangga tegas-tegas langsung menolak usul Pandan Wangi.
"Lalu, apa yang akan kau lakukan?" tanya Pandan Wangi ingin tahu.
"Hm.... Aku akan mencari orang yang sudah menentang Ki Junggut," sahut Rangga. Nada suaranya terdengar menggumam, seperti bicara pada diri sendiri.
"Untuk apa...?" tanya Pandan Wangi lagi semakin ingin tahu.
"Aku merasa dia belum berani bertindak secara terang-terangan. Dan tindakannya bukan menolong, tapi malah semakin membuat penduduk desa ini semakin tertindas saja. Aku akan mengajaknya menumpas kekejaman Ki Junggut, tanpa harus mengorbankan penduduk yang sudah tidak berdaya lagi," jelas Rangga.
Pandan Wangi jadi terdiam membisu. Sudah bisa dimengerti apa yang dikehendaki Pendekar Rajawali Sakti. Memang sudah menjadi watak Rangga yang selalu tidak ingin menimbulkan banyak korban dalam menyelesaikan suatu masalah. Terutama sekali selalu menghindari keterlibatan penduduk yang tidak berdaya, agar tidak menjadi korban sia-sia.
"Ayo, Pandan...," ajak Rangga setelah cukup lama berdiam diri.
"Ke mana?" tanya Pandan Wangi.
"Ke tempat Rantaka terbunuh," sahut Rangga.
Pendekar Rajawali Sakti langsung saja melompat naik ke punggung kuda Dewa Bayu. Pandan Wangi bergegas mengikuti, melompat naik ke punggung kuda putih tunggangannya. Dan sebentar kemudian, kedua pendekar muda dari Karang Setra itu sudah memacu cepat kudanya memasuki hutan yang berbatasan dengan Desa Payakan. Sebentar saja, mereka sudah lenyap tertelan lebatnya hutan itu. Hanya kepulan debu saja yang masih terlihat bergulung-gulung ke angkasa.
Kedua pendekar dari Karang Setra itu tidak tahu kalau gerak-gerik mereka sejak tadi diikuti oleh seorang laki-laki tua bertubuh kekar, dengan sebilah golok tersandang di pundak. Laki-laki kekar yang merupakan salah satu tukang pukul Ki Junggut bergegas masuk ke dalam desa. Jelas dia ingin melaporkan kehadiran dua orang pendekar muda itu pada Ki Junggut. Sementara Rangga dan Pandan Wangi sudah tidak terlihat lagi, menghilang ditelan hutan yang sangat lebat ini.
Sedangkan keadaan di Desa Payakan masih tetap sunyi tanpa ada seorang pun yang melakukan kegiatan sehari-hari. Sejak diketahui Rantaka mati terbunuh di dalam hutan, tidak ada seorang penduduk pun yang berani meninggalkan rumahnya. Mereka takut menjadi sasaran kemarahan Ki Junggut atas kematian salah satu putra kembarnya.***
Tidak ada yang dapat ditemukan Rangga di sekitar pondok kecil di dalam hutan ini. Yang didapati hanya pondok kosong, dengan pintunya hancur berkeping-keping. Dan tidak jauh dari pondok itu, masih terdapat darah yang sudah mengering. Tidak ada satu pun dapat dijadikan petunjuk bagi Pendekar Rajawali Sakti untuk mengetahui siapa yang membunuh Rantaka dalam hutan ini. Pendekar Rajawali Sakti juga tidak tahu untuk apa Rantaka berada dalam hutan yang sunyi dan lebat ini. Demikian pula tentang penghuni pondok kecil di dalam hutan ini.
Semakin banyak pertanyaan yang timbul dalam kepala Pendekar Rajawali Sakti. Tapi tidak satu pun yang bisa terjawab. Sementara Pandan Wangi hanya diam saja menyaksikan Rangga yang terus mencari sesuatu di sekitar pondok kecil ini. Namun tiba-tiba saja kuda-kuda tunggangan mereka meringkik keras dan kelihatan gelisah. Rangga langsung berpaling memandang kuda-kuda itu.
"Ada apa, Pandan...?" tanya Rangga.
Belum juga Pandan Wangi bisa menjawab, tiba-tiba dari balik pepohonan berlompatan sosok-sosok tubuh menghunus senjata golok. Pandan Wangi cepat melompat mendekat Pendekar Rajawali Sakti. Dan dalam waktu yang sangat singkat, kedua pendekar muda dari Karang Setra itu sudah terkepung tidak kurang dari dua puluh orang bersenjatakan golok. Tampak di antara mereka terdapat tiga orang laki-laki tua bersama seorang wanita yang sudah lanjut usianya. Mereka memang orang-orang kepercayaan Ki Junggut.
"Phuih! Rupanya kalian berdua biang keladinya!" dengus Ki Sampulut.
"Sudah.... Jangan banyak bicara, Kakang. Serang saja mereka," selak Nyai Waringki, tidak sabar.
"Mereka memang harus mampus!" dengus Ki Sampulut lagi.
"Seraaang...! Bunuh mereka!"
"Tunggu...!" sentak Rangga mencegah, sebelum ada yang bergerak.
"Phuih! Mau apa kau...?!" bentak Ki Sampulut.
"Siapa kalian?! Kenapa tiba-tiba ingin menyerang kami?" tanya Rangga.
"Kau sudah membunuh putra junjungan kami. Dan sekarang, kau harus mampus!" sahut Ki Sampulut mendengus geram.
"Kalian salah. Kami tidak membunuh siapa pun di sini," sentak Pandan Wangi.
"Jangan banyak omong!" bentak Nyai Waringki.
"Serang mereka...!"
"Hiyaaa...!"
"Yeaaah...!"
Seketika itu juga, dua puluh orang bersenjata golok yang sudah mengepung kedua pendekar dari Karang Setra ini langsung berlompatan menyerang disertai teriakan-teriakan keras mengetarkan jantung. Rangga dan Pandan Wangi tidak dapat lagi mencegah. Mereka terpaksa harus berjumpalitan menghindari serangan-serangan yang datang secara bersamaan dari segala arah. Dan mereka juga terpaksa terpisah dalam menghadapi lawan-lawannya.
"Hiyaaat...!"
Bet!
Cepat sekali Pandan Wangi mencabut senjata Kipas Maut dan langsung mengebutkannya pada salah seorang lawannya di depan. Tapi lawannya ini bisa menangkis kebutan kipas putih keperakan itu dengan goloknya.
Trang!
Orang itu jadi terpekik, merasakan seluruh lengannya bergetar hebat. Bahkan goloknya terlepas dari genggaman. Dan saat itu juga Pandan Wangi memberikan satu tendangan keras menggeledek, disertai pengerahan tenaga dalam tinggi.
"Hih!"
Dugkh!
Begitu cepatnya tendangan Pandan Wangi, sehingga lawannya tidak dapat lagi menghindari. Dan dia menjerit keras begitu tendangan si Kipas Maut menghantam tepat dadanya.
Sementara Pandan Wangi sudah kembali melesat sambil mengibaskan senjata kipasnya pada lawan lain. Tidak dihiraukannya lawan yang terkena tendangan tadi tersungkur mencium tanah dengan tulang-tulang dada remuk. Orang itu seketika tergeletak diam tidak bergerak-gerak lagi.
Bet! Cras!
"Aaa...!" Jeritan panjang melengking tinggi seketika terdengar menyayat, begitu ujung kipas Pandan Wangi yang runcing merobek dada salah seorang lawan. Dan gadis cantik yang dikenal berjuluk si Kipas Maut itu terus bergerak cepat menghajar lawan-lawannya dengan senjata mautnya yang berkelebat begitu cepat tanpa dapat dibendung lagi.
Sementara di tempat lain, Rangga hanya memberi pukulan-pukulan ringan pada setiap lawannya. Walaupun sebagian sudah bergelimpangan, tapi tidak ada yang sampai menemui ajal. Sedangkan Pandan Wangi sendiri, sudah menewaskan tiga orang lawan dalam waktu yang tidak begitu lama. Sementara empat orang tua kepercayaan Ki Junggut jadi geram melihat prajurit mereka tampaknya tidak berdaya menghadapi dua orang pendekar muda dari Karang Setra itu.
"Munduuur...!" teriak Ki Sampulut tiba-tiba.
Seketika itu juga, orang-orang yang mengeroyok Pandan Wangi berlompatan mundur, begitu terdengar teriakan perintah dari Ki Sampulut. Dan pada saat itu juga, laki-laki tua bertubuh tegap terbungkus baju merah ketat dan bersenjata golok itu melompat menghampiri Rangga.
"Hiyaaa...!"
Bet!
Cepat sekali Ki Sampulut mengebutkan goloknya yang berukuran sangat besar, mengarah tepat ke kepala Pendekar Rajawali Sakti.
"Haiiit...!"
Namun hanya sedikit saja Rangga mengegoskan kepala, maka tebasan golok berukuran sangat besar itu lewat tanpa membawa hasil. Dan pada saat tubuhnya agak miring ke kiri, Rangga melepaskan satu tendangan menggeledek yang begitu cepat dengan kaki kanan.
"Yeaaah...!"
"Hap!" Ki Sampulut cepat-cepat melenting dan berputaran ke belakang, hingga tendangan keras Pendekar Rajawali Sakti tidak sampai menghantam tubuhnya. Beberapa kali orang tua itu berputaran di udara, kemudian manis sekali menjejakkan kedua kakinya di tanah, sekitar setengah batang tombak jauhnya dari Pendekar Rajawali Sakti.
"Phuih!"
Ki Sampulut menyemburkan ludahnya dengan sengit Perlahan kakinya bergeser ke kanan dengan tatapan mata tajam, menusuk langsung ke bola mata Pendekar Rajawali Sakti. Dan agak jauh ke belakang Rangga, Pandan Wangi terpaksa harus menjadi penonton. Karena tidak ada seorang pun yang menyerangnya.
Sementara perhatian Ki Sampuk, Ki Jampur, dan Nyai Waringki juga terpusat pada pertarungan antara Ki Sampulut dengan Pendekar Rajawali Sakti. Mereka jadi ikut merasa tegang melihat Ki Sampulut masih belum juga melancarkan serangan.
Wut!
Ki Sampulut cepat memutar goloknya yang berukuran sangat besar itu, hingga bentuknya lenyap dari pandangan. Dan yang terlihat hanya lingkaran putih keperakan di depan tubuh orang tua berbaju merah agak ketat ini.
"Hup! Hiyaaa...!"
Sambil berteriak keras menggelegar, tiba-tiba saja Ki Sampulut melompat cepat sekali menerjang Pendekar Rajawali Sakti. Dan bagaikan kilat, goloknya dihantamkan tepat mengarah ke bagian perut pemuda berbaju rompi putih yang menjadi lawannya.
"Ups!"
Cepat Rangga menarik tubuhnya ke belakang, hingga sambaran golok itu hanya lewat sedikit saja di depan perutnya. Namun tanpa diduga sama sekali, Ki Sampulut cepat memutar arah goloknya. Dan langsung goloknya dikibaskan ke arah leher Pendekar Rajawali Sakti.
Bet!
Tidak ada lagi kesempatan bagi Rangga untuk menghindari sambaran golok lawannya. Dan dengan cepat kedua telapak tangannya dikatupkan tepat di depan tenggorokannya.
"Hap..." Tap!
Seketika itu juga, golok yang hampir menebas leher terjepit di antara kedua telapak tangan Pendekar Rajawali Sakti yang menyatu rapat.
"Hih...!"
Ki Sampulut jadi tersentak kaget, tidak menyangka kalau pemuda lawannya akan berbuat demikian. Cepat seluruh tenaga dalamnya dikempos. Dicobanya untuk menarik goloknya dari jepitan tangan Pendekar Rajawali Sakti. Tapi golok itu sedikit pun tidak bergeming berada dalam jepitan tangan Rangga.
"Hih!"
Kembali Ki Sampulut melepaskan goloknya. Namun tetap saja usahanya tidak membawa hasil. Sementara, Rangga sendiri terlihat tegak seperti tidak berusaha menahan sentakan tenaga dalam lawannya. Namun tanpa diduga sama sekali, tiba-tiba saja Pendekar Rajawali Sakti melenting sedikit ke atas. Dan....
"Yeaaah...!"
Bet!
"Heh...?!" Ki Sampulut jadi terbeliak kaget setengah mati, sungguh tidak disangka lawannya bisa bergerak dengan tangan masih merapat menjepit goloknya. Dan belum lenyap rasa keterkejutannya, tahu-tahu....
Diegkh!
"Akh...!" Ki Sampulut jadi memekik agak tertahan begitu tendangan Rangga tepat menghantam dadanya. Seketika tubuh orang tua yang masih kelihatan tegap dan berotot ini jadi terpental cukup jauh ke belakang dengan golok terlepas dari genggaman tangan. Golok itu masih berada dalam jepitan kedua telapak tangan Rangga di depan tenggorokannya.
"Hih!"
Trak!
Entah bagai mana caranya, Rangga mematahkan golok itu hingga menjadi dua bagian dan langsung membuangnya begitu saja ke depan. Tindakan Pendekar Rajawali Sakti itu membuat semua orang yang menyaksikan jadi terlongong bengong. Sungguh mereka tidak percaya kalau pendekar muda itu mampu mematahkan golok Ki Sampulut yang sudah terkenal keampuhannya dengan mudah sekali, seperti mematahkan sepotong ranting kecil yang sudah kering.
Ki Sampulut sendiri yang masih belum juga bisa berdiri jadi terbeliak melihat goloknya kini sudah terpotong menjadi dua bagian tergeletak di tanah tidak jauh darinya. Sementara Rangga tetap berdiri tegak dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Matanya memandangi orang-orang tua yang masih terlongong bengong, seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja disaksikannya.
"Dengar...! Aku tidak ada urusan dengan kalian. Sebaiknya pergi dari sini, sebelum pikiranku berubah untuk mematahkan batang leher kalian satu persatu...!" keras sekali suara Rangga, hingga menggema sampai menelusup ke dalam hutan yang lebat ini.
Ancaman Rangga yang tampaknya tidak main-main ini membuat hati sisa-sisa anak buah orang-orang tua itu jadi bergetar. Dan kata-kata Rangga yang bernada ancaman membuat orang-orang tua tukang pukul Ki Junggut ini jadi terdiam. Sementara itu Ki Sampulut sudah bisa berdiri lagi. Dia kini berada di antara orang-orang tua yang lain.
"Kali ini kau boleh merasa senang, Bocah. Tapi lain waktu, kau akan berlutut di depanku...!" dengus Ki Sampulut mendesis.
Rangga hanya tersenyum saja mendengar kata-kata Ki Sampulut yang tidak sudi mengakui kekalahannya. Dan tanpa banyak bicara lagi Ki Sampulut segera berbalik, kemudian melangkah meninggalkan tempat ini. Sementara Ki Jampur, Ki Sampuk, dan Nyai Waringki menatap tajam beberapa saat pada Pendekar Rajawali Sakti. Kemudian mereka juga berputar dan melangkah pergi mengikuti Ki Sampulut yang sudah pergi lebih dulu diikuti sisa-sisa anak buahnya.
Sedangkan Rangga tetap berdiri tegak memandangi mereka sampai lenyap tertelan lebatnya pepohonan di dalam hutan ini. Pandan Wangi bergegas menghampiri Pendekar Rajawali Sakti.
"Sebenarnya kita bisa menumpas mereka sampai habis, Kakang...," ujar Pandan Wangi dengan nada suara agak menggumam, seakan bicara pada diri sendiri.
"Belum saatnya, Pandan," sahut Rangga datar.
"Sudah jelas mereka orang-orangnya Ki Junggut. Aku rasa tidak ada manfaatnya membiarkan mereka tetap hidup, Kakang," selak Pandan Wangi, tidak sependapat dengan jalan pikiran Pendekar Rajawali Sakti.
"Ayo, Pandan. Kita pergi dari sini," ajak Rangga setelah beberapa saat terdiam.
Pandan Wangi tidak bisa lagi membantah. Diikutinya Pendekar Rajawali Sakti yang melangkah menghampiri kudanya. Kedua kuda itu tadi langsung menyingkir menjauh begitu muncul pengikut-pengikut Ki Junggut. Dan tanpa banyak bicara lagi, Rangga langsung melompat naik kepunggung kuda hitamnya yang dikenal bernama Dewa Bayu. Kecepatan lari kuda itu bagaikan angin saja. Sehingga, tidak ada seekor kuda pun di dunia ini yang bisa menandinginya.
Namun hutan yang lebat dengan pepohonan yang seakan saling menyatu dan berkaitan ini, membuat gerak kuda mereka jadi terhambat. Hingga akhirnya, Rangga terpaksa harus turun dari punggung kudanya. Pandan Wangi segera mengikuti jejak Pendekar Rajawali Sakti. Kini mereka melajutkan perjalanannya dengan berjalan kaki, sambil menuntun kuda masing-masing.***
KAMU SEDANG MEMBACA
128. Pendekar Rajawali Sakti : Rahasia Cincin Mustika
ActionSerial ke 128. Cerita ini diambil dari Serial Silat Pendekar Rajawali Sakti karya Teguh S. Dengan tokoh protagonis Rangga Pati Permadi yang dikenal dengan Pendekar Rajawali Sakti.