Bab 17 Sayang kamu

33.6K 4.3K 166
                                    

Masih lemes

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Masih lemes. 3 hari nggak, masuk kerja. Alhasil kerjaan numpuk. Mbak Gita marah-marah karena kerjaanku nggak beres. Padahal kemarin juga udah di Handel sama Ela. Tapi tetep aja aku yang kena semprot. Mana tadi ketemu orang genit lagi. Tambah males kan?

"Makan dulu. "

Satu kotak hokben tersaji di depanku. Mataku melebar melihat siapa yang meletakkan di atas meja kerjaku. Aku mendongak dan tersenyum mendapati Angga duduk di tepi meja.

"Habis ini juga makan. Jangan bilang ini kiriman Pak Abyan."

Aku tahu Abyan ada kerjaan di Singapura. Sejak sakit kemarin dia hanya mengantar aku periksa, dan malamnya dia langsung terbang ke Singapura. Ada bisnis yang harus di urus. Katanya pengangguran itu mah cuma labelnya aja. Buktinya dia tetep sibuk.

Angga tersenyum, memamerkan giginya yang rapi. Hafidz, Burhan dan Ela, untung sedang istirahat di kantin. Aku tadi sempet mau nyusul tapi kok rasanya masih lemas.

"Papa masih sibuk. Tapi ya memang kasih ultimatum, biar Mom nggak telat lagi makannya. Udah di makan. Aku temani."

Angga tiba-tiba mengambil 1 kotak dan membukanya. Dia memakan begitu saja. Bos besar loh ini, makan dengan enaknya di kubikelku. Aku membuka kotak makanan yang di berikan, Angga. Yah ada makanan Jepang kesukaanku. Ini emang anak tiri berbakti kepada emak tirinya.

"E ciee... nungguin Neng Biru Pak? "

Aku langsung mendongak menatap Roni yang cengengesan, saat sampai di depan kubikelku.

"Makan Ron."

Angga, menawari Roni makan dan membuat Roni menganggukkan kepala.

"Sudah saya Pak. Ini cuma nganterin makanan buat Biru."

Roni menyodorkan satu bungkus nasi lauk kepadaku.

"Dari Miko."

Aku terkejut mendapati perhatian Miko tapi aku menerimanya. "Makasih ya Ron, ucapain ama Miko."

Roni menunduk di sebelahku "di makan loh Biru. Kita pusing liat kamu pucet gitu."

setelah mengatakan itu dia beranjak menegakkan tubuh lagi.

"Mari Pak Angga."

Angga tersenyum saat Roni berpamitan tapi kemudian bungkusan nasi tadi sudah di ambil oleh Angga.

"Ini buat aku aja. Mom nggak boleh makan makanan yang nggak bergizi."

Mataku membelalak mendengar ucapannya.

"Posesif banget ih Pak."

Angga terkekeh mendengar ucapanku.

"Biar Momy sehat dulu."

Deuh. Iya bener kata Abyan kalau aku nikah sama dia, emang cepet tua, lha punya anak yang udah tua kayak gini juga. Deuh.

*****

Teriakan Mbak Gita karena aku salah lagi mengerjakan pekerjaan ku makin membuat kepalaku nyut-nyutan. Belum lagi sore ini ternyata ada acara party di kantor. Merayakan keberhasilan perusahaan. Padahal aku udah mau pulang aja, aku masih benar-benar lemas. Dipaksa untuk ikut juga.

"Cantiikk. Biru princess kita gaes."
Burhan menyambutku dan Ela, saat keluar dari toilet untuk ganti baju. Ini pun di kasih Mbak Gita tadi gitu. Katanya aku nggak boleh kucel. Di kasih dress dan sandal hak tinggi.

"Masha Allah. Calon istri masa depanku. Jantungku mau copot ini."

Hafidz mengusap - usap dadanya yang langsung terkena jitakan Burhan.

"Calon bini bos."

Hafidz menyeringai lebar lalu membungkuk hormat kepadaku.

"Silakan princess. Kita siap mengawal."

"Ih aku nggak pede. Ganti celana jins lagi aja ya?"

Aku menoleh ke arah Ela yang sudah mendapatkan pelototan dari Ela.

"Cantiikk udah ih. Yuk segera ke ruangan pesta."

Ela, sudah menggamit lenganku. Burhan, Hafidz juga mengawal kami. Kepalaku makin nyut-nyutan saja.

Saat sampai di ruangan yang sebenarnya di gunakan buat meeting dalam skala besar. Yang sudah di ubah menjadi ruangan pesta dengan meja dan kursi disingkirkan. Di ganti dengan meja - meja prasmanan penuh makanan. Semua orang berkumpul makin membuat aku limbung. Untung ada Ela yang menggamit ku. Dan saat sosok itu muncul aku benar-benar di buat membelalak. Pasalnya Abyan itu muncul dan tersenyum kepadaku langsung. Di tengah hiruk pikuk seluruh orang yang menjadi fokus kepada kami.

"Biru, will you marry me?"

Lamaran itu tiba-tiba, saja terdengar. Seluruh ruangan menjadi sunyi senyap. Aku terkejut juga saat Abyan sudah berlutut di depanku dia tidak menyodorkan apapun. Cincin ataupun lainnya. Hanya menatapku dengan matanya yang tajam, itu.

"Bang... "

Dia tersenyum mendengar panggilan ku. Saat aku refleks menganggukkan kepala riuh rendah tepuk tangan sudah terdengar. Astaga. Aku nerima?

Aku langsung limbung karena tubuhku lemas, tapi Abyan, sudah menangkapku dan aku berada dalam gendongannya. Ah aku maluuuu.

Bersambung

Absurd, dah ini part seabsurd author yang masih sakit heheheh

JODOH RASA DURENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang