Enam belas

122 13 5
                                    

Sepeninggal Ara ke musholla, Darren membuka ponselnya. Pesan teratas dikirim dari Bulan. Segera ia membuka pesan yang Bulan kirim.

Bulan
|Bang... jangan marah ya,
|Mama nitip nanti pas abang pulang, suruh
mampir ke toko roti. Beliin papa brownies

Darren menghembuskan nafas beratnya. Ia dengan berat hati membalas pesan dari Bulan.

Darren
Iya

Kesabaran macam apa yang Mama dan Bulan miliki? Batin Darren bersuara. Mungkin kejadian itu sudah sepuluh tahun yang lalu. Tapi tetap, sungguh, Darren belum bisa melupakannya, bahkan masih teringat jelas di kepalanya. Darren ... tidak bisa melupakannya.

Ara yang baru selesai shalat dan kembali ke meja, mengernyit heran melihat mimik muka Darren yang suram.

Ara mendudukkan dirinya di hadapan Darren yang masih menunduk melihat ponsel.

"Ren?" panggil Ara pelan.

Darren mengerjap dan mendongak pada Ara yang sudah di hadapanya. Ia lantas tersenyum. "Udah?"

Ara mengangguk. "Iya, udah," ucapnya, "lo kenapa?" tanyanya dengan ragu-ragu.

Darren mengerutkan alisnya. "Emang gue kenapa?"

Ara berdecak pelan. "Muka lo ... hiiih!"

Darren tertawa melihat itu. "Mau pulang atau mau ke mana dulu sekarang?" tanyanya sembari mengantongi ponsel.

"Pulang aja, gimana?"

Darren mengangguk. "Oke, gue bayar dulu, ya?"

Ara mengangguk, lalu Darren berjalan ke kasir. Sebelum ikut berdiri, Ara menyempatkan membuka ponselnya terlebih dahulu. Grup chat RAGHETA meninggalkan 99+ pesan, Ara menggelengkan kepalanya melihat itu.

Urutan chat di bawahnya, adalah chat dari Mama.

Mamaa
|Ra, Mama sama Papa keluar ya,
|Bang Alfa juga tadi udah keluar.
|Jadi rumah kosong, kamu bawa kunci rumah kan?

Ara
Iya, Ma. Ara bawa kuncinya.

Ara lantas berdiri, lalu menemui Darren yang sudah berada di kasir.

"Udah?" tanya Ara ketika Darren berbalik melihanya.

"Udah, yuk!" ujar Darren.

Ara lalu melangkahkan kakinya terlebih dahulu, lalu Darren menyusul berjalan di sampingnya. "Makasih, Ren," ujar Ara sembari menengok pada Darren.

"Sama-sama. Lagian, gue yang ngajak jalan. Jadi, gue yang makasih." Darren berucap.

"Oke. Terimakasih kembali." Ara menoleh pada pemuda jangkung di sebelahnya ini.

Darren mengangguk sembari tersenyum hangat. "Oh iya, mampir ke toko roti dulu, boleh, kan?"

"Buat apa?" balas Ara heran.

"Mama nitip," ujar Darren lalu mengambil helm untuk Ara, dan langsung memakaikannya.

"Oooh ...." Ara mengangguk, lalu mengikuti Darren yang sudah naik ke motornya.

Darren lalu segera melajukan motornya, menuju toko roti terdekat. Kurang lebih sepuluh menit mereka telah sampai di toko tersebut.

Keduanya langsung masuk ke dalam toko tersebut. Ara membantu Darren memilih dan memesankan brownies yang akan dibeli Darren.

"Mau beli berapa, Ren?" tanya Ara pada Darren di belakangnya.

"Lima aja, Ra," jawab Darren dan dibalas anggukan Ara.

About TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang