Semoga pada seneng yaa🖤
Diam. Senyap. Lalu memejamkan mata. Itulah yang sedang Milki lakukan saat ini. Di kelas yang sudah sunyi tidak ada siapa pun. Hanya ada dirinya dan tas ransel Agna. Agna sedang menjalani hukuman, makanya dia belum pulang.
Rasanya membingungkan. Bagaimana tidak? Milki memiliki banyak perempuan, setiap detiknya ada saja yang menelpon dia. Tidak habis pikir dengan perempuan yang terus saja menelponnya . Tidak bisakah para perempuan itu agak jual mahal, menghargai kehormatannya sebagai perempuan. Karena Milki, setiap perempuan jadi kehilangan harga dirinya. Tapi tidak dengan Ira. Ira pandai mengendalikan dirinya. Tidak heran banyak laki-laki yang gagal mendapatkan hati Ira.
Dering ponsel berbunyi untuk kesekian kalinya. Milki yang sedang tenang memejamkan matanya. Seketika rahangnya mengeras. Dan mengambil ponselnya yang terus saja berdering.
"Kenapa? "
"......"
"Yaudah kita putus aja"
Tut tut tut
Semudah itukah? Keterlaluan memang apa yang dilakukan Milki. Mentang-mentang dia tampan, seenaknya memutuskan hubungan.
Urusan telah selesai. Dia mengurangi satu kuota perempuan.
Untuk kesekian kalinya. Ponsel Milki berdering. Dengan sigap dia langsung mengangkatnya.
"Iya? "
"Pulang sekolah kamu temenin aku shoping ya, "
"Iya,"
"Kamu tunggu di tempat biasa ya sayang, nanti aku ke sana"
"Iya"
"Iya iya mulu. Gak ada jawaban lain apa"
"Iya Winda, "
Milki sangat jengkel dengan tingkah laku Winda yang sangat manja. Tapi dia tetap mengutamakan Winda dari pada perempuan lain yang menjadi pacar kesekiannya. Milki menyimpan ponsel nya.
"Enak ya, jadi cowo cakep. Bisa seenaknya mutusin. Seenaknya nerima juga,"Agna duduk di samping Milki.
"Iyalah. Tapi pusing juga pala gue, "
"Ya kali siapa juga yang nyuruh lo punya cewek banyak, "Agna menertawakan Milki.
Milki teringat sesuatu. Dia menoleh ke sampingnya.
"Bro, gue dari dulu minta nomor hp Ira gak lo kasih ya, "
"Bukan apa-apa Mil. Gue mah takut lo ngapa-ngapain si Ira,"
"Lah emangnya gue mau ngapain si Ira, "
"Nyakitin lah. Apa lagi," jawaban yang cukup pedas, tapi Milki tak menanggapinya sama sekali.
"Ga bakal gue. Gue tulus sama si Ira. Dari tadi kepikiran dia mulu gue, "
"Bener lo. Tau rasa lo kalo nyakitin Ira. Emak bapaknye gak bakalan maafin lo, "
"Iya Iya Agna. Bawel amat lo, "
Agna mengeluarkan ponselnya,"Harus bawel lah. Dia temen gue satu satunya di perum, "
"Iya, Sini," Milki merebut ponsel Agna, dan menuliskan nomor ponsel Ira.
"Yaelah orang cakep mah seenaknya ya, " Gumam Agna, dan mendelik ke arah Milki.
"Nih, thanks ya Ag. Gue duluan," Milki memberikan ponsel Agna.
"Ck, iye sono pergi jauh-jauh. Awas aja kalo nyakitin si Ira. Tahu rasa, "
Agna mengambil ponselnya dia terus menggerutu merasa kesal dengan tingkah teman yang satunya itu. Untung sayang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Manis Dalam Diary Ira
Teen FictionMencintai seseorang yang banyak dicintai oleh orang lain memang cukup menyakitkan. Sama halnya ketika kita masuk ke dalam ruangan tanpa terang, gelap, sunyi, tidak tahu arah untuk kembali. Begitupun yang dirasakan oleh Ira. Bingung untuk menerima...