7. Target baru 🌈

13 4 2
                                    

Semoga kalian yang nungguin cerita aku yang satu ini terobati dengan aku update chapter ini. Terimakasih buat yang udah vote dan tambahin cerita ini ke library kalian. Thank you so much😘
.
.

ㅎㅎㅎ
🐞 Happy Reading 🐞
.
.
.

~Oliv POV

Mata tajamku menatap sesuatu, sesuatu yang seharusnya sudah aku singkirkan dari dulu. Bagaimana bisa aku tak melihatnya bersama mangsanya setahun ini, kemana aku. Kusedekapkan tanganku didada. Menatap pasangan beda usia yang sedang berbincang dengan begitu mesra.

Oh begini kelakuan para cupu SMA Pancasila. Benar-benar memuakkan. Apa mereka tidak takut denganku yang sudah mengenyahkan semacam mereka dari Pancasila. Benar-benar memiliki nyali yang besar.

Ah, sepertinya aku sudah lama tidak bermain-main. Semenjak kejadian waktu itu dimana Amel, anak kelas X yang menjadi targetku keluar sebelum aku puas bermain-main dengannya aku tidak memiliki cadangan target lagi.

Aku tersenyum sinis menatap mereka, sungguh pasangan yang tidak tahu malu. Aku yakin istri pria itu tidak tahu kalau sebenarnya suaminya tidak pergi ke kantor melainkan malah menemani kekasih SMA-nya berbelanja barang-barang branded di Mall.

Aku benar-benar merasa kasihan terhadap istri pria itu.

Hah, kenapa disaat seperti ini handphone ku tidak bersamaku, kan aku bisa memfoto mereka bahkan merekam kegiatan mereka saat ini. Itu semua ku lakukan agar istri pria itu tahu kelakuan suami bejatnya.

Ini semua gara-gara cowok sialan itu. Untuk apa berdiri ditengah koridor. Tidak sadar diri dengan tubuh tiangnya. Aku mendengus mengingat kejadian kemarin, tak apalah.

Memang aku sebenarnya ingin sekali menghancurkan iPhone Xs itu. Tidak sudi aku memakai barang bekas darinya.

Kalau bukan karena papa memohon-mohon padaku untuk memakai handphone itu untuk menggantikan handphoneku yang lama, aku tidak akan sudi.

Lagi, untuk apa orang itu membuat aku memakai barang bekasnya, tidak cukupkah dia membuat keluargaku hancur. Dan sekarang dia ingin merebut papaku dengan ancaman sialannya. Lebih baik dia benar-benar melakukannya, agar hidupku tenang dan aku bisa kembali bahagia bersama papa.

Aku tidak membenci papa, tapi aku sangat kecewa dengan apa yang papa lakukan. Aku tahu papa melakukan ini karena cewek sialan dan Mamanya itu.

Aku mengepalkan tanganku erat di kedua sisi tubuhku, sambil menatap lurus ke depan kearah pasangan itu. Aku merapalkan dalam hati bahwa aku sangat membenci mereka dan orang-orang seperti mereka sampai kapanpun.

Ah, mengapa aku jadi melupakan tujuanku, susah payah aku menghilang dari pandangan orang suruhan papa.

Aku bolos sekolah. Pertama, karena aku malas. Kedua, hari ini moodku sedang baik dan aku tidak ingin merusaknya dengan melihat tampang munafik orang-orang di sekitarku dan tentunya dari si Abel, cewek sok polos itu.

Dan yang ketiga, aku bolos adalah untuk membeli handphone baru. Aku melanjutkan langkahku yang tadi sempat terhenti karena melihat pasangan beda usia itu, aku menuju konter handphone.

"Mbak, saya mau beli handphone," ucapku pada penjaga toko.

"Oh, yang merek apa mbak?"

"iPhone 11 mbak, sekalian kartunya juga."

"Tunggu sebentar ya mbak, untuk pembayarannya mau cash atau debit mbak?'

"Debit saja," jawabku. Kulihat mbak-mbak penjaga toko tadi mengambil mesin EDC dan memintaku untuk memasukkan PIN kartuku. Lalu memberikan paper bag yang berisi handphoneku.

Pilihanku adalah iPhone 11 sekalian membeli kartu baru. Karena kemarin aku lupa untuk mencopot kartu di handphoneku yang kubuang.

Untung saja aku hapal nomer Emely, langsung saja aku meneleponnya sembari melangkahkan kakiku menuju salah satu salon langgananku untuk berganti warna rambut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Untung saja aku hapal nomer Emely, langsung saja aku meneleponnya sembari melangkahkan kakiku menuju salah satu salon langgananku untuk berganti warna rambut. Hari ini aku akan mengganti warna rambut ombre dark blue ku menjadi berwarna Chestnut.

Entahlah, aku hanya sedang menyukai warna coklat kemerahan.

Setelah telepon tersambung aku menyapanya. Tentu saja aku mendapat rentetan pertanyaan darinya dimana aku seminggu ini. Sampai-sampai aku menjauhkan handphoneku dari telinga, saking besarnya volume suara Emely. Padahal volume handphone sudah yang paling minimum, karena aku tahu akan seperti ini.

“Kenapa gak ngabarin gue semingguan ini?!" ucap Emely setengah berteriak.

Aku menjauhkan handphoneku lagi dari telinga, apa yang tidak lebih menjengkelkan dari mendengar seseorang berteriak di telingamu.

"Handphone gue, gue buang. Mana sudi gue pakai handphone bekas."

"Kan ada telpon rumah." Emely tak ingin kalah dalam hal berdebat melawanku.

"Gue gak dirumah seminggu ini, cuma mampir bentar," ujarku pelan. Aku tahu papa itu mengerti dimana aku berada seminggu ini, tapi dia membiarkanku untuk pergi. Seperti sebelumnya. Papa ingin aku tenang, tapi sikap Papa yang seperti ini terus membuatku merasa bahwa Papa tidak lagi menyayangi aku.

Di seberang sana aku mendengar Emely menghela napas pelan, dia yang selalu ada untukku. Tempatku berbagi keluh kesah bagaimana selama ini papa hanya peduli tentang mereka tanpa tahu bahwa aku sudah sangat terluka.

Aku mendongakkan kepala, menghalau air mata yang akan turun dan berjalan menuju pintu masuk salon. "Lo mau bilang apa?" Aku berusaha menjaga agar suaraku tidak terdengar parau.

"Gue mungkin bakalan pulang, 1 atau 2 bulan lagi. Maaf kalau selama ini gue egois. Ninggalin lo disana sendiri,"  Ucapnya.

Tidak, Emely tidak egois, aku tahu bahwa dia juga butuh ketenangan. Ketenangan agar hatinya kembali utuh. Aku malah akan semakin merasa bersalah jika Emely lebih memilih disini daripada menyembuhkan hatinya.

"Iya, gue tunggu. Yaudah ya, gue mau ganti warna rambut. Bye." Kataku dengan nada ceria, aku tidak ingin Emely berpikiran macam-macam. Yasudah lah, hidup memang harus berlanjut, dan kita tidak akan pernah bisa mengubah masa lalu.

Aku duduk di kursi tunggu, menunggu namaku dipanggil karena hari ini salon langgananku memiliki banyak pelanggan. Aku sudah berkata pada pihak salon bahwa aku ingin mewarnai rambut Dark Blue ku menjadi warna Chestnut.

Warna rambut baru dan target baru

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Warna rambut baru dan target baru. Sungguh perpaduan yang sempurna.
.
.
.
.
To be continued

Jangan lupa ya, walaupun kalian gak lagi nulis atau baru join Wattpad kalian juga harus bisa menghargai orang yang kalian nikmati karyanya. Beri vote aja udah cukup kok. Terimakasih.😘😉

6 Juli 2020

Queen BTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang