Pelan-pelan bacanya karna ini adalah part damai, walau jatuhnya engga jelas tapi aku udah puyeng.
Happy reading
35-Selamat Jalan, Salma
Di ruangan berukuran sedang dengan keadaan panas itu, 2 wanita paruh baya terbaring lemas tak sadarkan diri. Beruntungnya masing-masing dari mereka mempunyai keluarga yang menjaga dan menemani mereka di setiap detiknya. Kedua wanita itu adalah Taraya dan, Bu Nada.
Kisah bagaimana keduanya bisa pingsan memang disebabkan oleh alasan yang sama. Terkejut-shock.
Sebelum akhirnya jatuh tak sadarkan diri, Taraya sudah mati-matian menahan tubuhnya yang sudah seolah tak kuat berdiri layaknya jeli. Untung saja Noah, mampu mengabaikan setiap rasa sakit dan perih yang dirasakannya untuk menjaga sang Ibu, Taraya. Namun tetap saja, begitu sampai dan mendengar langsung pernyataan dokter pengotopsi Salma, Taraya pingsan.
Sedang Bu Nada, wanita itu kuat bahkan ia mampu menginjakkan kakinya di lantai rumah sakit ini. Ditemani Trean, putra sulungnya yang mati-matian memohon agar diizinkan keluar dengan alasan menjaga Ibunya dan melihat adik perempuannya untuk terakhir kalinya. Laki-laki itu diizinkan, dengan syarat diantar oleh polisi dan diawasi.
Namun sekuat apapun Bu Nada menahan kesedihan dan keterkejutannya, wanita itu pada akhirnya jatuh tak sadarkan diri.
"Trean," panggil Noah menatap Trean yang mulai mengeluarkan isakan pilu.
"Tre," panggil Noah sekali lagi. Kali ini ia bergerak mendekat dan menepuk-nepuk punggung Trean memberi kekuatan.
Trean yang diperlakukan seperti itu hanya diam, tak menolak namun wajahnya tetap menunjukkan raut tak suka. Gengsi.
"Sal, Salma," ucap Bu Nada langsung kala wanita itu sadar dari pingsannya.
Tepukan Noah terhenti sebab Trean bangkit dari duduknya di sofa bersama Noah dan menghampiri Ibunya. Laki-laki yang masih berstatus tersangka itu menatap kosong lantai bagian kanan sisi ranjang Bu Nada dan perlahan membungkuk, Trean berlutut dan tanpa sadar, setetes air mata jatuh
"Ma, Salma-" Lidah Trean seakan tercekat tak mampu melanjutkan ucapannya.
Bu Nada perlahan bangun dan mengusap kedua telapak tangannya cepat. Seusai itu, ia menempelkan kedua telapak tangannya ke kedua matanya.
"Iya, Bang. Mama inget," ucap Bu Nada mengusap setetes air mata yang jatuh ke pipinya.
"Sini, Bang." Bu Nada membuat ruang kosong dengan kedua tangannya menantikan pelukan sang putra.
"Kenapa, Ma? Gimana bisa Salma pergi tinggalin kita Ma?" Trean terisak di dekapan Bu Nada.
"Salah Mama, Bang. Mama-" Bu Nada tercekat.
"Salma gak tau apa-apa, Ma. Dia cuma bantu Mama. Tapi kenapa dia sekarang tinggalin kita?" tanya Trean lagi.
Bu Nada memejamkan matanya mendengarkan pertanyaan putranya. Tak mampu lagi tangannya menghapus sisa-sisa sedih air matanya.
"Trean, Salma bisa sedih kalo liat Abangnya sama Mamanya nangis-nangis gini, mending sekarang kita anterin Salma, ke peristirahatan terakhirnya," Noah membujuk.
Perlahan dekapan ibu dan anak itu terlepas, Bu Nada menghapus air matanya dan tersenyum menangkap kedua pipi Trean, putra sulungnya, kebanggaannya, pahlawannya.
"Maafin Mama... karena Mama, kalian harus nanggung semua ini... Tapi satu yang harus kalian tau, Mama gak pernah pura-pura sayang sama kalian."
Sementara Taraya, wanita itu tetap memejamkan matanya walau sebenarnya ia sudah sadar sedari tadi. Ia tahu, jika dirinya nekat membuka mata, maka yang terjadi adalah tangisannya kembali menggema. Maka, ia putuskan untuk diam, menutup mata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Official [SELESAI - REVISI]
Novela Juvenil[TAHAP REVISI - ROMBAK] My 1st story Ini adalah tentang dia, yang datang dan menjadi segalanya. Dia, yang membuatku sempurna, namun pergi saat aku semakin mencintainya. Ini adalah tentang dia, yang punya 1001 cara meluluhkan, dan punya lebih dari 1...