The Meeting.

2 0 0
                                    

Kala itu sedang hujan yang diselimuti dengan kabut malam yang gelap. Seorang wanita berjalan kaki dengan menggenggam tiang payung untuk melindunginya dari hujan. Bagi Sebagian orang, musim hujan memang sangat merepotkan, karena mereka membasahi semua yang disentuhnya. Seorang wanita, Kora sedang berjalan menuju apartemennya melewati gang sempit yang selama lima tahun sudah ia lewati setiap malam. Terlihat hanya tiga sampai empat orang yang menemani jalan malamnya disebuah gang kecil itu. Raut muka kesal, lelah dan capek terlihat jelas di wajah mereka. Bagaimana tidak, disaat semua orang ingin pulang dengan tenang, lagi-lagi hujan datang membanjiri. Memang, tidak sedikit orang yang menyukai hujan. Biasanya, orang-orang akan langsung berlarian jika turun hujan dan akan menuju ke tempat yang teduh. Orang banyak juga cenderung kesal karena mereka tidak dapat leluasa pergi kemana-mana saat hujan. Belum lagi, semua pakaian dan barang bawaan mereka semua pasti basah, badan pun juga ikut kuyub.

Namun berbeda dengan Kora, ia sangat menyukai musim hujan. Setiap hari ia selalu mempersiapkan payung ditangannya, bak sedang menunggu kedatangan hujan datang membasahi. Baginya, hujan bagaikan sebuah perasaan yang jatuh diturunkan oleh langit. Jika cuaca adalah perasaan, orang-orang menganggap bahwa matahari yang sangat panas mengartikan suasana amarah, salju mengartikan kesepian atau lonely yang dingin, musim semi mengartikan perasaan yang sedang merekah, dan musim gugur mengartikan perasaan warm atau hangat, dan musim hujan mengartikan kesedihan. Namun, berbeda dengan Kora. Baginya, musim hujan mengartikan kerinduan. Udara dingin yang membuat kita semua membutuhkan dekapan dari orang yang sakit sayang, dan bunyi hujan yang merdu, bak sedang dilantunkan lagu oleh sang pencipta.

Sudah tiga tahun, pikirnya. Kepalanya menunduk kebawah, memperhatikan jalananan dan aliran hujan yang jatuh ke aspal. Dipikirannnya hanyalah kerinduan. Kerinduan akan kehadiran seseorang dan pertanyaan mengenai kapan ia datang, kapan mereka akan bertemu, dan kapan ia dapat melepas rindunya selama ini. Musim hujan meninggalkan banyak kenangan bagi Kora, kenangannya bersama seseorang lebih tepatnya.

/Tokyo, 4 Juli, 2017/

"Kapan kau akan Kembali?" kata Kora, berusaha untuk tidak menangis. Matanya berbinar-binar, menatap dalam ke wajah Gian, seorang pria yang berada di depannya.

Gian hanya tersenyum sembari mengusap rambut Kora dengan tangan kirinya. "Saya hanya sebentar, nanti saya akan kabari kalau saya Kembali." Usaha Kora untuk tidak menangis pun gagal. Ia memeluk Gian dengan erat, ditemani dengan bunyi hujan deras yang membasahi payung mereka berdua.

"Kau tahu tidak, musim kesukaan ku apa?" Tanya Gian.

"Musim semi?"

Gian menggelengkan kepalanya. "Musim hujan. Seperti saat ini." Kora kebingungan, namun penasaran akan jawaban Gian selanjutnya. "Mengapa?"

"Karena mulai dari pertemuan, hingga perpisahan kita, semua disaksikan oleh hujan." Gian tersenyum.

Memang, Kora dan Gian pertama kali bertemu di bulan Mei tahun 2016. Pada saat itu, Kora melompat kebawah payung yang dikenakan Gian karena ia lupa membawa payungnya. Sejak saat itu, Mereka berdua sering bertemu, dan akhirnya menjalin hubungan. Namun sekarang, Gian dipindahtugaskan keluar negeri yaitu ke Korea untuk kerja disana. Namun, Kora merupakan wanita yang masih duduk dibangku perkuliahan, berjuang untuk mendapatkan gelar. Itulah mengapa ia tidak dapat ikut bersama Gian ke Korea.

"Kalau kau rindu, berdoalah agar hujan dapat cepat turun, karena saat itulah aku akan menyanyikanmu sebuah lagu melalui hujan. Aku juga akan memberikan pesan melalui hujan supaya kau tidak cemas, dan di setiap turunnya hujan, disitulah kau akan tahu bahwa aku akan baik-baik saja, dan aku akan selalu menghubungi mu untuk melepas kerinduan kita." Kata-kata Gian sangat meyakinkan Kora. Ia mulai tersenyum dan mengangguk.

Suasana menjadi sangat hening. Hanya Kora, Gian, dan bunyi hujan yang semakin deras Gian menggenggam kopernya, bersiap-siap untuk pergi. "Aku pergi dulu, boleh kah?" namun Kora tidak merespon sama sekali. "Berjanji padaku, untuk selalu menunggu datangnya hujan. Dan pada saat itulah aku akan muncul." Lagi lagi Kora hanya mengangguk. Gian memeluk tubuh Kora untuk terakhir kalinya sebelum ia pergi.

"Aku akan menunggumu, menghantui setiap malam mu, jangan sampai kau berpikiran untuk meninggalkan ku. Janji, ya?" Isak tangis Kora membuat Gian susah untuk menerjemahkan perkataan wanita yang berdiri didepannya itu, namun ia tetap tahu maksud dan tujuan perkataan Kora. "Saya janji." Setelah itu, Gian pergi untuk meninggalkan Kora sendirian ditengah derasnya hujan.

/ Hari ini /

"Sudah tiga tahun." Kali ini, ia ucapkan dengan lantang. Sudah genap tiga tahun semenjak pertemuan terakhir Kora dan Gian. Selama enam bulan pertama, Gian akan selalu memberi kabar kepada Kora melalui pesan dan telefon dari hpnya, namun lama kelamaan pesan dari Gian semakin sedikit, sampai sekarang Gian sudah dua bulan tidak memberikan Kora kabar sekecil apapun. Kora semakin cemas. Apa ia bertemu wanita lain? Atau ia kenapa-napa disana? Setiap malam ia dihantui oleh pikiran buruk mengenai nasib Gian saat ini di Korea. Ia sangat khawatir dan cemas, hanya setitik pesan mengenai kabar dari Gianlah yang ia harapkan saat ini untuk menenangkan dirinya. Ditengah hujan, ia tersenyum walaupun di dalam hatinya ia rindu, amat sangat. Ia selalu mengharapkan kemunculan Gian dihadapannya Ketika hujan. Namun, harapan itu semakin lama semakin pudar. Kora semakin jenuh dan cemas, ia lelah.

Kora berhenti didepan toserba untuk membeli makannya malam ini. Ia membeli ramen dan keju untuk dirinya. Setelah ia sampai dikasir, jendela kaca didekat pintu masuk toserba itu terbuka, namun Kora menghiraukannya. Kora keluar dari toserba tersebut, membuka payungnya, dan Kembali berjalan kerumah. Selama lima menit ia berjalan, ia mendengar suara orang yang familiar memanggil namanya.

"Kora!" Suara itu benar-benar familiar. Suara yang sudah lama tidak ia dengar, tiga tahun lamanya. Namun Kora tetap menghiraukan suara itu, mungkin aku terlalu capek, pikirnya. Namun, suara itu memanggil namanya sekali lagi.

"Kora!" Kali ini, Kora sedikit terkejut, tubuhnye menjadi hangat, seperti diselimuti oleh suara orang yang selama ini ia tunggu-tunggu itu. Dengan perlahan, Kora berbalik badan dan mendapati seorang pria yang basah kuyub, dengan koper yang familiar yang terletak disamping tubuhnya. Dengan cepat Kora berlari kearahnya dan memayunginya. Matanya kini berkaca-kaca, menahan diri untuk tidak menangis.

"Gian." Bisikknya. Kora sangat terkejut, sampai ia tidak dapat mengeluarkan suara keluar dari mulutnya. "K-kenapa? Kok? Kamu dari m—" Gian menaruh jari telunjuknya didepan bibir Kora.

"Maaf aku tidak bisa kabarin, aku dipindah tugaskan lagi di daerah yang sangat terpencil, disana tidak ada sinyal maupun alat komunikasi lainnya. Sekali lagi saya minta maaf karena tidak memberimu kabar." Kora kini menangis. Ia memeluk Gian yang basah kuyub itu. "Tolong jangan tinggalkan aku lagi.

Gian tersentuh dengan perkataan Kora dan memeluknya dengan erat. "Maaf sudah membuat kau sedih selama ini, saya sudah Kembali bekerja disini. Saya tidak akan meninggalkan kau lagi." 

Our Meeting.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang