Tragis

29 11 11
                                    

"Mas Leon!"

"Mas."

"Tunggu!"

Amira mencekal tangan suaminya.

"Nanti malam ayah ngajak kita makan malam dirumahnya."

Leon melepaskan cekalan ditangannya.

"Iya," Leon hendak pergi namun lagi-lagi Amira menahanya.

"Mas Leon, tunggu!" Leon menghela nafas. Ia kembali menghadap sang istri.

"Kamu kenapa? akhir-akhir ini jadi dingin sama aku," tanya Amira sedih.

Leon menghela nafas sejenak sebelum akhirnya berbalik.

"Aku lagi sibuk banyak kerjaan Mira! kamu tolong ngertiin dulu," ucap leon tegas. "Dan, tolong jangan menyebarkan rumor yang tidak pantas!" lanjutnya sarkas lalu segera berlalu dari hadapan Amira.

Amira menatap suaminya nanar.

Kedua tanganya terkepal kuat disamping badanya. "Jalang kecil itu sudah merubah leon ku!" desisnya dengan nada penuh kebencian.

...

"Lo beneran gapapa, Ra?"

Alera menggeleng kecil. "Gue gak papa kok, Sin. lo gak usah berlebihan gitu."

"gapapa gimana? lo dijemur seharian dilapangan, muka lo pucet banget," Sindi berkata gemas.

"Gak seharian, cuman satu jam, kok!"

Sindi berdecak kesal. "TERSERAH!"

"Lo pasti belum sarapan, kan?Ayo ikut gue!" Sindi menyeret paksa Alera agar mau ikut dengannya.

Alera hanya pasrah, ia sudah tidak bertenaga lagi untuk berdebat.

Beberapa langkah lagi mereka sampai dikantin, Sindi menghentikan langkahnya.

"Ra, g-ak jadi ke k-antin deh. Kayaknya jajanan diluar lebih enak," ucap Sindi sedikit gelagapan.

"Nanggung banget Sin, udah depan kantin juga!"

"Ih gak mau ke kantin Alera!" kekeuh Sindi.

Alera melangkah lebih dulu. "Emangnya kenapa si-" ucapannya terhenti.

Alera mematung ditempatnya.

Ternyata ini yang membuat Sindi bersikeras tidak jadi ke kantin. Ia jadi menyesal tidak menurutinya.

Disana terlihat Rakey teman seangkatannya bersama ketiga temannya sedang makan siang bersama Ervin, matannya! dan juga beberapa temannya. Mereka terlihat saling melempar candaan dan tertawa bersama. Sesekali saling menyuapi, tanpa memperdulikan beberapa pasang mata yang menatap iri ke arah mereka.

Tiba-tiba salah satu teman Ervin, Putra menoleh kepadanya. Alera hanya diam dengan raut wajah tanpa ekspresi.

Dulu, ia yang berada diposisi Rakey. Dulu, ia yang diperlakukan semanis itu oleh Ervin.
Dulu ia yang selalu bersama Ervin kemana pun ia pergi.

Tetapi balik lagi, Perbedaan yang mengharuskannya dan Ervin terpisah.

Andai saja mereka tidak berbeda. Anda saja mereka satu keyakinan.
Andai saja mereka bisa berontak.

Tapi ini keyakinan. Keyakinan sudah diterapkan dari sejak lahir. Mereka tidak mungkin egois dengan mengecewakan salah satu keluarga. Mereka juga tidak ingin dilaknat tuhan karena telah ingkar.

Satu-satunya jalan terbaik adalah...

Merelakan.

Dan

Ikhlas.

Ikhlas dengan keadaan saling melepaskan karena benar. Berusaha sekuat tenaga merombak hati demi kehidupan yang lebih bahagia dan sejalan.

Dari sini jadi ia sadar. Perasaannya pada Leon hanya sebatas rasa kagum sesaat. Nyatanya hatinya masih pada pemilik yang dulu, Ervino Almanda, Salah satu dari sekin banyak orang pemilik kalung salib dimuka bumi ini.

Dan sialnya, Alera perempuan muslim jatuh cinta pada pemuda itu.

Tak ingin melihat pemandangan itu lebih lama,  Alera memilih berbalik dan melangkah terburu-buru meninggalkan kantin.

"Ra, mau kemana?Alera!" pekikan Sindi berhasil mengalihkan atensi sebagian orang. Sindi berlari terburu-buru menyusul Alera.

"Ada apaan, sih?" tanya Rakey heran pada teman-temannya yang dibalas gelengan kepala serentak.

"Itu si Sindi sama Alera, kan? mereka kenapa ribut-ribut, ya?!" tanya Arlan ikut bertanya.

"Gausah kepo!" Trisia menyahut judes.

Putra menoleh pada Ervin. "Vin, gue mau ngomong bentar ama lo!"

Ervin yang mengerti suasana pun beranjak menjauhi teman-temannya bersama putra.

"Ada apa?"

"Tadi Alera liat lo sama Rakey lagi suap-suapan. Kayaknya dia cemburu."

Ervin menghela nafas. "Bukan urusan gue."

Ervin hendak berbalik, dengan cepat Putra mencegahnya. "Lo peduli, Vin. Gak usah pura-pura. Biar gimanapun dia pernah jadi bagian dari hidup lo. Seenggaknya jaga perasaannya walaupun kalian udah gak sama-sama lagi." ucap Putra panjang lebar.

Tak bisa dipungkiri Ervin sedikit tersentil dengan perkataan Putra.

"Udah selesai ngomongnya?" tanya Ervin datar.

"Gak penting banget tau gak!" Ervin kali ini berbalik menuju teman-temannya.

Putra hanya bisa geleng-geleng kepala dengan gengsi selangit milik Ervin.

"Susah emang kalo udah cinta beda agama." gumam Putra. Ia merasa prihatin dengan kisah cinta sahabatnya itu.

***

dissentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang